Ticker

6/recent/ticker-posts

proyek perubahan diklatpim II full

AKSELERASI PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LB3) MELALUI KEBIJAKAN IDENTIFIKASI DAN KONSULTASI PUBLIK DI WILAYAH INDONESIA

I.    DESKRIPSI SINGKAT
Proyek perubahan ini berusaha untuk meletakkan fondasi yang lebih kuat dalam mendorong upaya percepatan penyelesaian pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3di Indonesia.  Kondisi di lapangan mengindikasikan bahwa permasalahan lahan terkontaminasi Limbah B3  dari waktu ke waktu mengalami kenaikan.  Sementara, jika hanya dilakukan secara “business as usual”, maka dapat diprediksi bahwa kecepatan penyelesaian untuk melakukan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di Indonesia belum dapat mengatasi permasalahan lingkungan secara keseluruhan.

Adapun target output utama untuk jangka pendek adalah tersedianya pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3. Hal ini menjadi penting, mengingat data dan informasi awal yang seringkali diterima oleh unit Direktorat PKTDLB3 kurang memadai sehingga belum dapat segera dilakukan pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3. Oleh karena itu, proses identifikasi dan inventarisasi ini menjadi penting untuk mendukung proses akselerasi pemulihannya itu sendiri.  Selain itu, buku tanya jawab seputar pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3, juga diharapkan dapat mendukung proses akselerasi ini.  Pertanyaan yang sering muncul dalam berbagai kesempatan diskusi, pembahasan, pendampingan ataupun sosialisasi terkait pemulihan lahan terkontaminasi dirangkum dalam buku tanya jawab.  Hal ini juga dimaksudkan agar berbagai pihak terkait, dapat lebih mudah dan cepat memahami hal-hal mendasar yang perlu diketahui terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.  Selanjutnya, pelaporan dan konsultasi “on line” terkait identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 yang semula direncanakan untuk jangka menengah juga diharapkan dapat terlaksana pada jangka pendek.  Hal ini dimaksudkan untuk dapat  mendukung proses akselerasi pemulihan secara keseluruhan.  Selanjutnya, implementasi proyek perubahan ini akan terus berlanjut pada tahapan jangka menengah dan panjang melalui proses identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 yang dilakukan secara lebih mendalam serta proses  monitoring dan evaluasi secara keseluruhan.



II.    LATAR BELAKANG
Kegiatan usaha dari berbagai sektor seperti  pertambangan, energi, minyak, gas, manufaktur, jasa, agroindustri dan lain-lain, tentunya berpotensi menghasilkan sisa kegiatan berupa Limbah B3 yang dapat menimbulkan dampaklingkungan termasuk kesehatan. Kesalahan dalam pengelolaan Limbah B3 akibat kurangnya pemahaman maupun adanya pelanggaran terhadap peraturan terkait pengelolaan Limbah B3 dapat menyebabkan terjadinya pencemaran atau kontaminasi di area lahan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan sehingga dapat berdampak pada kesehatan manusia.

UUD 1945 Pasal 28  dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan  lingkungan  hidup  yang baik  dan  sehat  dan merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia. Adanya area terkontaminasi Limbah B3, tentunya dapat beresiko terhadap penurunan kualitas lingkungan yang diharapkan.

Salah satu misi RPJMN 2015-2019 berdasarkan Perpres No. 2 Tahun 20015 adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan pembangunan.  Untuk menunjang hal ini, maka salah satunya adalah perlu dilakukan pemulihan terhadap lahan-lahan yang terkontaminasi Limbah B3.  Target jumlah tonase lahan terkontaminasi yang harus dilakukan pemulihan sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 target lahan terkontaminasi Limbah B3 yang harus dipulihkan adalah sebanyak 90.000 ton dari sumber institusi (yang ada penanggung jawab kegiatan dan/atau usahanya) dan sebanyak 1.000 ton yang tidak diketahui penanggung jawab kegiatan dan/atau usahanya.  Sedangkan pada tahun 2017dan tahun-tahun berikutnya, target lahan terkontaminasi yang harus dilakukan pemulihan terus semakin meningkat.

