Ticker

6/recent/ticker-posts

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

 


KARYA TULIS ILMIAH

 

 

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (SPBM)

PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 CILACAP

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

SEMESTER GENAP

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.     Latar Belakang

Salah satu karakteristik mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 ialah pembelajaran berbasis teks. Asumsinya ialah bahasa Indonesia tidak hanya difungsikan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana berpikir. Bahasa menjadi sarana untuk mengekspresikan gagasan. Dalam berbahasa, sebuah gagasan yang utuh biasanya direalisasikan dalam bentuk teks. Dengan asumsi tersebut, maka fungsi pembelajaran bahasa Indonesia adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memahami dan menciptakan teks, karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks.

Pada ranah keterampilan, mata pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 dapat diartikan sebagai penggunaan pengetahuan untuk membuahkan produk-produk kreatif dan inovatif baik produk ide/desain (abstrak) maupun produk fisik/konkrit (Priyatni, 2014:7). Produk ide/desain dalam ranah abstrak dapat direalisasikan dengan menghasilkan karya sastra yang merupakan hasil dari buah pikiran atau imajinasi peserta didik. Karya sastra tersebut antara lain dapat berbentuk cerita pendek. Materi pembelajaran mengenai teks cerita pendek ini akan dijumpai oleh peserta didik di sekolah pada jenjang kelas SMP. Dalam menulis cerpen sebagai karya sastra ini seharusnya merupakan kegiatan yang dapat mendorong peserta didik untuk menggunakan apa yang telah dianugerahkan oleh Tuhan, seperti gagasan, kesan, perasaan, harapan, gambaran dan bahasa yang dimilikinya.

Adapun harapan yang diinginkan dari peserta didik ialah kemampuan menulis teks cerpen dengan baik. Indikator dari menulis teks cerpen berdasarkan strukturnya ialah peserta didik dikatakan mampu menulis teks cerpen dengan baik, apabila cerpen tersebut memiliki bagian-bagian struktur teks yang utuh yaitu orientasi, komplikasi, dan resolusi. Tetapi harapan tersebut tidak sesuai kenyataan yang diinginkan oleh peneliti dari peserta didik.

Dalam pembelajaran materi cerpen, kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan dalam menyusun teks cerita pendek. Kesulitan tersebut tampak pada karya cerpen hasil pekerjaan peserta didik yang telah dinilai oleh guru. Sebagian besar peserta didik tidak dapat menyusun teks cerpen berdasarkan strukturnya yang baik. Hasil pekerjaan mereka kurang maksimal. Hal tersebut tergambar dalam beberapa hal berikut: (1) beberapa pekerjaan peserta didik kurang jelas dalam hal penstrukturan teks cerpen yang sebaiknya dimulai dari tahap orientasi, komplikasi, dan resolusi, (2) tahap komplikasi dalam cerpen yang dibuat oleh peserta didik masih digabungkan dengan tahap orientasi, (3) teks cerpen yang dibuat oleh peserta didik tidak memiliki tahap orientasi, penceritaan langsung masuk pada tahap komplikasi. Bahkan beberapa pekerjaan peserta didik tersebut tidak memiliki tahap resolusi, (4) di antara tugas peserta didik yang telah dianalisis, ditemukan bahwa hasil karya mereka tidak original. Hal ini tampak pada cerpen yang dibuat oleh peserta didik tersebut sebagian merupakan hasil salinan dari buku-buku teks cerpen yang sudah ada.

Saat mengembalikan hasil pekerjaan peserta didik, peneliti kemudian melakukan diskusi kecil dengan mereka mengenai penyebab ketidakmampuan mereka dalam menyusun teks cerpen. Setelah ditelusuri, peserta didik mengakui, bahwa mereka memiliki beberapa kendala, sebagai berikut: (a) peserta didik tidak memiliki buku pegangan teks bahasa Indonesia. Menurut peserta didik, saat proses pembelajaran berlangsung, mereka akan lebih mudah memahami berbagai bentuk cerpen, jika ada contoh cerpen dalam buku peserta didik yang akan dipelajari sebelumnya di rumah, (b) peserta didik mengaku saling berebutan foto kopian materi dalam kelompok sehingga tidak konsentrasi dalam menerima materi yang sedang dijelaskan oleh guru, (c) peserta didik mengakui bahwa mereka tidak memahami bagaimana cara menentukan bagian-bagian struktur dan bagaimana mengawali kalimat yang akan dituliskan dalam cerpen, (d) peserta didik merasa sulit untuk menentukan masalah apa yang mereka harus tulis menjadi cerita pendek.

Peneliti sebagai guru akhirnya terdorong untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut guna meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyusun teks cerpen. Hal ini juga didasarkan pada esensi dari tujuan penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Borg (dalam Sukidin dkk. 2010:37) bahwa tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi dikelasnya atau disekolahnya sendiri dengan atau tanpa masukan khusus berupa berbagai program pelatihan yang eksplisit. Oleh karena itu, peneliti sebagai guru memilih alternatif dengan sebuah model pembelajaran untuk memperbaiki dan menindaki proses pembelajaran menyusun teks cerpen.

Model pembelajaran yang dipilih oleh peneliti ialah model pembelajaran dalam bentuk Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) sebagai suatu teknik atau strategi pembelajaran yang dapat membantu guru dan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen. Dengan adanya strategi pembelajaran yang inovatif, diharapkan dapat membantu guru dalam membimbing siswa untuk menulis cerpen secara kreatif, serta menumbuhkan minat dan ketertarikan pada diri siswa untuk berlatih menulis cerpen, sehingga dapat menghasilkan suatu karya yang indah dan kreatif, untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran menulis cerpen, perlu dicoba strategi pembelajaran yang bisa memotivasi siswa untuk menghasilkan karya-karya yang lebih kreatif.

Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi yang dimulai dari masalah terbuka di dunia nyata dan memecahkan masalah tersebut. Menurut Wena (2009: 91-92) strategi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi pembelajaran dengan karakteristik peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan berupa fakta. Strategi pembelajaran berbasis masalah dikenal sebagai pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu dengan menyajikan kepada siswa situasi masalah yang dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk melakukan penyelidikan beserta pemecahan masalahnya (Woods, dalam Amir, 2010: 13). Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat membantu pelajar membangun kecakapan dalam memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi.

Strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri seperti yang diungkapkan oleh Tan dkk. Dalam Amir (2010: 12). Ciri-ciri tersebut adalah mulanya pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata. Pelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka.

Melalui Strategi pembelajaran berbasis masalah, siswa diharapkan mampu mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah, dan melaporkan solusi dari masalah tersebut. Model pembelajaran berbasis masalah diharapkan mampu meningkatkan keterampilan menulis cerpen sehingga karya-karya yang dihasilkan lebih berkualitas dan kreatif.

Keunggulan strategi pembelajaran berbasis masalah terletak pada perancangan “masalahnya”. Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu pembelajar untuk menjalankan pembelajaran dengan baik (Amir, 2010: 32). Model pembelajaran berbasis masalah akan mempengaruhi kemampuan pengembangan yang akan berpengaruh pada kualitas penulisan cerpen yang ditulis oleh siswa. Dengan belajar dari permasalahan yang ada dalam lingkungan sekitar dan dari pengalaman pribadi, siswa diharapkan mampu menuangkan dalam bentuk cerita pendek. Pemanfaatan strategi pembelajaran bisa dijadikan alternatif pembelajaran yang menarik, seperti yang diungkapkan oleh Wina (2008: 126) strategi pembelajaran adalah sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Selain itu, melalui SPBM ini, siswa mampu mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik yang dapat terbentuk ketika mereka berkolaborasi dalam mengidentifikasi informasi, strategi dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap”.

