PENDAHULUAN
Ketahanan pangan (Food Security) telah menjadi isu global,
terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai
sasaran dari ketahanan pangan yang ada di daerah maupun secara nasional. Oleh
karenanya pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.
Namun demikian, disadari
bahwa perwujudan ketahanan pangan perlu memperhatikan sistem hierarki mulai
dari tingkat global, nasional, regional, wilayah, rumah tangga dan individu,
tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan syarat
keharusan dari terwujudnya ketahanan pangan nasional, namun itu saja tidak
cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan
pangan di tingkat rumah tangga/individu. Berdasar pemikiran tersebut, adalah
penting untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tanpa
berpretensi mengabaikan pentingnya ketahanan pangan di tingkat nasional maupun
wilayah, tulisan ini membatasi uraian pada perwujudan ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga melalui diversifikasi pangan.
Kesadaran tentang
pentingnya upaya diversifikasi pangan telah lama dilaksanakan di Indonesia,
namun demikian hasil yang dicapai belum seperti yang diharapkan. Kebijakan
diversifikasi pangan. diawali dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun
1974 tentang Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR), dengan menggalakkan
produksi Telo, Kacang dan Jagung yang dikenal dengan Tekad, sampai yang
terakhir adanya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Walaupun telah berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan berbagai kalangan
terkait, namun pada kenyataannya tingkat konsumsi masyarakat masih bertumpu
pada pangan utama beras. Hal itu diindikasikan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH)
yang belum sesuai harapan, dan belum optimalnya pemanfaatan sumber bahan pangan
lokal dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan.
Dikaitkan dengan potensi
yang ada, Indonesia memiliki sumber daya hayati yang sangat kaya. Ironisnya,
tingkat konsumsi sebagian penduduk Indonesia masih dibawah anjuran pemenuhan
gizi. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia
maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut dapat dilakukan
melalui pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh rumah tangga.
TUJUAN
Tulisan ini bertujuan
untuk menguraikan dasar pemikiran, perencanaan dan pelaksanaan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan Melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) (Sebagai
Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan Daerah) merupakan gerakan diversifikasi
pangan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan berbasis sumberdaya
lokal dan pelestarian sumberdaya genetik melalui pengembangan kebun bibit
kelurahan. Dari pembelajaran kasus pelaksanaan KRPL di daerah lain yang telah
menerapkan dimaksud disimpulkan beberapa faktor kunci untuk menjadikan
pengembangan KRPL sebagai solusi pemantapan ketahanan pangan daerah.
DASAR PEMIKIRAN PENGEMBANGAN MODEL KRPL
Malalui pemanfaatan lahan
pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu
alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga.
Pemanfaatan lahan
pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah dilakukan masyarakat
sejak lama dan terus berlangsung hingga sekarang namun belum dirancang dengan
baik dan sistematis pengembangannya terutama dalam menjaga kelestarian
sumberdaya. Oleh karena itu, komitmen Pemerintah Daerah Kota Banjarbaru melalui
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kota Banjarbaru untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan
kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan
konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam
menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan terutama bagi
merek-mereka yang masih memiliki lahan perakarangan yang masih luas ataupun
melalui pemanfaatan teknologi tepat guna yang tidak memerlukan lahan.
Diversifikasi pangan
sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan karena kualitas
konsumsi pangan dilihat dari indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH) nasional
masih rendah. Pada tahun 2009 baru mencapai 75,7 dan harus ditingkatkan terus
untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 95. Agar mampu menjaga
keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan
pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan
Optimalisasi Pekarangan (GPOP).
Kementerian Pertanian
menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
(Model KRPL)” yang merupakan kumpulan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu
rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan
dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi
pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan,
serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep
Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Kelurahan, unit pengolahan
serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah.
