Ticker

6/recent/ticker-posts

PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA

PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA BANJARMASIN  
MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
oleh Rabiynet@gmail.com

A. Pendahuluan 
Salah satu masalah besar yang dihadapi negara besar maupun negara sedang berkembang seperti Indonesia adalah kemiskinan. Penyebab utamanya antara lain Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Kurangnnya perhatian pemerintah merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan dalam mengatasi kemiskinan baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Pada negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional, tidak terkecuali Negara Indonesia. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian baik pada suatu daerah bahkan dapat berdampak secara luas. 

B. Kemiskinan 
Kesenjangan ekonomi merupakan ketimpangan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar dibanyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya meliputi: Pertama, gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Ketiga, gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Menurut Todaro (2006) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 
(1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, 
(2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, 
(3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, 
(4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, 
(5) perbedaan struktur industri, 
(6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan 
(7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri. 
Sedangkan menurut Jhingan (2000), mengemukaan tiga ciri utama Negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif dan yang ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman. Kemudian menurut Todaro (2006) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan rendahnya investasi perkapita. Dari Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga. 2. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja. 3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian. 4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah. 5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan. 6. Kurangnya peranan kelembagaan yang ada. Sedangkan Asnawi (1994) menyatakan suatu keluarga menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor teknologi. Sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan, dependensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan pekerjaan, dan semuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu sendiri, kalau sosial budaya masyarakatnya masih terbelakang maka rendahlah mutu sumber daya manusianya. Sebaliknya kalau sosial budaya modern sesuai dengan tuntutan pembangunan maka tinggilah mutu sumber daya manusia tersebut. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada 2 (dua) faktor utama yaitu (1) Tingkat pendapatan nasional rata-rata dan (2) Lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Setinggi apapun tingkat pendapatan nasional perkapita yang dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatan yang tidak merata maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah (Daulay, 2009). Menurut Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Rendahnya taraf pendidikan. 2. Rendahnya taraf kesehatan. 3. Terbatasnya lapangan kerja. 4. Kondisi keterisolasian. Kemiskinan melekat pada diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak memiliki aset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki aset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkungan kemiskinan tanpa ujung dan pangkal. Pendapat Ginanjar (1996) bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Sumber daya alam yang rendah. 2. Teknologi dan unsur penduduknya yang rendah. 3. Sumber daya manusia yang rendah. 4. Saran dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik. Rendahnya beberapa faktor di atas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima yang pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan. Menurut Moeljarto Tjokrowinoto (1999), Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidenal poverty. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang kritis dan atau terisolasi. Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu seasonal povery, yaitu kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usahatani tanaman pangan dan nelayan. Pola yang lain adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang bersangkutan. Apabila dikaji terhadap faktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata pula. Demikian pula dengan kemiskinan yang terjadi di Kota Banjarmasin sebagaimana kemiskinan yang yang terjadi di kota-kota besar yang ada di Indonesia, Kota Banjarmasin merupakan Ibu Kota Provinsi, merupakan wilayah yang terpada penduduknya di bandin Kab\Kota yang ada di Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dihuni oleh banyak suku dengan aneka macam mata pencahariannya, selain sebagai kota provinsi Kota Banjarmasin merupakan kota perdagangan terbesar di Kalsel bahkan mencakup pula Kalteng dan Kaltim. Sehingga kota ini semakin tahun penduduknya semakin padat, seiring itu pula permasalahan kota pun semakin rumit yang antara lain adalah kemiskinan kota. Dimana penduduknya mengalami perbedaan pendapatan dengan biaya hidup mereka. 

C. Gambaran Umum Kota Banjarmasin Berdasarkan data sekunder Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk Kota Banjarmasin sampai pada akhir tahun 2010 berjumlah 625.481 jiwa dengan luas wilayah 98,46 km² dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 31.600 orang dengan persentase penduduk miskin sebesar 5,04% dengan besaran garis kemiskinan 267.807 Rp/kap/bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, dan Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin
Tahun Luas wilaya (Km2) Jumlah Rumah Tangga (orang) Jumlah Penduduk (orang) Jumlah Penduduk Miskin (orang) Persentase Penduduk Miskin (%) Garis Kemiskinan (Rp/kap/bulan)
2007 72 162.730 615.570 17,600 2,9 149,229
2008 72 165.852 627.245 29,500 4,77 192,280
2009 72 172.210 638.902 30,300 4,8 235,341
2010 98,46 165.045 625.481 31,600 5,04 267,807
Dapat dilihat dari data tersebut bahwa terdapat kenaikan garis kemiskinan pada tahun 2010 dibanding pada tahun 2009 demikian pula pada tahun-tahun sebelumnya.

