IMPLEMENTASI
INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARDS (IAS)
41 TENTANG BIOLOGICAL ASSET PADA PERUSAHAAN
PERKEBUNAN SAWIT PT.INDORAYA EVERLATEX KALIMANTAN
SELATAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu sisem akutansi keuanan yang berlaku secara
internacional adalah IFRS (Internasional Financial
Accounting Standards) merupakan suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan
global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi
keuangan. IFRS mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa laporan keuangan interim
perusahaan untuk periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi yang berkualitas tinggi yang transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan
sepanjang periode yang disajikan, kemudian menyediakan titik awal yang memadai untuk
akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
IFRS menjadi suatu Standar Akuntansi Internasional
yang diterbitkan oleh Internasional Accounting
Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun
oleh empat organisasi utama dunia Akuntansi Internasional yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar
Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). Internasional Accounting Standards merupakan
induk dari IFRS karena sebagian besar standar yang ditetapkan dalam IFRS dahulunya
adalah IAS. Kemudian seluruh IAS diadopsi oleh IASB dan dilanjutkan pengembangan
standar yang dilakukan sebagaimana standar akuntansi sekarang ini .
Pada tahun 2012 merupakan tahun implementasi IFRS
dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Sebagaimana ketentuan yang
beraku secara internasioal maka Indonesia mewajibkan setiap perusahaan terutama
perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia maupun yang
belum terdaftar mengacu pada IFRS pada pembuatan laporan keuangannya. Dengan adanya
kewajiban ini, perusahaan mau tidak mau harus menerapkannya. Padahal beberapa perusahaan
menemui kesulitan dalam menerapkan IFRS tersebut dalam pembuatan Laporan Keuangannya.
Kesulitan itu antara lain, kondisi peraturan perundang-undangan yang belum tentu
sinkron dengan IFRS dan kurang siapnya sumber daya manusia sehingga perusahaan harus
mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Laporan Keuangan merupakan hasil kinerja suatu perusahaan
selama satu periode. Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi
tentang posisi keuangan (neraca), kinerja (laporan laba rugi), dan perubahan posisi
keuangan (laporan arus kas) suatu perusahaan. Laporan keuangan harus disajikan secara
wajar dimana transparansi terjamin. Kewajaran Laporan Keuangan dapat bermanfaat
untuk tujuan pengambilan keputusan manajemen.
Dalam Laporan Keuangan terdapat Laporan Neraca. Laporan
Neraca menyediakan informasi mengenai posisi keuangan suatu perusahaan. Neraca harus
menyajikan secara terpisah kategori dan klasifikasi utama aktiva dan kewajiban.
Perlakuan akuntansi pada Neraca Perusahaan harus sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Perlakuan Akuntansi didefinisikan meliputi pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan.
Aset merupakan aktiva yang mempunyai manfaat ekonomik
di masa datang yang cukup pasti, dikuasai oleh entitas dan timbul akibat transaksi
atau kejadian masa lalu. Aset mencerminkan kekayaaan baik berwujud maupun tidak
berwujud yang berharga atau bernilai pada sebuah perusahaan. Aset pada perusahaan
terdiri dari aset lancar, aset tetap dan aset tidak berwujud.
Biological Asset adalah aset yang unik karena mengalami
transformasi pertumbuhan bahkan setelah Biological Asset menghasilkan output. Transformasi
biologis terdiri atas proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang
menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan hewan dan
tumbuhan tersebut. Biological Asset dapat menghasilkan aset baru yang terwujud dalam
agricultural produce atau berupa tambahan Biological Asset dalam kelas yang sama.
Karena mengalami transformasi biologis itu maka diperlukan pengukuran yang dapat
menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kontribusinya dalam
menghasilkan aliran keuntungan ekonomis bagi perusahaan (Ahmad Ridwan Abd, 2011).
Pada umumnya, karena karakteristiknya yang unik, perusahaan
yang bergerak di bidang agrobisnis mempunyai kemungkinan untuk menyampaikan informasi
yang lebih bias dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak di bidang lain, terutama
dalam hal mengukur menyajikan, sekaligus mengungkapkan terutama mengenai aset tetapnya
yang berupa Biological Asset (Ahmad Ridwan Abd, 2011).
Agrikultur mempunyai sifat yang spesifik. Dikatakan
sebagai karakteristik yang unik karena tumbuhan dan hewan merupakan Biological Asset,
hasil produksi tidak bersifat mekanistik karena banyak faktor yang mempengaruhi
dan hasil pertumbuhan dipengaruhi kombinasi beberapa faktor yang berada diluar kendali
manajemen.