Hal ini juga sejalan dengan nawacitaPresiden RI yang ke-1 (satu) dan 5 (lima), di mana “negara harus hadir untuk melindungi segenap bangsa” dan “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”.  Artinya, dalam hal ini negara harus hadir di dalam membantu menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan hidup termasuk lahan terkontaminasi Limbah B3, sehingga tercipta lingkungan hidup yang sehat yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri. Selain itu, sejalan dengan perkembangan isu dunia, maka proyek perubahan ini, juga dapat mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-3 (tiga)  yaitu good health and well being dan ke-15 (lima belas) yaitu life on land.
.
Luasan maupun jumlah lahan terkontaminasi limbah B3 di Indonesiamemiliki kecenderungan yangmeningkat dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, luas lahan terkontaminasi Limbah B3 pada tahun 2014 tercatat sebanyak 563.952,7 ton pada luasan sebesar 172.967,13 m2 di 40 lokasi.  Sedangkan pada tahun 2015, sudah terjadi peningkatan baik luasan maupun tonase lahan terkontaminasi Limbah B3, yaitu sebesar 1.236.926,54 ton pada luasan 623.404,13 m2 di 48 lokasi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan data PROPER tahun 2014, menunjukkan bahwa jumlah Limbah B3 yang belum dikelola sebesar 12 juta ton.  Artinya, pada tahun 2014 saja  terdapat Limbah B3 sebesar 12 juta ton yang berpotensi mengkontaminasi lahan, walaupun untuk pembuktiannya masih perlu ditelusuri secara lebih mendalam. Di sisi lain, berdasarkan data lahan terkontaminasi Limbah B3 pada tahun 2015 baru teridentifikasi sebesar 1.236.926,54 ton.  Dalam hal ini, masih ada “gap” data yang cukup besar antara jumlah lahan terkontaminasi Limbah B3 yang  sudah teridentifikasi dengan jumlah Limbah B3 yang belum terkelola.  Oleh karena itu, proses identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 yang lebih komprehensif dan akurat diperlukan untuk mengetahui gambaran kondisi riil di lapangan.

Berdasarkan pengamatan penulis, secara garis besar terdapat beberapa isu-isu strategisterkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang relatif cukup mendasar yaitu:

1.    Adanya tuntutan masyarakat, dunia internasional maupun stakeholder lainnya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan bersih, antara lain melalui upaya pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
2. Indikasi adanya luasan dan lokasi lahan terkontaminasi Limbah B3 yang terus menerus mengalami peningkatan.
3. Masih terdapat kesenjangan (gap) antara data dan informasi yang digunakan sebagai basic data rencana pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 dengan kondisi rill di lapangan.  Oleh karena itu,  apabila lahan terkontaminasi Limbah B3 tidak segera ditangani dengan baik, maka resiko dan/atau dampak negatif yang  lebih luas dapat terjadi, misalnya dampak terhadap kesehatan manusia.
4.Masihkurangnya pemahaman terkait lahan terkontaminasi Limbah B3.  Misalnya, masih adanya kesulitan untuk menentukan jenis dan karakteristik Limbah B3, kesulitan untuk mengetahui potensi adanya lahan terkontaminasi Limbah B3, belum dapat membedakan antara permasalahan yang memerlukan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 atau cukup perlu dilakukan pembinaan terkait pengelolaan Limbah B3  dan lain-lain.