 

 

1.2.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang perlu dikaji. Permasalahan yang akan dikaji dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1.      Kurangnya minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen di SMP Negeri 2 Cilacap.

2.      Model pembelajaran konvensional masih memiliki kelemahan dalam aspek kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

3.      Belum adanya teknik atau strategi yang menarik bagi siswa dan guru dalam menyampaikan pembelajaran menulis cerpen.

4.      Guru merasa kesulitan untuk mengantarkan siswa dalam memilih tema dan tingkatan alur cerita yang masih rancu.

5.      Masih terjadi kesalahan pada ejaan, tanda baca, dan struktur kalimat dalam menulis cerpen.

6.      Siswa SMP Negeri 2 Cilacap merasa kesulitan untuk menemukan ide dan mengekspresikan gagasan, pendapat, serta pengalamannya dalam sebuah kalimat yang baik dan menyusunnya dalam bentuk tulisan.

 

1.3.     Cara Pemecahan Masalah

Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh peserta didik sebagaimana telah diuraikan di atas, maka pemilihan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk penyelesaiannya ialah Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Model pembelajaran ini dilakukan dengan pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian akan dicari pemecahannya oleh peserta didik. Hal tersebut diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian ketuntasan materi pembelajaran.

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) ini diterapkan agar dapat memotivasi peserta didik untuk belajar memahami dan meningkatkan kemampuan menulis teks cerpen secara terstruktur. Melalui SPBM diharapkan siswa mampu memiliki kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik yang dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi dalam mengidentifikasi informasi, strategi dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014:34).

 

1.4.     Batasan Masalah

Permasalahan yang diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas, sehingga tidak dapat diteliti secara keseluruhan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, permasalahan yang akan diteliti dibatasi pada upaya meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap.

 

1.5.     Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap?

 

1.6.     Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap.

 

1.7.     Manfaat Penelitian

1.      Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi para guru dalam pembelajaran kelas, khususnya dalam menulis cerpen, serta dapat dijadikan sebagai alternatif strategi dalam mengajar khususnya pengembangan pembelajaran menulis cerpen, mata pelajaran Bahasa Indonesia.

 

 

2.      Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar-dasar dalam menulis cerpen, sehingga mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen.

 

3.      Sekolah

Hasil penelitian ini juga dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan kurikulum 2013 berupa implementasi metode pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 di sekolah.

 

1.8.     Batasan Istilah

Agar memperoleh pemahaman yang sama antar penyusun dan pembaca tentang istilah pada judul skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan istilah sebagai berikut.

1.      Peningkatan adalah suatu perubahan keadaan tertentu menuju keadaan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

2.      Keterampilan menulis adalah keterampilan seseorang dalam menuangkan ide gagasan, dan pengalaman dalam bentuk bahasa tulis yang memiliki makna dan dapat dipahami orang lain.

3.      Menulis cerpen adalah kegiatan mengorganisasikan pikiran, gagasan secara baik dan benar dalam bentuk cerita fiksi yang berupa prosa singkat, padat, ceritanya berpusat pada satu konflik, dan pengembangan pelakunya terbatas serta menimbulkan kesan tunggal.

4.      Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang menyajikan situasi masalah terbuka dan siswa mengembangkannya dari permasalahan yang praktis sebagai pijakan dalam belajar.

 

 


BAB II

KAJIAN TEORI

 

2.1.     Keterampilan Menulis Cerpen

2.1.1.    Cerpen

A.    Pengertian Cerpen

Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang berbentuk prosa. Seperti pengertian karya sastra yang lain, selama ini belum ada pengertian yang pasti dan memuaskan tentang cerpen. Namun ada beberapa ahli sastra yang sudah mencoba mengemukakan pengertian cerpen.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aoh K. H dalam Muryanto (2007:4), cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Sedangkan Edgar Allan Poe dalam Muryanto (2007:4), menguraikan bahwa cerpen haruslah pendek, sebatas selesai baca sekali duduk. Cerita pendek mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik. Keunggulan pikiran dan aksi dapat dikembangkan lewat satu garis dari awal sampai akhir. Dalam cerita pendek tidak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa digresi. Cerita pendek harus ketat dan padat. Setiap detail harus mengarus pada satu efek saja yang berakhir pada kesan tunggal.

Cerita pendek adalah cerita yang pendek dan di dalamnya terdapat pergolakan jiwa pada diri pelakunya sehingga secara keseluruhan cerita bisa menyentuh nurani pembaca (Nursisto, 2000:165).

Menurut Nyoman Tusthi Eddy dalam Rampan (2009:1), cerpen ialah (1) hanya melukiskan kejadian/peristiwa, (2) waktu berlangsung kejadian tidak terlalu lama, (3) tempat kejadian berkisar antara satu sampai tiga tempat, (4) jumlah pelaku paling banyak lima orang, (5) watak pelaku tidak dilukiskan secara mendalam.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai cerpen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah karya sastra berupa prosa yang di dalamnya terdapat alur cerita dengan permasalahan tidak terlalu panjang.

B.    Menulis Cerpen

Dalam pembelajaran menulis, siswa dituntut mampu menuangkan gagasannya dalam bentuk bahasa tulis. Seperti yang dikemukakan Nurjamal (2011: 69) bahwa menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Adapun kegiatan menulis adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf dalam Pujiono, 2013: 53). Menurut Dalman (2012: 1), menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan ungkapan gagasan, pikiran, dan perasaan yang disampaikan melalui bahasa tulis.

Menurut Nurgiyantoro (2002: 168) menulis merupakan suatu proses perkembangan. Kemampuan menulis merupakan proses belajar yang memerlukan ketekunan. Semakin berlatih, kemampuan menulis akan meningkat, oleh karena itu keterampilan menulis perlu ditumbuh kembangkan. Salah satu jenis kegiatan menulis kreatif dalam hal ini adalah menulis cerpen. Sumardjo (2007: 81) mengungkapkan bahwa menulis cerpen pada dasarnya adalah menyampaikan sebuah pengalaman kepada pembacanya.

Menulis cerpen adalah kegiatan mengorganisasikan pikiran, gagasan secara baik dan benar dalam bentuk cerita fiksi yang berupa prosa singkat, padat, ceritanya berpusat pada satu konflik, dan pengembangan pelakunya terbatas serta menimbulkan kesan tunggal. Menulis cerpen bukan sekedar memberitahu sebuah cerita, karena sebuah cerpen bukan hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan sebuah pengalaman (berbentuk cerita), maka syarat untuk membuat sebuah cerpen hidup adalah bagaimana membawa pembacanya memasuki pengalaman cerita itu.

Sumardjo (2007: 75-80) menjelaskan bahwa terdapat lima tahap proses kreatif menulis yaitu: (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) inspirasi, (4) penulisan, dan (5) revisi. Pertama, adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana ia akan menuliskannya. Apa yang akan dia tulis adalah munculnya gagasan, isi tulisan. Sedangkan bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk tulisannya. Soal bentuk tulisan inilah yang menentukan syarat teknis penulisan.

Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpan dan dipikirkannya matang-matang, dan menunggu waktu yang tepat untuk menuliskannya. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentrasi penulis hanya pada gagasan itu saja. Ketiga, adalah saat inspirasi. Gagasan dan bentuk ungkapnya telah jelas dan padu. Ada desakan kuat untuk segera menulis dan tidak bisa ditunggu-tunggu lagi.

Keempat, tahap penulisan. Pada tahap inilah dimana penulis akan mengeluarkan segala hasil pemikiran ide dan gagasannya ke dalam sebuah bentuk tulisan yang telah direncanakan. Kemudian yang kelima, adalah tahap revisi. Dalam tahap revisi, seorang penulis memeriksa dan melakukan penilaian berdasarkan pengetahuan dan apresiasi yang dimilikinya.