Berdasar pemikiran
tersebut, seperti tertuang Pedoman Umum Model KRL oleh Kementerian Pertanian,
dengan tujuan pengembangan Model KRPL adalah: (1) Memenuhi kebutuhan pangan dan
gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara
lestari; (2) .Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan
lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan,
buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan,
pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos; (3)
Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan
pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan
(4) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat
kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat
secara mandiri.
Berdasar tujuan tersebut,
sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan
keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera.
Dampak yang diharapkan
dari pengembangan KRPL antara lain:
1. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestar;
2. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan untuk budidaya tanaman pangan, buah,
sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan, serta pengolahan hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos;
3. Terjaganya kelestarian dan keberagaman sumber pangan lokal;
4. Berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga untuk menopang kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan lestari dan sehat.
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN MODEL KRPL
Pemanfaatan lahan
pekarangan rumah merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian
pangan dalam rumah tangga, kenapa bisa demikian? Karena dengan kegiatan ini sudah barang tentu
masyarakat akan menjadi terbiasa dan terdidik untuk memanfaatkan potensi yang
ada walau hanya sejengkal tanah, soal kebutuhan pangan dan gizi keluarga tidak
perlu dipusingkan lagi, pendapatan keluarga juga akan bertambah.
Bagi rumah tangga yang
mempunyai pekarangan luas khususnya dipedesaan pekarangan akan lebih mudah
dikembangkan dan dimanfaatkan seperti untuk bercocok tanam, beternak, dan
membuat kolam ikan. Namun lain halnya bagi masyarakat perkotaan yang lahan pekarangan sempit bahkan tidak ada
sama sekali. Masalah luas atau sempit
hendaknya jangan dijadikan patokan untuk bisa atau tidak dalam pemanfaatan pekarangan rumah
kita yang penting ada kemauan pasti akan dapat terlaksana.
Untuk pekarangan yang luas
tentu lebih bisa memilih jenis dan model pengelolaan pekarangannya, namun bagi
masyarakat yang pekarangannya sempit
dapat diterapkan sistim TABULAPOT (tanaman Buah/bumbu dalam pot). Bila
hal ini dapat kita lakukan dan mengaturnya sesuai dengan penataan eksterior
tentunya pekarangan rumah akan tampak asri dan juga bermanfaat untuk upaya
diversifikasi pangan dan gizi yang secara langsung dapat berkontribusi
mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan kualitas kesehatan. Pemilihan
komoditi yang akan di kembangkan tentunya harus juga mempertimbangkan pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta pengembangannya secara komersial
berbasis kawasan.
PERTUMBUHAN
EKONOMI DI KOTA BANJARBARU
Kehidupan kita sehari-hari
tidak terlepas dari kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat di Kota
Banjarbaru semakin hari semakin meningkat ini terlihat dari meningkatnya upah
minimum regional, dan juga pembangunan–pembangunan perumahan serta berbagai
fasilitas publik seperti, pembukaan lahan untuk di jadikan jalan raya,
perumahan dan sekolah. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan alih fungsi lahan
terutama lahan pertanian, yang dijadikan berbagai bangunan untuk menunjang
fasilitas publik ataupun pribadi.
Alih fungsi lahan
pertanian mengakibatkan produksi dari berbagai komoditas menjadi menurun,
sehingga ini mempengaruhi terhadap harga-harga barang, terutama kebutuhan konsumsi
dasar rumah tangga yang tersedia di pasaran yakni imbasnya adalah tingginya
harga, maka dengan solusi pemanfaatan lahan pekarangan untuk mengurangi harga
tertinggi produk pertanian yang ada dipasaran. Jika satu rumah tangga melakukan
dan menerapkan sistem seperti ini adalah dengan efek yang akan di rasakan dari
produk, harga dan juga kemadirian masyrakat yang tidak tergantung terhadap
produk yang ada di pasaran.