Dampak atau gejala akibat adanya isu-isu strategis tersebut dapat dilihat dari adanya resiko terhadap kesehatan masyarakat yang meningkat.  Sebagai contoh, resiko kesehatan yang terjadi di Desa Cinangka Kabupaten Bogor akibat adanya pencemaran timbal akibat adanya peleburan aki bekas menunjukkan resiko kesehatan yang cukup serius.  Kadar timbel dalam darah (BLL) anak-anak di Desa Cinangka relatif tinggi yaitu rata-rata sebesar 36.62 µg/dL, dengan nilai minimun ditemukan pada anak laki-laki usia 6 tahun dengan nilai BLL sebesar 16.2 µg/dl dan maksimum ditemukan pada anak perempuan berusia 7 tahun dengan nilai BLL di atas 60 µg/dL.  Kadar BLL pada anak-anak di Desa Cinangka, Kabupaten Bogor 100%memiliki BLL diatas batas normal/toleransi yang ditetapkan WHO sebesar 10 µg/dl.  Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga ditemukan bahwa anak-anak di kawasan peleburan aki bekas ditemukan menderita penurunan IQ, kerusakan sel-sel dan organ otak, anemia, gangguan pertumbuhan tulang, gangguan fungsi ginjal, kerusakan fungsi syaraf, cacat mental dan cacat fisik.

Oleh karena itulah, proses percepatan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di Indonesia menjadi hal yang prioritas.  Namun demikian, di sisi lain untuk melaksanakan percepatan pemulihan tersebut perlu didukung dengan adanya data dan informasi yang memadai.  Identifikasi dan inventarisasi awal sebagai bahan penyusunan perencanaan untuk melakukan pemulihan menjadi hal yang penting.  Kadangkala informasi yang terbatas terkait laporan adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjadi kendala untuk dapat dilakukan pemulihannya itu sendiri.  Misalnya, tidak jelasnya lokasi yang pasti di mana terjadinya kontaminasi, jenis Limbah B3 apa yang mengkontaminasi lahan, apa penyebab terjadinya lahan terkontaminasi, berapa lama waktu terjadinya pembuangan Limbah B3, bagaimana hasil analisa sampel tanah yang terkontaminasi dan sebagainya.  Tentunya. Informasi awal ini menjadi dasar untuk menentukan langkah tindak lanjut apa yang perlu dilakukan.

Kondisi saat ini, data dan informasi awal sebagai dasar untuk melakukan teknis pemulihan itu sendiri secara umum relatif masih minim. Informasi yang diterima oleh unit kerja Direktorat PKTDLB3, seringkali masih perlu dilakukan pendalaman kembali.  Misalnya, seberapa luas area lahan terkontaminasi Limbah B3 yang terjadi, di mana lokasi tepatnya (perlu dilengkapi dengan titik koordinat), apa penyebabnya dan sebagainya.  Selain itu, berdasarkan informasi yang diterima kadangkala menunjukkan bahwa masih kurangnya pemahamanyang dimiliki oleh  pihak “si pelapor” terkait lahan terkontaminasi maupun gambaran pemulihan yang harus dilakukan. Sebagai contoh, setelah dilakukan klarifikasi terhadap informasi yang diterima, ternyata informasi tersebut bukan termasuk aspek yang perlu dilakukan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3, karena limbah yang ditemukan termasuk kategori limbah non B3.

Proses identifikasi lahan-lahan terkontaminasi yang saat ini berjalan, masih dilakukan secara spontan dan kurang terstruktur dengan baik. Implikasinya, seringkali pada saat pemulihan lahan terkontaminasi akan segera dilakukan menjadi terhambat karena kurangnya informasi di dalam proses penyusunan perencanaan pemulihannya. Lokasi-lokasi lahan terkontaminasi yang akan dilakukan proses pemulihan tidak teridentifikasi dengan jelas di mana keberadaannya,  seberapa dalam tanah terkontaminasi yang perlu diangkat atau dibersihkan, sudah berapa lama terjadinya kontaminasi dan sebagainya.

Hal ini mengindikasikan perlu adanya intervensi kebijakan untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih baik yang dapat diterima oleh unit kerja Direktorat PKTDLB3, sehingga langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan terkait  proses pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 itu sendiri dapat dilakukan lebih cepat.  Mekanisme penyampaian informasi atau pelaporan masih belum ada.  Informasi minimal yang diperlukan dalam melakukan identifikasi belum dipahami secara baik oleh pihak “si pelapor”, sehingga secara umum informasi atau laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Direktorat PKTDLB3) masih memerlukan pendalaman kembali yang dapat beresiko pada lambatnya penyelesaian permasalahan.