Namun, masih ada tahap terakhir dari kegiatan pasca menulis yakni mempublikasi. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh penulis atau siswa antara lain: mempublikasi tulisan mereka dalam suatu bentuk yang sesuai. Mempublikasi tulisan merupakan pengalaman yang sangat tinggi nilainya. Keberanian mengkomunikasikan secara terbuka gagasan, sikap, pandangan, jarang dijumpai pada diri siswa. Karena kegiatan ini merupakan upaya agar siswa dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik (Syamsi, 2012: 10).

Menurut Sumardjo (2007: 99) sebuah cerpen yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk utuh, manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga ada sesuatu yang terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Cerpen harus memberikan gambaran sesuatu yang tajam. Dengan kata lain, menulis cerpen bisa disimpulkan sebagai kegiatan mengarang cerita dengan memberikan pukulan tajam kepada pribadi pembaca. Ketajaman itu bisa saja terletak pada unsur cerita atau plotnya, unsur suasana cerita, unsur watak, psikologi tokoh, atau pada unsur setting dan waktu terjadinya cerita.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen adalah menemukan masalah, menemukan persoalannya, menemukan konflik, menceritakan pengalaman, dan menghadirkan pengalaman itu sendiri. Agar dapat menulis cerpen dengan baik, perlu adanya latihan-latihan membaca karya-karya sastra, berusaha menambah pengetahuan dan pengalaman, mempunyai kecakapan menulis dan mempunyai disiplin untuk menulis secara tetap (Sumardjo, 2007: 42). Dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, seperti yang tersebut di atas maka seseorang itu akan dapat menghasilkan karya sastra (cerpen) yang baik.

C.    Unsur Pembangun Cerpen

Pada sebuah cerpen, terdapat adanya unsur pembangun. Unsur intrinsik cerpen antara lain tema dan amanat, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar dan pelataran, serta sudut pandang pencerita.

1.      Judul

Judul merupakan daya tarik utama bagi pembaca untuk membaca sebuah karya sastra terutama cerpen. Menurut Wiyatmi (2006: 40), judul dapat mengacu pada nama tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari beberapa unsur tersebut.

2.      Tema dan Amanat

Tema dapat diibaratkan sebagai fondasi sebuah cerpen (Muryanto, 2008:7). Biasanya, dalam cerpen yang baik, tema sealalu tersamar. Pengarang mengungkapkan tema dalam keseluruhan elemen ceritanya, apakah dalam dialog, jalan pikiran atau perasaan, kejadian-kejadian, setting, dan sebagainya untuk mempertegas tema. Menurut Rampan (2009:15), tema adalah isi, yaitu memuat gagasan.

Amanat dapat berupa jalan keluar dari sebuah masalah oleh tokoh dalam cerpen. Amanat terselip dalam permasalahan dalam cerpen. Amanat dapat ditampilkan secara eksplisit maupun implisit (Muryanto, 2008:8).

Cerpen menggambarkan satu peristiwa penting dalam kehidupan seseorang atau beberapa pelakunya memuat misi tertentu yang bersifat sugestif sehingga ketika cerpen dibaca, pembaca akan merenung. Kegiatan menyimpulkan ini dilakukan tidak lain adalah memikirkan, mencari, atau menyimpulkan apa yang penulis tuangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursisto (2000:166) yang menyatakan bahwa manfaat karya sastra yaitu tulisan yang dapat menyumbang andil bagi kehidupan.

3.      Alur

Menurut Muryanto (2008:9), alur diartikan sebagai rangkaian peristiwa yang dijalin dengan saksama. Jalinan tersebut mampu menggerakkan jalan cerita melalui peristiwa atau permasalahan sehingga mencapai puncak permasalahan dan akhirnya selesai. Menurut Sayuti (2000:31), alur fiksi hendaknya tidak diartikan hanya sebagai peristiwa-peristiea yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi juga merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan hubungan kausalitas.

4.      Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah rekaan pengarang yang merupakan pelaku yang terdapat dalam sebuah karangan fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Tokoh berkaitan erat dengan penokohan, yaitu cara menggambarkan tokoh dalam sebuah cerita fiksi. Sayuti (2000: 73-74) menyatakan bahwa tokoh merupakan elemen struktural fiksi yang melahirkan peristiwa. Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerpen. Tokoh dapat berupa manusia, binatang, dan sebagainya. Hubungan antar tokoh inilah yang akhirnya akan menjalin sebuah cerita.

5.      Latar dan Pelataran

Latar dalam cerpen berhubungan dengan waktu, tempat, dan kondisi sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar tempat yaitu hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu merupakan hal yang berkaitan dengan masalah historis, sedangkan latar sosial adalah latar yang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan (Sayuti, 2000: 127). Tugas utama latar ialah memberikan suasana kepada peristiwa dan manusia yang terdapat di sebuah cerita. Dengan adanya ruang, waktu, dan suasana, peristiwa menjadi konkret dan tidak dirasakan mereka berlaku dalam wujud yang seolah-olah diam atau mati (Hamid dalam Rampan, 2009:7).

6.      Sudut Pandang atau Point of View

Sudut pandang atau point of view mempersoalkan tentang siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu dilihat dalam sebuah karya fiksi (Sayuti, 2000: 157). Menurut Rampan (2009:6), sudut pandang adalah pilihan pengarangdalam menggunakan tokoh cerita. Sumardjo dalam Rampan (2000:6) memberikan perincian mengenai sudut pandang sebagai berikut: (1) melalui omniscient point of view, yaitu sudut pandang yang berkuasa. (2) melalui objectiv point of view, yakni pengarang menyuguhkan cerita tanpa komentar, (3) melalui point of view orang pertama, yaitu menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”, (4) melalui point of view peninjau, teknik ini digunakan pengarang dengan memilih salah satu tokoh untuk memaparkan cerita.

7.      Gaya Bahasa

Menurut Rampan (2009:15), gaya adalah bentuk, yaitu cara cerpenis menyampaikan gagasan. Gagasan besar dan bermutu disampaikan dalam bentuk bercerita yang buruk dan tidak memikat akan menjatuhkan kualitanya sebagai karya sastra.

D.   Struktur Teks Cerita Pendek

Secara sederhana struktur teks cerita pendek terdiri atas tiga bagian yaitu orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan awalan masuk ke tahap berikutnya (Kemendikbud:2013).

Kedua komplikasi, pada bagian ini tokoh utama berhadapan dengan masalah (problem). Bagian ini merupakan bagian inti dari teks, masalah harus ada. Jika tidak ada masalah harus diciptakan. Dalam komplikasi disajikan berbagai peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Kemendikbud:2013).

Menurut Gerot dan Wignell (1994:204) struktur teks cerita pendek terdiri atas (1) Orientasi, kumpulan adegan, tempat kejadian, dan pengenalan pelaku dalam cerita, (2) Komplikasi, peningkatan permasalahan, tingkat kegawatan mulai menanjak, (3) Resolution, masalah telah dipecahkan atau diselesaikan, bisa juga disebut sebagai peleraian.