Pemanfaatan lahan
pekarangan tidak hanya terfokus dengan penggunaan menanam tanaman hortikultura,
masih banyak jenis tanaman lain yang bisa ditanam di pekarangan rumah, seperti
tanaman obat-obatan yakni yang sering dikenal saat ini adalah “toga”, konsep
yang seperti ini masih segelincir masyarakat yang mengetahuinya, dikarenaka
kembali lagi dari kesadran yang dimiliki masih rendah.
Berikut ini merupakan Analisis SWOT tentang Pemanfaatan
Lahan Pekarangan, yaitu sebagai berikut :
1. Kekuatan (Strengths)
a. Dukungan kebijakan pemerintah;
b. Dapat mendatangkan keuntungan secara finansial dan kepuasan rohani;
c. Media tanam dan bahan tanam yang mudah didapatkan;
d. Tekhnik yang dugunakan sangat mudah;
2. Kelemahan (Weaknesses)
a. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat kota terhadap pemanfaatan; lahan
pekarangan;
b. Paradigma msayarakat yang menganggap pekarangan hanya untuk dinikmati bukan
untuk dimanfaatkan;
c. Ketergantungan terhadap barang yang tersedia di pasar;
3. Peluang(Opportunities)
a. Berkembang pesatnya tekhnologi
pertanian terhadap
lahan yang terbatas;
b. Mendatangkan keuntungan secara finansial;
c. Adanya program pemerintah yakni recycling;
4. Ancaman (Threats)
a. Iklim yang tidak menentu;
b. Penolakan masyarakat dalam mengadopsi pemanfaatan lahan pekarangan rumah;
Berdasarkan analisis SWOT
tersebut maka dapat dilakukan beberapa cara yang untuk menghindari ancaman dan
meningkatkan kekuatan yang ada sehingga kesadaran dan kepedulian akan produk
pertanian ini lebih meningkat secara signifikan. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan diantaranya adalah menjadikan adanya rumah percontohan yang peduli
akan pemanfaatan pekarangan rumah, dikarenakan pada umumnya penduduk akan
mengadopsi suatu yang baru dengan cara melihat terlebih dahulu dari pemanfaatan
lahan pekarangan yang terlihat lebih indah dan juga sejuk untuk dilihat pandang
mata.
Tingkat kesadaran penduduk
harus diiringi dengan penjelasan dan pemahan tentang keuntungan secara
finansial yang dapat di datangkan dari pemanfaatan lahan pekarangan,
dikarenakan suatu tindakan dalam menyadarkan tingkat kesadran penduduk harus
diikutsertakan dalam pembahsan, agar penduduk lebih
tertarik dalam megadopsi percontohan pemanfaatan lahan pekarangan.
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN MODEL KRPL
Untuk merencanakan dan
melaksanakan pengembangan Model KRPL,dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan
seperti telah dituangkan dalam Pedoman Umum Model KRLP oleh Kementerian
Pertanian yaitu :
1. Persiapan, yang meliputi :
a. Pengumpulan informasi awal tentang potensi sumber daya dan kelompok sasaran
b. Pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan
calon kelompok sasaran dan lokasi
c. Koordinasi dengan dinas pertanian dan dinas terkait lainnya di
Kabupaten/Kota
d. Memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan.
2. Pembentukan kelompok : Kelompok
sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga dalam satu Rukun
Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah
partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan
perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh dan untuk kepentingan para anggota
kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari
para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari
mereka sendiri.
3. Sosialisasi: menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat
kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan
sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta
petugas pelaksana instansi terkait.
4. Penguatan kelembagaan kelompok, dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
kelompok:
a. Mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah
b. Mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama
c. Mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi
d. Mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong royongan)
e. Mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok-kelompok
masyarakat lainnya.
5. Perencanaan kegiatan: melakukan perencanaan atau rancang bangun pemanfaatan
lahan pekarangan dengan menanam dengan berbagai tanaman pangan, sayuran dan
obat keluarga, ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya local,
pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa, serta
pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja
untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan
dinas instansi terkait.
6. Pelatihan : pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan
dilapangan. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya teknik budidaya tanaman
pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikann dan ternak, pembenihan
dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan
limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan
kelembagaan.