Perlakuan akuntansi terhadap Biological Asset suatu
perusahaan merupakan hal yang sangat penting. Apabila terjadi salah pengalokasian
biaya tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam pengidentifikasian nilai Biological
Asset, maka laporan keuangan yang merupakan sumber informasi menjadi tidak relevan
dan tidak andal (Rahmadi, Willyan. 2012).
Salah satunya yang termuat dalam IAS 41 (2009) adalah
agrikultur dengan penerapan metode nilai wajar dalam IAS 41 (2009). Agrikultur sebagai
metode pengakuan dan pengukuran Biological Asset di Indonesia menggunakan metode
harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Sampai saat ini Biological Asset
merupakan aset yang tidak dikecualikan dari PSAK 16 Aset Tetap. Namun hal tersebut
menimbulkan permasalahan mengingat tidak semua Biological Asset mengalami penyusutan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14
tentang Persediaan dan PSAK No.16 tentang Aset Tetap. Kedua PSAK ini dijadikan sebagai
tolak ukur kewajaran dari Biological Asset karena dalam SAK tidak terdapat pernyataan
yang mengatur tentang perlakuan akuntansi bagi Biological Asset secara spesifik,
sehingga perlakuan akuntansi bagi Biological Asset mengikut kepada PSAK No.14 dan
PSAK No.16 sesuai dengan di mana aset biologis tersebut diakui. Informasi pada Laporan
Keuangan yang disusun berdasarkan PSAK No. 14 dan PSAK No. 16 perhitungannya menggunakan
historical cost dinyatakan kurang relevan dan andal karena saat ini telah diterapkan
fair value yang lebih andal dan relevan.
Dalam International Financial Reporting Standards
(IFRS) telah diatur tentang Biological Asset secara mendalam. Saat ini, Indonesia
telah mengacu pada IFRS dalam pembuatan Laporan Keuangannya sehingga perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan maupun Perikanan seharusnya
telah mengacu pada aturan mengenai Biological Asset tersebut agar laporan keuangannya
dapat menjadi informasi yang andal dan relevan dalam pengambilan keputusan bisnis.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan kerangka
acuan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan
entitas harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan agar informasi yang
disajikan dapat dipahami oleh para pengguna laporan keuangan. SAK terus-menerus
mengalami perkembangan, dimulai sejak tahun 1973 menjelang diaktifkannya pasar modal
di Indonesia. Pada saat ini SAK mengacu ke IFRS (International Financial Reporting
Standards) yang dituangkan dalam SAK per 1 Juni 2012. SAK ditujukan untuk entitas
yang memiliki akuntabilitas publik. Adopsi IFRS bukanlah suatu pilihan untuk Indonesia
melainkan suatu keharusan sesuai dengan kesepakatan pemerintah dalam kelompok G-20.
Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur untuk entitas
perkebunan secara khusus sampai sekarang ini belum ada. Selama ini hanya ada PSAK
32 yang mengatur mengenai akuntansi kehutanan yang juga ikut diterapkan dalam entitas
perkebunan. Akan tetapi, PSAK 32 sudah dicabut oleh Ikatan Akuntan Indonesia pada
bulan Januari tahun 2010 dan tidak dipergunakan lagi sebagai suatu standar akuntansi
yang ada di Indonesia. Pencabutan PSAK 32 dilatarbelakangi oleh keputusan pemerintah
Indonesia untuk menerapkan IFRS (International Financial Reporting Standards) yang
kini diadopsi lebih dari 120 negara.
Akuntansi dalam praktiknya mengkategorikan banyak
aset seperti aset lancar, aset tidak lancar, dan aset tetap. Aset biologis termasuk
dalam kategori aset tidak lancar dan berbeda bila dibandingkan dengan jenis aset
tidak lancar lainnya. Aset biologis termasuk tanaman dan hewan. Aset biologis yang
termasuk hewan seperti kambing, sapi, kerbau, ikan, dll. Sedangkan aset biologis
yang termasuk tanaman seperti sayuran, tanaman perkebunan, pohon, dll. Hasil dari
produk yang dipanen dari perubahan sifat aset biologis dikenal sebagai produk pertanian.
Produk pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi, antara
lain padi, jagung, kedelai, sayur- sayuran, cabai, ubi, dan singkong (www.wikipedia.com).
Disamping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet,
kelapa sawit, tembakau, kapas, kopi, dan tebu.