E.    Pembelajaran Menulis Cerpen

Menurut Tarigan dalam Rampan (2009:14) merumuskan beberapa ciri cerpen yang menunjukkan kekhasannya sebagai karya sastra. Ciri pertama yaitu, singkat, padu, dan intensif. Cerpen hanya ditulis dalam jumlah katater batas (hingga sekitar 15.000 kata) namun harus tetap padu dan padat tanpa membuat cerita bercabang-cabang. Kedua adalah pengadeganan, tokoh, dan gerak. Ada peristiwa tertentu pada suatu waktu dan tempat tertentu dengan tokoh yang jelas, serta dengan aksi yang menunjukkan terjalinnya antara kejadian, tokoh, dan peristiwa menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ketiga, bahasa yang digunakan harus tajam, sugestif, dan manarik perhatian. Keempat, interpretasi pengarang tentang konsep terhadap kehidupan, baik langsung maupun tidak langsung. Kelima, hanya menimbulkan satu efek saja dalam pikiran pembaca. Keenam, menyentuh perasaan, agar cerita menarik secara nalar. Ketujuh, harus tercipta detail persoalan dan kejadian yang sudah diplot. Masalah-masalah yang muncul dan berbagai insidensi harus mampu mengundang pertanyaan pembaca. Kedelapan, suatu kejadian harus mampu menguasai seluruh cerita. Kesembilan, memiliki seorang tokoh utama yang menentukan. Kesepuluh, memberi dampak atau kesan tertentu bagi pembaca. Kesebelas, hanya ada satu situasi. Situasi itulah yang dieksplorasi, sehingga mampu meninggalkan kesan yang mendalam. Keduabelas yaitu memiliki kesan tunggal. Maksudnya, dampak yang ditimbulkan akan bulat dan hanya terjadi satu emosi.

 

2.1.2.    Strategi Pembelajaran

A.    Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)

Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pengertian tersebut. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun utnuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.

Kemp dalam Wina (2008: 126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secra efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick dan Carey dalam Wina (2008) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Menurut Wina (2008: 91-92) strategi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi pembelajaran dimana peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan fakta. Peserta didik belajar secara berkelompok dan diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dibahas, kemudian peserta didik dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya berupa unjuk kerja.

Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat berpusat pada siswa. Harsono (2005: 2) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah dipusatkan pada siswa, sementara itu pada pembelajaran guru menyampaikan pengetahuannya kepada siswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan.

Pada strategi pembelajaran berbasis masalah terdapat langkah-langkah untuk menyelesaikan sebuah masalah, yaitu dengan memaparkan siswa terhadap masalah, mengkoordinasikan siswa untuk belajar, membimbing siswa mengumpulkan data, mengembangkan dan mendemostrasikan, melakukan evaluasi dan pemecahan masalah, mengumpulkan hasil. Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.

Menurut Muhson dan Mustofa (2008: 13) dalam strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik diberikan suatu permasalahan, kemudian secara berkelompok mereka akan berusaha untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi, mereka diharapkan secara aktif mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh dari bahan secara (literature), narasumber, dan lain sebagainya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Wina (2009: 91-92) bahwa dalam strategi pembelajaran berbasis masalah, peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan berupa fakta. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dimana siswa menyelesaikan masalah atau memecahkan masalah dari dunia nyata. Simulasi masalah diaktifkan untuk keingintahuan siswa dalam sebelum memulai suatu subjek. Diskusi kelompok yang baik dan benar sangat membantu siswa mencapai penyelesain masalah yang dialaminya dalam pembelajaran.

Menurut Forgarty dalam Wina (1997: 92) tahap-tahap proses belajar mengajar dalam strategi pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) menemukan masalah: pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dimiliki dan dapat dipecahkan. Pada tahap ini guru memberikan atau membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan sosial yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan, (2) mengidentifikasi masalah: siswa membuat sebuah kelompok dan berdiskusi tentang masalah yang mereka dapatkan. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah hendaknya mengaitkan berbagai disiplin ilmu, (3) mengumpulkan data: pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan dan mencari masalah yang terbuka yang ada di dunia atau nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, merumuskan hipotesis dan membuat ramalan, mencari informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan, (4) menghasilkan karya dan didemontrasikan: pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan karya tertentu dan dapat diperagakan yang memperjelas atau mewakili masalah yang ditemukan. Karya ini dapat berupa laporan, model fisik, dan video. Hasilnya dipresentasikan didepan kelas, (5) pembelajaran bermula dengan masalah, (6) pengetahuan yang diharapkan dapat dicapai dalam proses pembelajaran berbasis masalah, (7) siswa diberi kesempatan untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalahnya, serta mengorganisasikan masalah.

Smith dalam Amir, (2010: 27) mengungkapkan bahwa dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah, pelajar akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkat pemahamnannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi pemelajar.

Menurut Amir (2010: 29) tujuan penggunaan strategi pembelajaran berbasis masalah dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah, (2) mengajak siswa untuk berpikir secara rasional dan mengajak siswa untuk mengembangkan ide-ide yang mereka tuangkan dalam bentuk tulisan, (3) memberi kemandirian siswa dalam proses belajar mengajar dan memiliki masalah yang dihadapi dan mencari sumber-sumber penyelesaian masalah, sehingga menjadikan siswa kreatif dan kritis, (4) tujuan pengajaran menulis agar siswa dapat berpikir, berbuat dan merasakan tentang dirinya, tentang orang lain, tentang lembaga sosial tempat mereka bermasyarakat dan masih ada lagi yang lain.

Penekanan dalam pengajaran menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah adalah pada hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman kongkret, tidak hanya akan berarti bila dipergunakan sebagai proses pengajaran.

 

B.    Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Menulis Cerpen

Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi dalam menulis kreatif yang akan membantu dan mempermudah siswa untuk mengembangkan ide dari suatu masalah yang ada di sekitar mereka. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

1.      Tahap pertama: menemukan masalah.

Dalam tahap ini, strategi pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk memunculkan ide-ide secara mandiri untuk menemukan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan berupa fakta. Siswa dirangsang untuk menemukan masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya.

Guru bertanya jawab tentang masalah atau pengalaman pribadi yang pernah dialami siswa. Siswa diminta untuk memikirkan beberapa masalah yang dihadapi. Misalnya siswa memiliki tiga masalah, lalu dari tiga masalah tersebut akan dipilih salah satu masalah yang dirasa menarik untuk dijadikan bahan untuk menulis cerpen. Kegiatan ini sebagai apersepsi bagi siswa agar memorinya mengingat kembali hal-hal yang menarik bagi siswa, sehingga mampu menuangkannya dalam cerpen.

2.      Tahap kedua: identifikasi masalah.

Guru meminta siswa mengidentifikasi ide-ide maupun masalah yang muncul yang telah mereka tentukan sebelumnya, sehingga masalah tersebut mendapatkan pemecahan solusi yang dapat digunakan untuk menentukan alur cerita. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran hendaknya mengaitkan dengan berbagai disiplin ilmu.

 

3.      Tahap ketiga: membimbing mengumpulkan data individu atau kelompok.

Guru memberikan pengarahan untuk mencari informasi yang sesuai untuk memperoleh pemecahan masalah. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mencari informasi dan mengumpulkan data, serta merumuskan kesimpulan yang nantinya akan akan dikembangkan menjadi satu kesatuan cerita.

4.      Tahap keempat: mengembangkan dan menghasilkan karya.

 Guru membantu proses dalam mempersiapkan karya yang akan didemontrasikan siswa. Masing-masing individu siswa melakukan praktik menulis cerpen dengan mengembangkan ide atau permasalahan yang sudah mereka tentukan sebelumnya. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita melalui alur dan penokohan yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan. Dalam kegiatan ini peneliti bersama guru mitra memberikan bimbingan dengan kepada siswa, agar siswa tidak mengalami banyak kesulitan ketika menulis cerpen.