Dengan adanya kebijakanpedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 diharapkan dapat digunakan sebagai panduan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam memberikan informasi terkait lahan terkontaminasi Limbah B3.  Data dan informasi yang diterima diharapkan dapat lebih akurat dan menggambarkan kondisi dan situasi yang sebenarnya.

Identifikasi dan inventarisasi merupakan langkah awal di dalam proses pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3. Hal ini juga akan memudahkan proses penyusunan perencanaan terhadap area lahan terkontaminasi Limbah B3 yang akan dipulihkan.  Kondisi yang lebih idealini diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayah Indonesia.

Tentunya , untuk mempercepat pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di Indonesia juga perlu didukung dengan adanya perangkat pendukung lainnya.  Misalnya, dengan ketersediaan adanya buku tanya jawab (FAQ) seputar pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.  Melalui buku ini diharapkan pemahaman pihak terkait tentang pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 dapat meningkat, sehingga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempercepat penyelesaian pemulihan itu sendiri. Selain itu, adanya saluran komunikasi melalui pelaporan dan konsultasi secara “on line”.  Di mana, laporan atau informasi serta konsultasi terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 dapat disampaikan secara on line, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat segera direspon oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 


III.    ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT PKTDLB3
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 melalui Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 (PKTDLB3) bertanggung jawab untuk mengawal penyelenggaraan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 bagi pelaku kegiatan dan/atau usaha  yang melanggar aturan pengelolaan Limbah B3 maupun pada area lahan terkontaminasi yang tidak diketahui penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha maupun tidak diketahui sumber pencemarnya. Unit kerja Direktorat PKTDLB3 ini baru terbentuk pada tahun 2015 berdasarkan PermenLHK RI Nomor: P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Adapun bagan struktur organisasi unit kerja Direktorat PKTDLB3 adalah sbb:

Direktorat PKTDLB3 mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan daerah di bidang pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun serta tanggap darurat.  Sedangkan dalam melaksanakan tugasnya Direktorat PKTDLB3 mempunyai fungsi:

a. penyiapan perumusan kebijakan pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan, energi, minyak dan gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
b. penyiapan  pelaksansaan  kebijakan pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan,  energi,  minyak  dan  gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
c. penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan, energi, minyak dan gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan, energi, minyak dan gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
e. pemberian bimbingan  teknis dan  evaluasi  pelaksanaan  bimbingan  teknis pemulihan kontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan, energi, minyak dan gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
f. supervisi atas pelaksanaan urusan pemulihan kontaminasi  limbah bahan berbahaya dan beracun di bidang pertambangan, energi, minyak dan gas, manufaktur, agroindustri, prasarana, jasa dan non institusi serta tanggap darurat;
g.    pelaksanaan administrasi Direktorat.

Unit ini didukung dengan adanya 29 personil yang terdiri dari 3 (tiga) orang setingkat Eselon III (Kasubdit), 7 (tujuh) orang setingkat Eselon IV dan staf sebanyak 19 (sembilan belas) orang, termasuk staf administrasi sebanyak 8(delapan) orang.  Jumlah staf yang relatif sedikit ini, tentunya menjadi tantangan tersendiri di dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup, khususnya terkait pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat Limbah B3 yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, di dalam proses penyelesaian permasalahan terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3, tentunya diperlukan pendekatan-pendekatan tersendiri.  Misalnya, dengan melakukan strategi “total football” di dalam melaksanakan tugas dan fungsi terkait kedirektoratan ini, yaitu dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki antar unit sub direktorat maupun dengan  memanfaatkan sumber daya dari luar unit kedirektoratan PKTDLB3 dan sebagainya.

IV.  TUJUAN PROYEK PERUBAHAN
Tujuan jangka panjang dari proyek perubahan ini adalah untuk mempercepat penyelesaian permasalahan lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayah Indonesia. Namun demikian, untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya perlu didahului target tujuan jangka pendek dan menengah, yaitu:
-    Tersedianya pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 sehingga dapat memberikan panduan bagi unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terkait, instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam menyampaikan laporan atau informasi tentang adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Memberikan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan pemahaman terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Tersedianya saluran komunikasi melalui pelaporan dan konsultasi “on line”
-    Memperoleh data dan informasi terkait lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayah Indonesia yang lebih komprehensif dan akurat.
-    Meningkatkan kapasitas pihak-pihak terkait terhadap pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Menentukan rencana pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.