D. Upaya Pemerintah Dalam Mengurangi Kemiskinan 
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan di tahun 2012 adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan Sumber Daya manusia Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah. 2. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan. Penyuluhan lingkungan untuk menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak masyarakat. Misalnya, minuman keras, obat terlarang, dan pembajakan, lantaran dalam Islam distribusi tidak hanya didasarkan optimalisasi dampak barang tersebut terhadap kemampuan orang. Tapi, pengaruh barang tersebut terhadap prilaku masyarakat yang mengkonsumsinya. 3. Redistribusi Pendapatan secara lebih baik Negara akan ikut bertanggungjawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok, atau golongan lebih-lebih kepentingan perorangan. Dengan demikian, sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai jatuh ke tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi. 4. Pembangunan Infrastruktur Negara akan menyediakan fasilitas-fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan. Seperti sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan, jembatan dan lain sebagainya. 5. Namun terdapat 5 (lima) permasalahan dalam pengentasan kemiskinan yaitu : a. Lemahnya instusi pengelola program pengentasan kemiskinan b. Kebijakan penggunaan data basis keluarga miskin belum secara operasional dipergunakan sebagai intervensi program pengentasan kemiskinan c. Belum ada mekanisme dan sistem pencatatan dan pelaporan program pengentasan kemiskinan d. Dukungan anggaran operasional pengentasan kemiskinan yang masih terbatas e. Harus ada sinergisitas antara program pengentasan kemiskinan yang diprogramkan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selama ini program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah pusat tidak maksimal diterapkan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, karena tidak disiapkannya infrastruktur pendukung untuk program tersebut. 

 E. Pemberdayaan Masyarakat 
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan yang merangkum multi-aspek. Konsep ini mewakili paradigma baru pembangunan (postdevelopmentalism paradigm), yang bersifat people centred, participatory, empowering and sustainable”. Paradigma pemberdayaan masyarakat lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah prosfes pemiskinan lebih lanjut (safety need), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty”. Intinya adalah agency, self-determination, dan self-help dengan basis sustainabilitas. Menurut Sumodiningrat (1998), upaya memberdayakan masyarakat harus dilihat dari tiga sisi. Pertama, upaya itu harus mampu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, ia harus memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Ketiga, ia juga mengandung pula arti melindungi, program pemberdayaan masyarakat hanya mungkin dapat mewujudkan indikator-indikator keberdayaan bila ia dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan, seperti prinsip holisme, keberlanjutan, keanekaragaman, perkembangan organik, perkembangan yang seimbang, dan mengatasi struktur yang merugikan. Prinsip-prinsip inilah yang bila diterapkan secara konsekuen akan menjadikan program pemberdayaan tersebut sebagai pemberdayaan masyarakat yang mampu memberdayakan masyarakat. 