5.      Tahap kelima: melakukan evaluasi dan mengumpulkan hasil.

Pada tahap ini guru memberikan pengarahan, supaya siswa merefleksikan dan mengevaluasi terhadap proses-proses yang mereka lakukan. Setelah semua siswa selesai menulis cerpen, siswa diminta untuk mengumpulkan hasil karya cerpen mereka. Guru meminta siswa menukarkan cerpennya dengan cerpen milik teman. Siswa menyunting cerpen milik teman, kemudian cerpen yang sudah disunting tersebut direvisi kembali oleh pemiliknya. Siswa mulai memperbaiki bagian-bagian yang salah dari hasil karya cerpennya.

 

 

 

6.      Tahap keenam: mendemonstrasikan atau mempublikasikan.

Guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan dan mempublikasikan hasil karya cerpennya di depan teman-teman sekelas, sehingga siswa yang lain dapat menilai dan memberi tanggapan atas hasil kreasi salah seorang teman mereka yang telah membacakan cerpennya di depan kelas. Cerpen yang kreatif dan berkualitas akan diberikan penghargaan.

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah membantu siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi siswa. dalam pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa diajarkan untuk menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam situasi yang baru. Langkah-langkah inti pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai berikut:

1.      guru mengajukan suatu masalah;

2.      siswa melakukan penyelidikan dan berimajinasi tentang masalah yang ada;

3.      siswa mengumpulkan data dan berdiskusi untuk memperoleh informasi;

4.      siswa membuat cerpen sesuai pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Pembelajaran Berbasis Masalah;

5.      siswa mempresentasikan hasil karangan menulis cerpen;

6.      siswa bersama dengan guru menyimpulkan pembelajaran mengenai menulis cerpen dengan strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yang sudah dilakukan;

7.      dan siswa melakukan refleksi terkait pembelajaran yang baru berlangsung dan menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.

 

 

B.    Penilaian Menulis Cerpen

Penilaian dalam penelitian ini, menggunakan penilaian analytic rubric yaitu memerinci komponen yang dinilai dan masing-masing dapat diberi skor. Menurut Nurgiyantoro (2012: 444), penilaian analitis adalah penilaian hasil karangan peserta didik berdasarkan kualitas komponen pendukungnya; tiap komponen diberi skor secara tersendiri dan skor keseluruhan diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor komponen tersebut.

Dengan penelitian analitis ini, akan diperoleh informasi komponen dengan rentangan skor. Hal tersebut dapat mencerminkan tingkat kompetensi peserta didik. Melalui penilaian analitis, dapat diketahui kelebihan dan kelemahan seorang peserta didik, sehingga untuk pembelajaran menulis selanjutnya, guru dapat lebih memfokuskan pada hal-hal yang masih menjadi kelemahan peserta didik.

Menurut Machmoed dalam Nurgiyantoro, 2001: 305) kategori penilaian karangan yang pokok meliputi kualitas ruang dan lingkup isi, organisasi dan penyajian isi, gaya dan bentuk bahasa, mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan dan kebersihan. Dari pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian dalam menulis cerpen ditekankan pada proses kreatif penciptaan cerpen dengan mempertimbangkan isi, organisasi dan penyajian bahasa, dan mekanik penulisan.

Agar lebih relevan, maka aspek penilaian di atas dibagi lagi menurut kriteria-kriteria tertentu yaitu: aspek isi gagasan yang berupa fakta cerita, meliputi kriteria penyajian alur (tahapan, konflik, klimaks), latar, dan tokoh. Aspek sarana cerita meliputi kriteria penyajian judul, sudut pandang, serta gaya dan nada. Aspek tema, dan aspek ejaan meliputi kriteria penulisan huruf, penulisan kata, serta penerapan tanda baca. Selanjutnya, yang terakhir adalah aspek paragraf. Sedangkan, indikator penilaian menulis cerpen tersebut meliputi kriteria sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang (instrumen penilaian ada di lampiran 9).

 

2.2.     Kerangka Pikir

Pada dasarnya keterampilan menulis mempunyai hubungan dengan keterampilan-keterampilan yang lainnya, di mana sebelum seseorang menulis dapat dilatar belakangi setelah membaca, mendengarkan, atau bahkan bertukar pikiran dengan orang lain. Dengan adanya alasan-alasan untuk menulis, seseorang mulai menuangkan apa yang ingin ditulisnya agar orang lain pun dapat membacanya.

Pembelajaran menulis di sekolah juga mengalami hal serupa seperti apa yang telah dipaparkan di atas, terutama pembelajaran menulis cerpen. Di kelas siswa tidak mempunyai motivasi dalam belajar keterampilan menulis cerpen.

Siswa malas setiap mengikuti pelajaran menulis cerpen, dan menganggap manulis itu sesuatu yang tidak penting. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan guru cenderung monoton, siswa hanya mendengarkan materi cerpen melaui metode ceramah, siswa mendengarkan guru menyampaikan materi setelah itu guru menyuruh siswa untuk membuat cerpen.

Hal-hal yang telah disampaikan di atas membuat siswa menjadi malas untuk mengikuti pelajaran menulis cerpen. Umumnya guru mengalami kendala ketika mengajar di kelas. Pembelajaran masih berkisar dengan membaca cerpen kemudian siswa menjawab pertanyaan seputar isi cerpen atau menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen. Proses pembelajaran tersebut masih memiliki kekurangan, sehingga siswa merasa bosan dan tidak semangat untuk belajar.

Seperti kita ketahui bahwa menulis cerpen merupakan kegiatan yang tidak mudah untuk dilakukan oleh setiap orang. Pada kenyataan di sekolah pembelajaran menulis cerpen belum memenuhi tujuan yang akan dincapai. Siswa masih sulit untuk menyampaikan ide, gagasan, pikirannya ke dalam karya sastra khususnya cerpen secara baik. Oleh karena itu pembelajaran menulis cerpen memerlukan suatu strategi pembelajaran agar materi yang disampaikan guru dapat dipahami siswa, sehingga siswa dapat menghasilkan proses kreatif dari materi yang disampaikan guru. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk menulis cerpen adalah strategi pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah, dapat memudahkan siswa menemukan ide atau gagasan untuk menulis dari permasalahan yang ada di sekitar mereka, serta mengembangkan cerita melalui alur, penokohan dan latar.

 

2.3.     Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap.


BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1.     Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto, 2016). Pada pengertian lain, bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama tentang variabel-variabel yang dapat dimanipulasi dan digunakan untuk menentukan kebijakan pembangunan (Hatimah, 2000). Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas.

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh gurunya sendiri di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wijaya, 2012). Menurut Dave Ebbut (1985) dalam Arifin (2012) Penelitian Pendidikan mengatakan, bahwa penelitian tindakan adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan (guru) melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat dari tindakan tersebut.

Dari beberapa pendapat tentang penelitian tindakan kelas, dapat disimpulkan, penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan guru yang dilakukan oleh siswa yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik lagi. Penelitian tindakan kelas tidak dapat dilakukan sendiri. Peneliti harus mengadakan kerjasama secara kolaboratif dengan pihak lain yang masih menyangkut permasalahan yang akan diteliti. Secara garis besar, prosedur penelitian tindakan kelas mencakup empat tahapan, yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan, c) pengamatan, dan, d) refleksi.

Adapun model dan penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut :

1.      Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan penelitian menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan penelitian dilakukan. Istilah untuk perencanaan ini adalah kolaborasi, agar penelitian bersifat ideal antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Tahap perencanaan tersebut dapat dijabarkan dengan: membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan membuat lembar kerja siswa.

2.      Tahap Tindakan

Tahap kedua dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan. Berikut langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan tindakan:

a.   Guru memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran berdasarkan masalah.

b.   Guru melakukan proses pembelajaran dengan penilaian tes.

c.   Guru memonitor siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3.      Tahap Observasi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi atau penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara cermat selama proses belajar berlangsung. Data yang dikumpulkan yaitu data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, dan lain-lain.