V.    MANFAAT
    Manfaat dari proyek perubahan ini, pada prinsipnya juga dimaksudkan untuk mendukung  nawacita Presiden RI yang ke-1 di mana “negara harus hadir untuk melindungi segenap bangsa”.  Artinya, dalam hal ini negara harus hadir di dalam membantu menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan hidup.  Selain itu juga, sejalan dengan nawacita Presiden RI yang ke-5 (lima)  yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.  Artinya keberhasilan penyelesaian pemulihan lahan terkontaminasi, tentunya berkontribusi terhadap terciptanya lingkungan hidup yang sehat  sehingga kualitas hidup manusia Indonesia diharapkan juga dapat meningkat.

Manfaat adanya proyek perubahan juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-3 (tiga)  yaitu good health and well being dan ke-15 (lima belas) yaitu life on land. Artinya proyek perubahan dapat mendorong percepatan penyelesaian lahan terkontaminasi Limbah B3 sehingga tercipta lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang dapat mendukung kesehatan manusia yang lebih baik. Selain itu, tujuan SDGs terkait kehidupan lahan yang berkelanjutan juga dapat tercapai, melalui upaya untuk melindungi, mengembalikan fungsi ekosistem darat dan memulihkan degradasi tanah.

Adapun gambaran manfaat yang diharapkan dari proyek perubahan ini adalah sebagai berikut:

    a) Manfaat bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan:

- Untuk  mengetahui potensi adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 secara lebih akurat dan mendalam (detil).
-    Perubahan “mindset” agar pemulihan yang dilakukan tidak hanya sekedar melaksanakan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 berdasarkan business as usual saja, tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil lahan terkontaminasi yang perlu dipulihkan.
- Peningkatan kinerja pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di seluruh wilayah Indonesia.
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah di bidang pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Dapat lebih memastikan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan lebih lanjut.

    b) Manfaat bagi Pemerintah Daerah Provinsi/Kab/Kota:

- Memberikan petunjuk bagaimana melakukan identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayahnya, secara lebih efektif dan efisien.
- Memberikan  gambaran    langkah   tindak   lanjut  yang    perlu  dilakukan terkait permasalahan lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayahnya.
- Mendorong pemerintah   daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota untuk lebih peduli terhadap kondisi lingkungan di wilayahnya, khususnya terkait adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Dapat meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.

c)    Manfaat bagi pemangku kepentingan lainnya (unit terkait di lingkungan KLHK, penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha, K/L terkait, Perguruan Tinggi, organisasi masyarakat dan lain-lain):

-    Membantu para pemangku kepentingan di dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 yang ditemuinya.
-    Mendorong kepedulian terhadap kondisi lingkungan di daerahnya khususnya terkait dengan adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
- Memudahkan proses pelaporanatau penyampaian infromasi adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 secara lebih efektif.
- Meningkatkan  kapasitas SDM  terkait   lahan terkontaminasi Limbah B3.

d)    Manfaat bagi masyarakat:

- Memudahkan penyampaian laporan atau informasi terkait adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
- Terpenuhinya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan   sehat dengan terpulihkannya lahan terkontaminasi Limbah B3.
- Dapat mempercepat proses penyelesaian permasalahan terkait lahan terkontaminasi Limbah B3.
- Meningkatkan kapasitas SDM terkait lahan terkontaminasi Limbah B3 maupun gambaran terkait proses pemulihannya.