Menurut Widyastuti (2012) industri perkebunan memiliki
karakteristik khusus yang membedakan dengan industri lainnya. Perbedaan tersebut
ditunjukan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman
untuk menghasilkan suatu produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut.
Akibat adanya karakteristik yang unik dan berbeda inilah, maka perusahaan yang bergerak
dibidang agrikultur memiliki kemungkinan untuk menyajikan informasi secara lebih
bias bila dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak dibidang lain, terutama dalam
hal pengukuran, penyajian, dan pengungkapan aset tetapnya yang berupa aset biologis
(Ridwan, 2011).
Pada perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan
dalam mengelola aset biologisnya yang berupa tanaman perkebunan cenderung lebih
rumit dalam perlakuannya. Hal ini dikarenakan, pada perkembangannya saat ini, aset
biologis akan mengalami klasifikasi yang berulang disepanjang umur ekonomisnya akibat
transformasi bentuk aset tersebut. Keberadaan aset biologis bagi entitas bisnis
yang bergerak dibidang perkebunan menjadi sangat unik karena jenis aset ini merupakan
komoditas utama entitas. Aktivitas utama entitas dalam pengelolaan aset biologis
mulai dari penanaman hingga aset biologis bisa menghasilkan produk yang bisa dijual
harus dikelompokkan dengan benar agar bisa menghasilkan laporan keuangan yang relevan,
andal, dapat diperbandingkan dan dapat dipahami (Laras dan Fachriyah, 2011).
Perlakuan akuntansi merupakan suatu perbuatan yang
dikenakan terhadap proses akuntansi yang meliputi proses pengidentifikasian, pencatatan,
pengklasifikasian, dan peringkasan data-data yang bersifat finansial yang selanjutnya
akan dilaporkan sebagai informasi yang dapat digunakan oleh yang berkepentingan
dalam pengambilan keputusan. Pihak- pihak yang membutuhkan informasi keuangan meliputi:
investor, karyawan, pemberi pinjaman, kreditur, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat.
Maka dari itu, informasi keuangan yang disajikan harus sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku secara global yaitu IFRS (International
Financial Reporting Standards).
Dalam melakukan pengukuran, pengakuan, dan penyajian
aset biologis yang dimiliki perusahaan perkebunan harus menggunakan metode akuntansi
yang tepat agar bisa menentukan nilai dari aset biologis secara wajar. Apabila entitas
sudah mampu menilai secara wajar maka laporan keuangan entitas juga akan disusun
dengan informasi sesungguhnya yang terjadi dilapangan. Namun, apabila entitas tidak
mampu melakukan penilaian dengan wajar maka kemungkinan entitas menyampaikan informasi
yang bias kepada para pengguna laporan keuangan.
……………………………………………………………………………………………...
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian terkait dengan latar belakang
masalah, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlakuan akuntansi Biological Asset pada
PT. Indoraya Everlatex Kalimantan Selatan berdasarkan PSAK No. 14 dan PSAK No. 16?
2. Bagaimana perlakuan akuntansi Biological Asset berdasarkan
IAS 41?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis rumusan masalah yang telah dikemukakan,
yang dapat diuraikan sebagai berikut
:
1. Mengetahui perlakuan akuntansi Biological Asset pada
PT. Indoraya Everlatex Kalimantan Selatan. PSAK No. 14 dan PSAK No. 16.
2.
Mengetahui
perlakuan akuntansi Biological Asset berdasarkan IAS.
1.4. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis membatasi penelitian ini
dengan mengambil objek penelitian hanya pada Perlakuan Akuntansi Biological Asset
yaitu meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan berupa tanaman
perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan PT. Indoraya Everlatex Kalimantan Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1.
Aspek akademis, sebagai bahan yang menambah khasanah pengetahuan pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin.
2.
Aspek pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan yang menambah pengetahuan
dan wawasan bagi peneliti dibidang ilmu akutansi, khususnya mengenai pengakuan dan pengukuran Biological Asset sebagaimana
yang termuat dalam Standar Akuntansi Keuangan berdasarkan PSAK No. 14, PSAK No. 16 dan IAS 41.
3. Aspek praktis, sebagai bahan masukan bagi manajemen dan pimpinan PT. Indoraya Everlatex Kalimantan Selatan sebagai bahan referensi dalam membuat keputusan khususnya pengelolaan Biological Asset.
4.
Bahan
referensi ataupun acuan bagi peneliti selanjutnya terutama bagi peneliti yang berminat
mengadakan penelitian dengan kajian yang sama dimasa yang akan datang.
More From Author
penelitian