4.      Tahap Refleksi

Pada tahap ini, mencakup penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya. Berikut langkah-langkah yang dilakukan pada tahap refleksi:

a.   Mengelola dan menulis data yang diperoleh dari siklus 1.

b.   Menemukan kekurangan pada siklus 1.

c.   Menyimpulkan dan merefleksikan pada siklus 1, 2, dan selanjutnya.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) setiap putarannya dirancang melalui fase perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat komponen tersebut dipandang sebagai salah satu siklus. Jika tindakan siklus I nilai rata-ratanya belum mencapai target yang ditentukan, akan dilakukan siklus II. Berikut ini merupakan gambar siklus penelitian tindakan kelas.

Oleh karena itu untuk lebih memastikan keberhasilan dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dirancang, maka menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II.

1.      Siklus I digunakan untuk mengetahui :

a.   keterampilan menyusun teks cerita pendek pada siswa (aspek psikomotorik);

b.   pengetahuan siswa terhadap cerita pendek (aspek kognitif), dan

c.   perilaku siswa dalam pembelajaran (aspek afektif)

d.   Siklus I juga digunakan sebagai refleksi untuk melakukan siklus II.

2.      Siklus II digunakan untuk mengetahui :

a.   peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek pada siswa (aspek psikomotorik);

b.   pengetahuan siswa dalam menentukan unsur-unsur pembangun cerita pendek (aspek kognitif)dan

c.   perilaku belajar siswa (aspek afektif) setelah dilakukan perbaikan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada siklus

Metode Penelitian ini juga menggunakana metode deskriptif yaitu mengidentifikasi, menganalisis, dan mendeskripsikan data yaitu berupa cerpen siswa. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini adalah upaya untuk menggambarkan kelengkapan unsur intrinsik cerpen karya siswa. Data digambarkan secara objektif dan apa adanya berdasarkan apa yang peneliti dapatkan. Dengan demikian, laporan penelitian ini selain berisi data-data kuantitatif juga berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian penelitian tersebut.

 

3.2.     Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Semester 2 Tahun Ajaran 2019/2020 dengan jadwal penelitian adalah sebahai berikut

 

3.3.     Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Cilacap, pada kelas IX semester genap tahun ajaran 2019/2020. SMP Negeri 2 Cilacap berlokasi di Jalan Jenderal Urip Sumoharjo Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. SMP Negeri 2 Cilacap termasuk dalam sekolah yang favorit. Fasilitas dan pendukung di sekolah menjadikan sekolah ini menjadi yang terbaik dibidangnya. Keberadaan sekolah yang terletak cukup strategis dan mudah dijangkau, menjadikan sekolah sering diteliti ataupun untuk mengambil data.

 

3.4.     Subjek dan Objek Penelitian

Berdasarkan observasi yang diperoleh dari pengamatan pratindakan, subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap. Pertimbangan diambilnya kelas ini sebagai sampel penelitian karena pembelajaran menulis cerpen pada kelas IX masih perlu ditingkatkan, agar nilai yang dihasilkan sesuai dengan tingkat ketercapaian pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia, kelas IX yang lain dirasa sudah mampu dan sesuai dengan tingkat ketercapaian pembelajaran.

Objek dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan menulis cerpen dengan strategi pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IX. Berdasarkan keadaan tersebut, melalui pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

 

3.5.     Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), observasi (pengamatan), dan refleksi (Kemmis dalam Madya, 2009: 59). Penelitian ini dilakukan melalui dua (2) siklus, namun sebelum memasuki siklus 1 dan 2, terdapat tahap pratindakan yang harus dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran menulis cerpen sebelum dilakukan penerapan menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM).

Kegiatan pada tahap pratindakan mulanya siswa diberikan materi tentang cerpen dan unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya, guru membagikan lembar tes awal menulis cerpen. Setelah semua siswa selesai mengerjakan tes, kemudian dikumpulkan dan dikoreksi sehingga dapat diketahui kemampuan siswa dan apa yang menjadi hambatan dalam menulis cerpen. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilaksanakan dalam bentuk siklus, masing-masing siklus terdiri atas hal-hal berikut ini :

A.     Siklus I

Prosedur pelaksanaan tindakan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut :

1.        Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti yang dibantu dengan satu guru mitra menetapkan alternatif tindakan yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan keadaan dan kemampuan siswa dalam pembelajaran praktik menulis cerpen melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a.        Diskusi dengan guru mitra untuk menyamakan persepsi dan mengidentifikasi permasalahan yang muncul terkait dengan kemampuan menulis cerpen siswa, seberapa jauh kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

b.        Peneliti bersama guru mitra merancang pelaksanaan pemecahan masalah dalam pembelajaran dengan menggunakan metode atau strategi yang tepat, yaitu menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah.

c.        Peneliti bersama guru mitra menyiapkan skenario pelaksanaan tindakan dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah dan penyediaan sarana atau media yang diperlukan seperti : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

d.        Peneliti bersama guru menyiapkan instrumen penelitian yang berupa catatan lapangan, lembar observasi, lembar pedoman penilaian, dan kamera sebagai alat dokumentasi.

2.        Tindakan

Pada Siklus I, implementasi tindakan akan dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu sebagai berikut :

a.        Pertemuan Pertama

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah sebagai berikut.

1).      Guru menyampaikan materi pembelajaran mengenai penulisan cerpen dan unsur-unsur pembangun cerpen hingga mampu membuat cerpen yang baik.

2).      Guru menjelaskan langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan siswa ketika menulis cerpen dengan memperhatikan kronologi waktu dan peristiwa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan yang benar.

3).      Siswa diajak berimajinasi sejenak mengenai apa yang sedang mereka pikirkan, ataupun mengingat peristiwa yang pernah mereka alami atau masalah yang dihadapi, sebagai awal untuk memancing kreatifitas siswa dalam memunculkan ide-ide kreatif secara mandiri yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan berupa fakta.

4).      Guru mengenalkan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dan menjelaskan tahapan menulis cerpen dengan strategi pembelajaran berbasis masalah.

5).      Guru meminta siswa menuliskan pengalaman atau masalah yang sedang mereka pikirkan. Misalnya siswa memiliki tiga masalah, lalu dari tiga masalah tersebut akan dipilih salah satu masalah yang dirasa menarik untuk dijadikan tema dan bahan dalam  menulis cerpen.

6).      Siswa mengidentifikasi masalah sesuai dengan tema masing-masing yang berangkat dari permasalahan dan pengalaman pribadi yang telah mereka tentukan.

7).      Guru meminta siswa membuat kerangka cerpen untuk memudahkan siswa dalam praktik menulis cerpen, dengan tetap memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen dan strukur kebahasaan cerpen tersebut.

8).      Guru meminta siswa untuk praktik menulis cerpen dengan mengembangkan kerangka cerpen yang sudah mereka buat. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita dalam alur dan penokohan yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan.

9).      Disaat siswa sedang bekerja, guru berkeliling melihat pekerjaan siswa dan guru membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan ide-ide untuk dituangkan dalam menulis cerpen.

10).  Jika cerpen belum selesai dikerjakan, akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.

b.        Pertemuan Kedua

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua adalah sebagai berikut.

1).      Guru membimbing siswa untuk berdiskusi tentang materi cerpen yang pada pertemuan pertama belum siswa pahami.

2).      Jika pada pertemuan pertama siswa belum selesai mengerjakan tugas, siswa melanjutkan praktik menulis cerpen.

3).      Setelah siswa selesai menulis cerpen dengan waktu yang telah ditentukan, guru meminta salah seorang siswa untuk membacakan hasil karya cerpen yang telah mereka tulis di depan teman-teman sekelas.