VI. RUANG LINGKUP PERUBAHAN
Ruang lingkup perubahan dalam proyek perubahan ini (minggu ke-2 Agustus 2016), adalah penyiapan kebijakan dan pelaksanaan inovasi yang berhubungan dengan:

-    Menggali permasalahan terkait pelaporan atau informasi adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Melakukan koordinasi dengan unit terkait, institusi tingkat provinsi dan kab/kota, lembaga non pemerintah dan stakeholder terkait lainnya.
-    Mengembangkan mekanisme penyampaian informasi atau pelaporan  terkait identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Penyusunan draf pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Finalisasi pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 dalam bentuk legal.
-    Penyusunan buku tanya jawab (FAQ) seputar pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
-    Finalisasi buku saku tanya jawab (FAQ).
-    Penyusunan konsep pelaporan lahan terkontaminasi Limbah B3 dan konsultasi “on line” (Dentist Kontan LB3).
-    Penyiapan perangkat pelaporan atau pemberian informasi lahan terkontaminasi Limbah B3 dan konsultasi secara on line.
-    Finalisasi perangkat pelaporan atau pemberian informasi lahan terkontaminasi Limbah B3 dan konsultasi secara on line.


VII. MILESTONES  (TAHAPAN   KEGIATAN DAN  CAPAIAN JANGKA  PENDEK,  MENENGAH DAN PANJANG)
Milestones sebagai tonggak capaian penting  bagaimana sebuah perubahan agar akselerasi pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayah Indonesia  secara keseluruhan dapat tercapai secara efektif, dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Jangka Pendek
    Pada jangka pendek diharapkan output utama yang dihasilkan adalah pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3 serta buku tanya jawab seputar pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.  Dengan adanya pedoman ini, diharapkan dapat memberikan panduan bagi unit terkait di lingkungan KLHK, institusi lingkungan hidup baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, lembaga non pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menyampaikan laporan atau informasi terkait adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 secara lebih komprehensif. 
Selain itu, adanya buku tanya jawab yang berisi berbagai pertanyaan seputar pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang umumnya sering ditanyakan, baik pada saat kegiatan sosialisasi, bimbingan teknis maupun konsultasi tatap muka, diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses pemahaman terkait pemulihan tersebut.  Dengan adanya buku ini, diharapkan dapat mempermudah berbagai pihak terkait di dalam memahami hal-hal terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
Saluran komunikasi melalui media elektronik berupa pelaporan dan konsultasi “on line” lahan terkontaminasi Limbah B3, juga diharapkan dapat tersedia pada jangka pendek. Dengan adanya perangkat sistem “on line” ini, diharapkan proses komunikasi dan konsultasi yang sifatnya umum dapat lebih mudah dilakukan.  Artinya, bagi pihak-pihak yang berkepentingan tidak harus datang langsung ke Jakarta (KLHK), tetapi dapat diakses melalui sistem “on line” tersebut.  Dengan adanya sistem “on line” ini diharapkan adanya saluran komunikasi yang lebih mudah dijangkau, sehingga juga dapat mempercepat upaya peningkatan kapasitas SDM terkait pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3, yang pada akhirnya dapat mempercepat peluang terselesaikannya pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3..
2) Jangka Menengah
    Pada jangka menengah, ditekankan pada kegiatan sosialisasi pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3, sehingga proses identifikasi dan inventarisasi juga sudah mulai dapat dilakukan dengan lebih baik. Harapan lebih lanjut adalah data dan informasi terkait adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 yang tersedia dapat lebih komprehensif dan akurat, sehingga lebih memudahkan di dalam proses perencanaan pemulihannya itu sendiri.
3) Jangka Panjang
    Dalam jangka panjang, tentunya proses identifikasi dan inventarisasi lahan-lahan terkontaminasi perlu diimplementasikan secara terus menerus.  Selama kegiatan manusia ada, tentunya potensi adanya Limbah B3 yang dihasilkan juga semakin meningkat, yang pada akhirnya resiko adanya lahan terkontaminasi Limbah B3 juga semakin meningkat.  Oleh karena itu, proses pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi lahan-lahan terkontaminasi Limbah B3 perlu dilakukan secara kontinyu.  Harapannya, adalah agar apabila ada data dan informasi terbaru terkait lahan terkontaminasi Limbah B3, maka akan semakin memudahkan proses perencanaan pemulihan yang dilakukan secara lebih komprehensif dan presisi.  Pada  akhirnya, hal ini dapat lebih mempercepat proses penyelesaian pemulihannya itu sendiri.  Demikian pula, dengan proses monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelaporan maupun identifikasi dan inventarisasi perlu dilakukan secara kontinyu, sehingga dapat mendeteksi lebih dini apabila ada mekanisme atau perangkat kebijakan yang perlu disempurnakan kembali.