F. Peranan PNPM-PISEW 
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri telah dilaksanakan sejak tahun 2007, dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Keberhasilan PPK dan P2KP menjadi model pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di perdesaan dan perkotaan di lokasi PNPM Mandiri. PNPM Mandiri dimaksudkan untuk menjadi payung program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (CDD). PNPM Mandiri resmi diluncurkan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Palu, Sulawesi Tengah pada 30 April 2007 yang dilaksanakan hingga tahun 2015 dan sejalan dengan target pencapaian MDGs (Millennium Development Goals). Diharapkan, dalam rentang waktu 2007–2015, kemandirian dan keberdayaan masyarakat telah terbentuk sehingga keberlanjutan program dapat terwujud. Tujuan PNPM Mandiri adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri dengan cara menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat–baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian serta kesejahteraan hidup dengan memanfaatkan potensi ekonomi dan sosial yang mereka miliki melalui proses pembangunan secara mandiri. Sedangkan PNPM Mandiri Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM Mandiri PISEW) PNPM PISEW merupakan bagian dari PNPM inti yang ditujukan untuk mengatasi ketimpangan antar wilayah melalui Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat. Besar dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dialokasikan sebesar Rp 1,5 Miliar per kecamatan dan Rp 2 Miliar per kab Tujuan pelaksanaan PNPM-PISEW adalah mempercepat pembangunan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengentasan kemiskinani daerah perdesaan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan daerah (local governance) dan penguatan institusi di daerah. Kesemuanya dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1. Peningkatan pelayanan dasar dalam bidang infrastruktur sosial dan ekonomi di wilayah kelurahan sebagai ujung tombak pelaksanaan pemerintahan daerah. 2. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pengembangan sosial ekonomi di wilayahnya masing-masing. Sedangkan yang menjadi Sasaran pelaksanaan PNPM-PISEW mencakup sebagai berikut : 1. Terbangunnya infrastruktur kelurahan yang meliputi pembangunan sarana dan infrastruktur: transportasi, produksi rumah tangga, pemasaran produksi rumah tangga, air bersih dan sanitasi, pendidikan dan kesehatan. 2. Meningkatnya usaha ekonomi masyarakat berbasis rumah tangga. 3. Terbentuknya Kawasan Strategis Kota Banjarmasin, Kelompok Usaha Masyarakat, dan institusi Kelompok Diskusi Sektor (KDS) serta menguatnya fungsi KDS di lokasi yang telah memilikinya. 4. Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam berperan sebagai fasilitator dalam melaksanakan pembangunan. 5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dalam melaksanakan pembangunan melalui berbagai bidang. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan pengangguran telah lama dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dengan dimulai pada tahun 1994, Pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program sejenis lainnya, seperti Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Proyek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD). Salah satu program yang dapat menjawab kebutuhan dalam melakukan pengurangan kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka dengan juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah. Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan disebut sebagai program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Regional Infrastructure for Social and Economic Development / RISE), yang kemudian disingkat dengan PISEW. Secara nasional, beberapa program sejenis lainnya yang juga ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, telah diintegrasikan dalam satu kerangka kebijakan nasional yang dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program PISEW dengan intervensi berupa bantuan teknis dan investasi infrastruktur dasar pedesaan, dibangun dengan berorientasi pada konsep "Community Driven Development (CDD" dan "Labor Intensive Activities (LIA)", sehingga kemudian dikategorikan sebagai salah satu program inti PNPM-Mandiri. Dengan demikian kemudian program PISEW dikenal dengan nama PNPM PISEW. PNPM Mandiri Perkotaan Kota Banjarmasin dilaksanakan melalui pembangunan berbagai infrastruktur di 50 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan. Alokasi anggarannya pada tahun 2011 sebesar Rp. 2,75 miliar, dimana yang berasal dari APBN sebesar Rp. 2,18 miliar dan APBD Rp. 570 juta. Sedangkan untuk tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 100% yakni sebesar Rp. 5,60 miliar yang berasal dari APBN sebesar Rp. 5.32 miliar dan dari anggara APBD sebear Rp. 280 juta. Sepanjang tahun 2011 dan 2012 telah dibangun jalan cor beton sepanjang 8.794 meter, urugan sirtu dan siring sepanjang 3.396 meter, titian ulin sepanjang 2.206 meter, drainasse sepanjang 243 meter dan lain-lain.Berbagai pembangunan infrastruktur itu berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sepanjang tahun 2011 tenaga kerja yang terserap sebanyak 2.805 orang. Pada pelaksanaannya pembangunan infrastruktur yang paling menonjol adalah pembangunan sarana cor beton, yang dilakukan Kelurahan Tanjung Pagar, dimana pembangunan jalan beton ini dibangun diatas tanah rawa, sepanjang 231 m, yang menghubungkan pingir jalan utama. Jalan yang dulunya merupakan jalan tanah dan sering terendam oleh adanya air pasang dari sungai Barito ini, sangat sulit dilalui oleh pejalan kaki maupun kendaraan roda dua. Selain itu di lokasi ini terdapat sekolah yang jika musim hujan tiba, akan terendam dan siswa terpaksa bertelanjang kaki ke sekolah. Selain itu atas masyarakat mengusulkan pembangunan jalan ini melalui KSM untuk diperbaiki. Dari hasil musyawarah diputuskan untuk membangun jalan tersebut menjadi jalan rabat, dengan anggaran sebesar Rp. 24.655.000,- untuk pembangunan jalan sepanjang 231 meter lebar 2 meter dan tinggi 30 cm. di atas permukaan tanah. Inilah yang menjadi keunggulan program PNPM mandiri, bahwa masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur daerahnya. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan bukan hanya sekadar membagikan dana bantuan langsung masyarakat (BLM) saja kepada masyarakat. PNPM Mandiri Perkotaan merupakan wadah pembelajaran bagi masyarakat terhadap nilai dan etika yang luhur di mana masyarakat dibimbing untuk membangun kemitraan dalam mewujudkan keinginan bersama dalam rangka meningkatkan keberdayaan dan kemandirian. Dengan bantuan pembuatan jalan beton ini sekarang jalan mudah dilalui dengan kendaran baik roda dua maupun roda 4. Selain pembangunan cor beton pembangunan yang dilakukan PNPM Mandiri Perkotan juga merambah pada perbaikan titian Ulin. Titian ulin yang merupakan jalan yang berada di atas air ini mamang sangat dibutuhkan di kota Banjarmasin karena banyak pemukiman warga berada di atas air sungai sehingga akses jalan dibuat dengan titian ulin karena cenderung lebih tahan lama. Namun di beberapa titik, banyak titian ulin sudah rusak sehingga harus segera diperbaiki. Salah satunya yakni perbaikan titian ulin yang dilakukan di Kelurahan Mantuil. PNPM Mandiri Perkotaan memperbaiki titian kayu ulin sepanjang 340 meter dengan ketinggian mencapai 2 meter dari permukaan air. Warga bergotong toyong untuk memperbaiki jalan titian ulin ini, sehingga dapat dilalui dengan nyaman. Adanya program PNPM dimana membangun kembali titian jalan di lingkungan mereka dimana titian ini merupakan jalan utama bagi masyarkat di sana yang merupakan daerah pinggiran kali Martapura. Selain membangun sarana jalan, pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan juga melakukan pembangunan tempat peningkatan usaha pengelolaan penggilingan padi di Kelurahan Kelayan Selatan. Kelompok Petani Surya yang mempunyai lahan pertanian pasang surut mendapatkan bantuan pembangunan tempat penggilingan padi beserta gudang penampungan padi, dengan anggaran sebesar Rp. 75 juta yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi di wilayah Kelayan Selatan. Masyarakat bersyukur karena sebelumnya petani yang hendak menggiling padi harus keluar kecamatan sehingga menambah biaya operasional dan memakan waktu. Kini mereka tidak perlu jauh lagi karena mereka sudah dekat dan dengan biaya yang lebih murah. Kelurahan Kelayan Selatan termasuk penghasil padi terbesar di Kota Banjarmasin. Dalam setahun bisa panen 2 kali dengan produktifitas 2,5 ton per hektar. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Secara nasional PNPM Mandiri dilaksanakan sejak tahun 2007 dan merupakan program pro rakyat klaster 2 yang menitikberatkan pembangunan berbagai infrastruktur perdesaan dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Program ini memadukan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah serta didukung swadaya masyarakat. Kebersamaan ini diwujudkan dalam bentuk partisipasi daerah dalam menyediakan dana melalui APBD sebagai pendamping dana APBN. Selain itu, masyarakat juga diharapkan berperan aktif baik dengan dana, tenaga dan bantuan lainnya. Dalam PNPM Mandiri masyarakat yang merencanakan, melaksanakan, mengawasi sekaligus menikmati hasil-hasil pembangunan. Berbagai pembangunan yang dibiayai PNPM Mandiri merupakan usulan yang terseleksi secara ketat mulai dari tingkat RT, RW, desa hingga kecamatan, sehingga infrastruktur yang dibangun memiliki skala prioritas tertinggi yang dibutuhkan masyarakat. Pembiayaan utama PNPM Mandiri berasal dari APBN dan APBD, namun demikian masyarakat pun dilibatkan berpartisipasi, sehingga memperlancar pelaksanaan program-program yang telah disepakati. PNPM Mandiri melibatkan langsung masyarakat, mulai dari perencanaan dan pelaksanaan, sampai menikmati hasilnya. Anggaran PNPM Mandiri tahun 2011 sebesar Rp 10,31 triliun, mencakup 6.622 kecamatan di 33 provinsi. Sedangkan anggaran PNPM Mandiri tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi Rp 14,053 triliun, mencakup 6.860 kecamatan di 33 provinsi. Selain membangun berbagai infrastruktur, PNPM Mandiri juga memberikan dana bergulir untuk berusaha. Adapun uang yang berputar pada periode 2008-2011 sebesar Rp 4,7 triliun yang dipergunakan oleh 3 juta orang yang tersebar di 5.020 kecamatan dan sekitar 60.000 desa. Dari kegiatan tersebut tentunya diharapkan bahwa kemiskinan kota yang ada di Kota Banjarmasin dapat teratasi, paling tidak menekan laju angka kemiskinan yang terjadi setiap tahunnya, jika kemiskinan dapat ditekan maka beban pemerintah daerah dapat berkurang sehingga anggaran pembangunan dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Namun tentunya permasalahan kemiskinan bukan tanggung jawab pemerintah daerah atau pusat saja, tetapi seluruh elemen masyarakat baik melalui LSM, perusahaan ataupun perorangan tentunya dalam satu wadah bersama yaitu membangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

DAFTAR PUSTAKA 
Asnawi. S, 1994 Masalah Kemiskinan di Pedesaan dan Strategi penaggulangannya, Seminar Sosial Budaya Mengentaskan Kemiskinan. Kelompok Kerja Panitia Dasawarsa Pengembangan Kebudayaan Provinsi TK.I. Sumatera Barat
Daulay, Murni. 2009. Kemiskinan Pedesaan. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Friedmann, John. 1992. Empowerment the Political of Alternative Development. Cambridge, Massachusetts:Blackwell Publishers, Three Cambridge Center.
Indikator Kesejahteraan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Cetakan Pertama, Oktober 2011
Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press, Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat. Jakarta: CIDES
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan, LP3ES: Jakarta
Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat, Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan, 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1999. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Todaro, Michael. (2006).Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Posting Komentar

0 Komentar