4).      Guru meminta siswa yang lain menilai dan memberi tanggapannya atas hasil kreasi salah seorang teman mereka yang telah membacakan cerpennya di depan kelas.

5).      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki hasil karyanya masing-masing yaitu hasil penulisan cerpen.

6).      Setelah siswa selesai memperbaiki cerpennya, guru meminta semua siswa mengumpulkan hasil karya mereka.

7).      Guru menyampaikan kembali secara singkat mengenai cerpen dan langkah-langkah membuat cerpen dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen, sebagai bentuk kepedulian guru untuk sedikit mengingatkan bagi siswa-siswa yang mungkin telah lupa dengan materi tersebut.

3.        Pengamatan

Pengamatan (Observasi) dilaksanakan selama tindakan berlangsung yang dilakukan oleh guru mitra, dengan cara  mengamati tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti, dengan menggunakan perangkat (instrumen) berupa lembar observasi yang dilengkapi dengan catatan lapangan.

Dalam lembar observasi, yang dinilai terdiri dari atas beberapa aspek yaitu :

a.        Sisaw dalkam bentuk : penampilan perilaku siswa, reaksi, penerapan strategi dan suasana berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar;

b.        Guru dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa.

Hasil observasi digunakan untuk menentukan strategi yang efektif dan efisien, dan didokumentasikan dalam catatan lapangan.

4.        Refleksi

Dalam tahap refleksi ini, peneliti berusaha memahami proses, masalah, dan kendala nyata dalam tindakan. Hasil observasi yang telah dideskripsikan, didiskusikan dengan guru mitra berupa komentar dan tanggapan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga tingkat keberhasilan setiap aspek dapat diukur. Dengan demikian aspek yang yang belum dinilai dapat ditindak lanjuti pada siklus berikutnya.

 

B.     Siklus II

Pada siklus kedua ini pembelajaran menulis cerpen berkonsentrasi pada hal-hal yang belum dikuasai oleh siswa. Hal ini dimaksudkan agar kelemahan dan kesulitan siswa dalam menulis cerpen dapat diatasi. Prosedur yang dilakukan pada siklus kedua adalah sebagai berikut :

 

1.        Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi dari siklus pertama, rencana implementasi tindakan yang akan dilakukan guru pada siklus kedua sebagai berikut.

a.        Pada siklus kedua ini peneliti bersama guru mitra memecahkan faktor yang menjadi hambatan bagi siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen sebagai bentuk dari tindak lanjut dari Siklus I.

b.        Peneliti bersama guru mitra mempersiapkan dengan matang skenario pelaksanaan tindakan kelas dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah dan penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh siswa ketika proses belajar mengajar menulis cerpen.

c.        Peneliti bersama guru mitra menyiapkan instrumen pengambilan data yang berupa lembar catatan lapangan, lembar observasi, lembar pedoman penilaian, dan kamera sebagai alat dokumentasi.

2.        Tindakan

Implementasi tindakan pada siklus kedua dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pada Siklus II, pembelajaran keterampilan menulis cerpen disesuaikan hasil evaluasi dan refleksi pada Siklus I, dengan pelaksanaan sebagai berikut :

a.        Pertemuan Pertama

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah sebagai berikut.

1).      Guru memberi penjelasan kepada siswa mengenai kekurangan mereka dalam menulis cerpen yang telah dilakukan pada Siklus I, berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi Siklus I.

2).      Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang masalah atau pengalaman pribadi yang pernah dialami siswa, kegiatan ini sebagai apersepsi bagi siswa agar memorinya mengingat kembali hal-hal yang menarik bagi siswa, sehingga mampu menuangkannya dalam cerpen.

3).      Guru meminta siswa menuliskan pengalaman atau masalah yang mereka anggap berkesan untuk dijadikan bahan menulis cerpen sebagaimana Siklus I.

4).      Siswa mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi berdasarkan pengalaman pribadi yang telah mereka tentukan, hingga dapat menjadi kerangka dalam penyusunan cerpen.

5).      Guru meminta siswa membuat kerangka cerpen untuk memudahkan siswa dalam praktik menulis cerpen, dengan tetap memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen dan struktur kebahasaan.

6).      Guru meminta siswa untuk praktik menulis cerpen dengan mengembangkan kerangka cerpen yang sudah mereka buat. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita dalam alur dan penokohan yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan.

7).      Guru mengingatkan kepada siswa atas hal-hal yang telah dievaluasi sebelumnya, agar siswa menghasilkan cerpen yang lebih baik dari hasil yang telah dilakukan pada Siklus I.

8).      Disaat siswa sedang bekerja, guru berkeliling melihat pekerjaan siswa dan guru membantu siswa yang mengalami kesulitan.

9).      Jika cerpen belum selesai dikerjakan, akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.

 

b.        Pertemuan Kedua

Selanjutnya, kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua adalah sebagai berikut.

1).      Jika pada pertemuan pertama siswa belum selesai mengerjakan tugas, siswa melanjutkan praktik menulis cerpen.

2).      Setelah siswa selesai menulis cerpen dengan waktu yang telah ditentukan, guru meminta beberapa siswa untuk membacakan hasil karya cerpen yang telah mereka tulis di depan teman-teman sekelas.

3).      Guru meminta siswa yang lain menilai dan memberi tanggapannya atas hasil kreasi salah seorang teman mereka yang telah membacakan cerpennya di depan kelas.

4).      Guru meminta siswa menukarkan cerpennya dengan cerpen milik teman.

5).      Siswa diminta menyunting cerpen teman, kemudian cerpen yang sudah disunting, direvisi kembali oleh pemiliknya.

6).      Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki hasil karya cerpennya masing-masing.

7).      Setelah siswa selesai memperbaiki cerpennya, guru meminta semua siswa mengumpulkan hasil karya mereka.

 

3.        Pengamatan

Pengamatan berdasarkan pada kemampuan menulis cerpen siswa dan kemungkinan terjadinya peningkatan kemampuan penulisan siswa. Pengamatan diarahkan pada faktor yang sebelumnya menjadi kelemahan penulisan cerpen siswa. Dari kegiatan ini dapat diketahui apakah pembelajaran yang dilakukan dengan strategi pembelajaran berbasis masalah mengalami keberhasilan atau tidak.

 

4.        Refleksi

Refleksi berdasarkan atas data-data yang masuk, dengan berdiskusi bersama guru pengajar. Untuk mengetahui apakah siswa dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dialami sebelumnya, dilakukan dengan cara melihat perencanaan dan implementasi dari siklus sebelumnya.

Bila ada siswa yang belum berhasil dalam kemampuan menulis cerpen, dijadikan masukan bagi kemungkinan dilaksanakan tindakan selanjutnya. Jika tujuan akhir meningkat, maka dapat dikatakan penelitian yang dilaksanakan berhasil. Akan tetapi, jika masih jauh dari harapan maka perlu dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan.

 

3.6.     Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa data perilaku siswa selama dalam proses penulisan cerpen menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah. Data kuantitatif berupa tingkat kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai tes menulis cerpen.

Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa cara yaitu:

1.      Pengamatan

Pengamatan adalah kegiatan pengamatan atau pengambilan data untuk memotret seberapa jauh efek tindakan yang telah dicapai. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dan guru mitra yang juga bertindak sebagai kolaborator. Pengamatan dilakukan dengan instrumen lembar observasi yang dilengkapi dengan pedoman observasi dan dokumentasi foto. Pengamatan ini juga dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan agar segala sesuatu yang terjadi pada saat pengambilan data dapat terangkum.