VIII. TATA KELOLA PROYEK PERUBAHAN
Dalam proyek perubahan ini, mentor dan coachsangat berpengaruh terhadap arah pelaksanaan proyek perubahan ini.  Selain itu, juga untuk kelancaran pelaksanaan proyek perubahan ini juga didukung dengan adanya peran pembina. Mentor berperan sebagai sponsor, inspirator, pembimbing dan supporter.  Sedangkan coach berperan untuk mendamping dan memonitor pelaksanaan kegiatan proyek perubahan dan jika diperlukan dapat melakukan intervensi.  Pimpinan proyek perubahan/project leader berperan sebagai manajer perubahan dan Tim Tata Kelola yang akan membantu pimpinan proyek perubahan/project leader dalam pelaksanaan proyek perubahan sesuai tugas dan fungsinya. 

Adapun tugas utama masing-masing tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Pengarah/Mentor :
a.    Memberikan arahanterhadap proyek perubahan;
b.    Memberikan bimbingan selama proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek perubahan
c.    Memberi dukungan serta masukan dalam setiap tahap kegiatan;
d.    Membantu menyelesaikan hambatan yang mungkin muncul.

2.    Pembina/Kuasa Pengguna Anggaran:
a. Melakukan pembinaan kepada tim dalam rangka kelancaran pelaksanaan tata kelola proyek perubahan;
b. Memberikan dukungan anggaran untuk pelaksanaannya.

3.    Coach :
a.    Memberikan arahan dan bimbingan dalam perumusan proyek perubahan;
b.    Memantau pelaksanaan penulisan proyek perubahan;
c.    Memberikan umpan balik terhadap penulisan pelaporan proyek perubahan;
d.    Memonitor perkembangan hasil sesuai dengan tahapan atau milestonesyang disepakati;
e.    Memberikan motivasi dan dukungan sehingga proyek perubahan dapat dilaksanakan dengan baik.

4.    Pimpinan Proyek Perubahan/Project Leader:
a.    Melakukan koordinasi dengan pihak lain yang terkait untuk mendukung proyek perubahan;
b.    Memberikan arahan kepada anggota untuk dapat melaksanakan proyek perubahan;
c.    Memimpin pelaksanaan kegiatan  tim dalam rangka pelaksanaan proyek perubahan;
d.    Melaporkan pelaksanaan proyek perubahan kepada mentor dan coach.

5.    Sekretaris:
a. Membantu pimpinan proyek perubahan/project leader dalam rangka kelancaran pelaksanaan proyek perubahan;
b. Menyusun penyiapan agendadan   bahan  kegiatan  proyek perubahan;
c.  Membantu penyusunan laporan;
d. Melaksanakan tugas lain yang mendukung akselerasi pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.

6.    Anggota Tim:
a.    Menyusunkerangkateknis perumusan pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3;
b.    Mengkompilasi dan menelaah bahan masukan terhadap konsep rumusan pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3;
c.    Melakukan penjadualan dan persiapan tahapan pembahasan konsep pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3;
d.    Menyiapkan final draf pedoman inventarisasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3;
e.    Menyiapkan bahan dan proses legalisasi dalam rangka penetapan pedoman identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi Limbah B3;
f.    Melaksanakan tugas lainnya dalam rangka akselerasi pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.

7.    Tim Administrasi:
a.    Menyiapkan surat undangan untuk para pemangku kepentingan;
b.    Menyiapkan ruang/tempat rapat dengan para pemangku kepentingan;
c.    Menyiapkan notulensi rapat koordinasi dan teknis;
d.    Menyiapkan absensi kehadiran peserta rapat;
e.    Menyiapkan pendokumentasian selama tahapan pelaksanaan kegiatan;
f.    Membantu kelancaran aspek keadministrasian keseluruhan kegiatan proyek perubahan.