7. Pelaksanaan : pelaksanaan kegiatan dilaksanakan oleh kelompok dengan
pengawalan teknologi oleh peneliti dan pendampingan antara lain oleh penyuluh
dan petani andalan. Secara bertahap dalam pelaksanaannya menuju pada pencapaian
kemandirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya
lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa
dan peningkatan kesejahteraan.
8. Pembiayaan : bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah
daerah dan pusat, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Swasta dan dana
lain yang tidak mengikat.
9. Monitoring dan Evaluasi, dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan
pelaksanaan kegiatan dan menilai kesesuai kegiatan yang telah dilaksanakan
dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk oleh kelompok dan dapat juga
berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota kelompok dalam meningkatkan
pemahaman yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya yang tersedia
dilingkungannya agar berlangsung lestari.
Model KRPL dilaksanakan
dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah
yang masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran atau keberhasilan
kegiatan. Secara rinci peran setiap elemen tersebut dapat disimak pada tabel
dibawah :
No
|
Pelaksana
|
Tugas/peran dalam kegiatan
|
1.
|
Masyarakat
·
Kelompok
Sasaran
·
Pamong
Desa (RT, RW, Kasun) dan tokoh Masyarakat
|
·
Pelaku
utama
·
Pendamping
·
Monitoring
dan Evaluasi
|
2.
|
Pemerintah daerah (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Kantor Kecamatan,
Kantor Kelurahan dan Lembaga Terkait lainnya)
|
·
Pembinaan
dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang
·
Penanggung
jawab keberlanjutan kegiatan
·
Replika
kegiatan kelokasi lainnya
|
3.
|
·
Pokja
3, PKK
·
Kantor
Ketahanan Pangan
|
Koordinator Lapangan
|
4.
|
Ditjen Komoditas dan Badan Lingkup
Kementrian Pertanian
|
Pengembangan Model sesuai Tupoksi
Instansi
|
5.
|
Badan Litbang Pertanian
|
·
Membangun
Model KRPL
·
Narasumber
dan pengawalan imovasi teknologi dan kelembagaan
|
6.
|
Perguruan Tinggi/Swasta/LSM
|
Dukungan dan Pengawalan
|
7.
|
Pengembang Perumahan
|
Fasilitasi Pemanfaatan Lahan kosong
dikawasan perumahan
|
Sumber: Pedoman Umum Model
KRPL, Kementrian Pertanian, 2011.
Ada bebrapa konsep yang dapat diterapkan dalam Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu sebagai
berikut :
1. Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan,
2. Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal,
3. Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan,
hortikultura untuk masa yang akan datang,
4. Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan
Lestari,
5. Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit
terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk
ternak, unggas, ikan dan lainnya,
6. Antisipasi dampak perubahan iklim.
PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan merupakan sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di
usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui
perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup,
warung hidup atau apotik hidup.
Pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui
pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan
menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus,
guna pemenuhan gizi keluarga. Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki
fungsi multiguna. Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan :
1. Bahan
makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya;
2. Sayur
dan buah-buahan;
3. Unggas,
ternak kecil dan ikan;
4. Rempah,
bumbu-bumbu dan wangi-wangian;
5. Bahan
kerajinan tangan;
Usaha di pekarangan jika
dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan
pendapatan bagi keluarga.
FASILITAS PEKARANGAN.
Dalam pekarangan
dilengkapi beberapa fasilitas yang
merupakan kebutuhan anggota keluarga
yaitu: Lahan pertanaman, Kandang ternak, Kolam ikan, Lumbung atau gudang,
Tempat menjemur hasil pertanian, Tempat menjemur pakaian, Halaman tempat
bermain anak-anak, Bangku, Sumur, Kamar mandi, Tiang bendera, Tiang lampu,
Garasi, Lubang sampah, Jalan setapak, Pagar,Pintu Gerbang dan lain-lain.