2.      Wawancara

Wawancara dilakukan dengan guru dan siswa. Wawancara dilakukan di luar jam pelajaran. Wawancara yang dilakukan dengan siswa tidak semuanya diwawancarai, hanya perwakilan dari beberapa siswa saja. Wawancara dengan peneliti yang merupakan guru Bahasa Indonesia dilakukan oleh guru secara terstruktur dan tidak terstruktur untuk mengetahui proses pembelajaran yang telah dilakukan.

3.      Angket

Angket merupakan instrumen pencarian data yang berupa pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Instrumen ini disusun berdasarkan indikator yang dapat mengungkapkan minat dan pengalaman siswa dalam menulis cerpen.

4.      Tes Menulis Cerpen

Untuk mendapatkan data yang menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam menulis cerpen dilakukan tes menulis cerpen. Tes dilakukan pada saat sebelum dan setelah pemberian tindakan. Praktik menulis tersebut menggunakan pedoman penilaian menulis cerpen berdasarkan pedoman penilaian yang telah dimodifikasi.

5.      Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan ada dua macam, yaitu berupa dokumentasi tugas siswa yang merupakan hasil kerja siswa dalam menulis cerpen baik pada saat pretes, Siklus I sampai Siklus II, dan dokumentasi foto. Dokumentasi tugas siswa digunakan untuk mengetahui intensitas siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Dokumentasi foto-foto kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan dari awal sampai akhir yang berguna untuk merekam peristiwa penting dalam aspek kegiatan kelas.

6.      Catatan Lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat kegiatan penelitian berupa persiapan, perencanaan, implementasi tindakan, pemantauan, dan refleksi.

 

3.7.     Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data berupa angket, catatan lapangan, wawancara, lembar observasi, dan lembar penilaian menulis cerpen.

 

 

1.      Angket

Angket digunakan untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran menulis cerpen yang berlangsung pada siswa. Angket terdiri dari dua jenis, yaitu angket pratindakan yang diberikan sebelum tindakan dilakukan untuk mengetahui pembelajaran menulis cerpen siswa sebelum diberi tindakan, serta angket pascatindakan yang diberikan pada akhir penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah dalam menulis cerpen siswa (instrumen penelitian terdapat pada lampiran 7 dan 8).

2.      Catatan Lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat kegiatan penelitian berupa persiapan, perencanaan, implementasi tindakan, pemantauan, dan refleksi.

3.      Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan penulisan cerpen siswa dan kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran menulis cerpen (instrumen penelitian terdapat pada lampiran 6).

4.      Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mendata, memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan menulis cerpen yang berlangsung di kelas. Lembar observasi disusun berdasarkan pedoman observasi yang digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa. Hasil observasi dilengkapi dengan catatan lapangan (field notes) (instrumen penelitian terdapat pada lampiran 10-13).

5.      Lembar Penilaian Keterampilan Menulis Cerpen

Lembar penilaian keterampilan menulis cerpen yang berupa cerpen menggunakan penilaian berdasarkan penilaian hasil karangan yang telah dimodifikasi dari buku Burhan Nurgiyantoro yang berjudul “Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra” tahun 2001 halaman 307. Ada beberapa kriteria yang harus dinilai agar peneliti mengetahui kemampuan siswa dalam memahami pelajaran menulis. Adapun kriteria penilaian ketrampilan menulis cerpen terdapat pada lampiran 9.

 

3.8.     Teknik Analisis Data

Data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Analisis tindakan dilakukan secara kualitatif, sedangkan analisis hasil tindakan dilakukan secara kuantitatif. Analisis kualitatif yang dilakukan berdasarkan data yang terkumpul berupa hasil wawancara, catatan lapangan, lembar observasi, angket, dan dokumentasi foto.

Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes awal dan dari hasil tes akhir. Tes awal dan tes akhir dilakukan sebelum dan setelah siswa diberi tindakan yang berupa pembelajaran menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Data ini menggunakan pedoman penilaian sebuah karya cerpen. Pedoman penilaian menulis cerpen tersebut berdasarkan penilaian hasil karangan (Nurgiyantoro, 2001: 307) dengan pengembangan secukupnya. Pembobotan skor pada tiap aspek didasarkan pada tingkat pentingnya masing-masing aspek dalam karangan. Skor tertinggi 100 dan skor terendah 48, dengan aspek yang dinilai antara lain isi gagasan, sarana cerita, tema, ejaan, dan paragraf.

 

3.9.     Validitas dan Reliabilitas Penelitian

Penelitian harus menggunakan instrumen yang baik untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian. Instrumen yang baik harus memenuhi persyaratan valid dan reliabel. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen mampu memenuhi fungsinya sebagai alat ukur, dan sebuah instrumen dikatakan reliabel jika instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data.

1.      Validitas Data

Konsep validitas dalam aplikasinya untuk penelitian tindakan kelas mengacu kepada kredibilitas dan derajat keterpercayaan dari hasil penelitian. Burns (melalui Madya, 2009: 37-44) menyatakan ada lima kriteria validitas, yaitu validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogik. Adapun validitas yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut.

a.   Validitas Demokratis (democratic validity)

Validitas ini dilakukan dalam rangka identifikasi masalah perencanaan tindakan yang relevan dan hal lainnya dari awal penelitian sampai akhir.  Semua subjek yang terkait meliputi peneliti, guru pengajar, kepala sekolah, observer pendukung dan siswa yang terlibat dalam penelitian.

b.   Validitas Proses (process validity)

Validiatas proses dicapai dengan cara peneliti dan kolaborator secara intensif, berkesinambungan dan berkolaborasi dalam semua kegiatan yang terkait dengan proses penelitian. Proses penelitian dilakukan dengan guru sebagai praktisi tindakan di kelas dan peneliti sebagai partisipan observer yang selalu berada di kelas mengikuti jalannya proses pembelajaran.

c.   Validitas Dialogis (dialogic validity)

Data awal penelitian dan masukan yang ada, kemudian diklasifikasikan, didiskusikan, dan dianalisis oleh guru dan kolabolator untuk memperoleh kesepakatan. Penentuan bentuk tindakan dilakukan bersama antara peneliti, guru pengajar, dan kolabolator. Dialog atau diskusi dilakukan untuk menyepakati bentuk tindakan yang sesuai sebagai alternatif permasalahan dalam penelitian tindakan tersebut.

2.      Reliabilitas Data

Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan lapangan, lembar observasi, hasil wawancara, angket, dan lembar penilaian menulis cerpen. Selain itu juga dilampirkan dokumentasi foto selama penelitian berlangsung.

 

3.10. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan, keberhasilan penelitian tindakan ditandai dengan adanya perubahan menuju arah perbaikan. Indikator keberhasilan tindakan terdiri atas keberhasilan proses dan produk.

1.      Indikator keberhasilan proses dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.

a.   Siswa aktif berperan serta selama proses pembelajaran berlangsung.

b.   Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan.

c.   Terjadi peningkatan minat terhadap pembelajaran menulis cerpen.

2.      Indikator keberhasilan produk, dideskripsikan dari keberhasilan siswa dalam praktik menulis dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Keberhasilan hasil diperoleh jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata antara prestasi subjek penelitian sebelum diberi tindakan dengan sesudah diberi tindakan. Adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan dari Siklus I dan Siklus II oleh sebagian besar siswa. Perubahan yang terjadi dari masing-masing siklus diharapkan sebagai berikut:

         

3.      Data hasil nilai ketuntasan minimal dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Kriteria untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) yaitu: sangat kurang, kurang, cukup, baik, sangat baik. Jadi hasil post test kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada akhir pelaksanaan pembelajaran dapat disajikan dalam interval kriteria sebagai berikut:

Posting Komentar

0 Komentar