ZONASI PEKARANGAN
Zona pekarangan dibagi
menjadi halaman depan (buruan), halaman samping (pipir) dan halaman belakang
(kebon). Halaman depan merupakan area
penempatan lumbung, tanaman hias, pohon
buah, tempat bermain anak, bangku taman, tempat menjemur hasil pertanian,
halaman samping adalah tempat jemur
pakaian, pohon penghasil kayu bakar, bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam
ikan, sumur dan kamar mandi dan untuk halaman belakang terdiri dari
bedeng tanaman sayuran, tanaman bumbu, kandang ternak, tanaman industri.
POTENSI PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pemilihan jenis tanaman dapat disesuaikan dengan kondisi lahan
setempat, sehingga pertumbuhan tanaman dapat tumbuh dengan optimal yang
tentunya dapat memberikan hasil panen yang melimpah, berikut ini beberapa jenis
tanaman yang dapat diusahakan antara lain :
1. Tanaman pangan: umbi-umbian,
kacang-kacangan, sayuran, buah, bumbu, obat
2. Tanaman yang bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong,
tanaman pot,tanaman taman)
3. Ternak: unggas hias, petelur, pedaging. Ikan: hias, produksi daging, dll.
TEKNIK BUDIDAYA
Dengan teknik budidaya
sebagai berikut :
1. Budidaya organik
Budidaya tanaman secara
organik – sesedikit mungkin menggunakan bahan anorganik. Bahan organik berasal
dari sisa kegiatan hulu pertanian. Bahan-bahan sisa kegiatan pertanian berupa
sekam, arang sekam, sabut kelapa, kulit kacang tanah, serbuk gergaji, sampah
daun bambu, bahkan sampah rumah tangga dan lumpur endapan kolam ikan.
Teknik-teknik baru menggunakan EM4, dekomposisi bahan organik ini menjadi
kompos telah dapat dipercepat dari 2-4 bulan menjadi 2-4 minggu.
2. Vertikulture
Vertikultur adalah usaha
pertanian dengan memanfaatkan semaksimal mungkin ruang dalam pengertian 3 dimensi,
di mana dimensi tinggi (vertikal) dieksploitasi sehingga indeks panen per
satuan luas lahan dapat dilipatgandakan dengan cara bertanam tanaman dengan
media selain tanah pada bak-bak tanaman yang diatur bertangga (Cascade planting) struktur etage bouw
pada pekarangan. Bertanam dalam pot-pot gantung yang mengisi
penuh ruang, yang tahan teduh di bawah dan yang lebih suka panas diletakkan di
atas.
3. Tabulampot
Menanam tanaman
buah-buahan didalam pot, dengan syarat media tanam harus mampu menopang
tanaman, dapat menyediakan hara, air dan aerasi yang baik. Menanam tanaman
buah-buahan (bisa tanaman lainnya: bunga) didalam pot. Pot yang kurang baik,
mempunyai aerasi yang buruk sehingga kurang menguntungkan untuk perkembangan
akar.
PENERAPAN PEMANFAATAN
PEKARANGAN POLA KRPL
Pola Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) merupakan aktualisasi pemanfaatan lahan pekarangan secara
optimal dengan maksimalisasi produktivitas lahan lain yang ada di lingkungannya untuk pengembangan
ketersediaan pangan yang beranekaragam tiap rumah tangga dalam suatu wilayah
desa/dusun/kampung. Konsep KRPL yang ditumbuh kembangkan mempunyai pengertian
sebagai kawasan/ wilayah yang dibangun dari beberapa Rumah Pangan Lestari,
yakni unit – unit rumah tangga yang menerapkan
prinsip pemanfaatan pekarangan secara optimal yang ramah lingkungan dan
ditopang pula oleh maksimalisasi
produktivitas lahan di luar pekarangan di dalam kawasan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraannya berbasis partisipatif aktif dan kolektifitas/terintegrasi
dalam masyarakatnya. Pada hakekatnya KRPL ini merupakan suatu gerakan
sekelompok masyarakat yang mandiri untuk meningkatkan kapasitas kemandirian
pangannya (aspek ketersediaan, akses, dan keaneka ragaman pangan) secara
bersama/ terintegrasi/ kolektifitas melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan
sekitarnya secara optimal. Oleh karena itu untuk mewujudkan suatu KRPL di suatu
daerah/ wilayah (dalam satuan desa/ dusun/ kampung) selain diperlukan sentuhan
terhadap aspek teknis produksi dan ekonomi (technology and economic approach)
melainkan juga yang tidak kalah urgensinya adalah adanya sentuhan perekayaan
sosial yang berkaitan dengan perubahan perilaku dan peningkatan kapasitas SDM
masyarakatnya untuk aplikasi inovasi teknologi pertanian unggul mendukung RPL
yang sehat dan bergizi.
Dalam PEDUM Model Kawasan
Rumah Pangan Lestari (Kementrian Pertanian, 2011) lahan pekarangan dibedakan
atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi
baik dalam menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha
pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak dan ikan.
1. Pekarangan Perkotaan
Pekarangan perkotaan
dikelompokan menjadi empat, yaitu :
a. Rumah tipe 21 dengan total luas tanah sekitar 36 m2 atau tanpa halaman.
b. Rumah tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2 atau halaman sempit.
c. Rumah tipe 45, luas tanah sekitar 90 m2 atau halaman sedang, dan
d. Rumah tipe 54 atau 60 dengan luas tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas.
2. Pekarangan Perdesaan
Pekarangan perdesaan dikelompokan
menjadi 4, yaitu:
a. Pekarangan sangat sempit (tanpa halaman).
b. Pekarangan sempit (<120 m2).
c. Pekarangan sedang (120 – 400 m2), dan
d. Pekarangan luas (>400 m2).
TINDAK
LANJUT
Beberapa faktor kunci yang
perlu dicermati sebagai simpul kritis untuk keberhasilan dan keberlanjutan
secara lestari dari pengembangan model KRPL ini adalah :
1. Para
petugas lapangan setempat dan ketua kelompok sejak awal harus dilibatkan secara
aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan
keterlibatan ini akan memudahkan proses keberlanjutan dan kemandiriannya;
2. Ketersediaan
benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, serta pasar bagi produk yang
dihasilkan. Untuk itu, diperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan Kebun
Benih/Bibit, pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya, untuk mewujudkan
kemandirian kawasan, perlu dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman
termasuk sistem integrasi tanaman-ternak.
3. Untuk
menuju Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi
kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan
lemak, buah/biji berminyak, kacang- kacangan, gula, sayur dan buah, dan
lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
4. komitmen dan dukugan serta fasilitasi dari pengambil kebijakan utamanya
Pemerintah Daerah untuk mendorong implementasi model inovasi teknologi seperti
model KRPL tersebut dalam gerakan secara masif di wilayah kerjanya untuk
dilaksanakan secara konsisten merupakan hal penting yang menentukan cepatnya
adopsi dan keberlanjutan model KRPL tersebut.
Apabila beberapa faktor
kunci untuk keberhasilan dan kelestarian pengembangan model KRPL dapat
diwujudkan, maka akses rumah tangga terhadap pangan dapat ditingkatkan melalui
diversifikasi pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan
berbasis sumberdaya lokal. Melalui gerakan secara massif di semua
wilayah/kawasan di Kota Banjarbaru dengan pengembangan komoditas sesuai potensi
spesifik lokal, bukan tidak mungkin bahwa pengembangan model KRPL merupakan
salah satu solusi untuk mewujudkan dan memantapkan ketahanan pangan rumah
tangga di Kota Banjarbaru.
1 Komentar
bagus ini, pekarangan jadi lebih bermanfaat dan bisa menghasilkan lagi...
BalasHapushttp://obathernia.infosehatalami.com/