IX.   IDENTIFIKASI STAKEHOLDERS
Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan proyek perubahan ini, perlu didukung oleh berbagai stakeholders terkait.  Stakeholders yang terkait dengan proyek perubahan ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

1) Stakeholders internal KLHK, yang terdiri dari :
1)    Menteri LHK
2)    Sekretaris Jenderal KLHK
3)    Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3)
4)    SekretarisDirektorat Jenderal PSLB3
5)    Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (VPLB3LNB3)
6)    Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (PKPLB3LNB3)
7)    Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT)
8)    Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi (PPPSA)
9)    DirektoratPengelolaan B3 (PB3)
10)    Pusat-pusat Pengelolaan Pembangunan Ekoregion (P3E)
2) Stakeholders eksternal KLHK, yang terdiri dari:
1)    Para Institusi Lingkungan Hidup Provinsi
2)    Para Institusi Lingkungan Hidup Kabupaten
3)    Para Institusi Lingkungan Hidup Kabupaten
4)    Lembaga-lembaga Non Pemerintah (NGO)
5)    Perusahaan-perusahaan pengelola lanjutan Limbah B3
6)    Industri-industri  (yang memiliki lahan terkontaminasi Limbah B3)
7)    Masyarakat
8)    Para pakar
9)    Institusi pendidikan (Perguruan Tinggi)
10)    DPR
11)    BPK
12)    Kementerian Kesehatan
13)    Kementerian PU
14)    BNPB
15)    BPBD Provinsi
16)    BPBD Kab/Kota
Sedangkan jenis-jenis stakeholders tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1) Stakeholders primer (yang langsung dipengaruhi) terdiri dari:
-    Institusi LH Provinsi di seluruh wilayah Indonesia
-    Institusi LH Kabupaten di seluruh wilayah Indonesia
-    Institusi LH Kota di  seluruh wilayah Indonesia
-    Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (PKPLB3LNB3)
-    Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi (PPPSA)
-    Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (VPLB3LNB3)
-    Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT)
-    Lembaga-lembaga Non Pemerintah (NGO)
-    Industri-industri  (yang memiliki lahan terkontaminasi Limbah B3)
2) Stakeholders sekunder (yang tidak langsung dipengaruhi), terdiri dari:
-    Perusahaan-perusahaan pengelola lanjutan Limbah B3
-    Direktorat Pengelolaan B3
-    Pusat-pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E)
-    Para pakar
-    Institusi pendidikan (Perguruan Tinggi)
-    DPR
-    BPK
-    Kementerian Kesehatan
-    Kementerian PU
-    BNPB
-    BPBD Provinsi
-    BPBD Kab/Kota
-    Masyarakat
3) Stakeholder utama (yang berpengaruh dan keberadaannya sangat penting), terdiri dari:
-    Menteri LHK
-    Sekretaris Jenderal KLHK
-    Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3)
-    SekretarisDirektorat Jenderal PSLB3
Adapun gambaran keterhubungan antar stakeholders tersebut, dapat diilustrasikan melalui pendekatan net-map stakeholders sebagai berikut:

Berdasarkan gambaran stakeholders pada peta jaringan stakeholders atau net-map tersebut, maka stakeholders tersebut dapat dikelompokkanberdasarkan variable pengaruh (influence) dan minat (interest), yaitu:
a.    Kelompok Promoter (manage closely):
Adapun yang menjadi kelompok promotor atau kelompok yang membawa pengaruh besar yang berperan sebagai pemeran kunci adalah:
-    Menteri LHK
-    Sekretaris Jenderal KLHK
-    Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3)
-    SekretarisDirektorat Jenderal PSLB3
Stakeholders tersebut diatas memiliki pengaruh dan kepentingan besarterhadap upaya membantu proyek perubahan ini.
b.    Kelompok latens (keep satisfied) :

Adapun yang menjadi kelompok latens atau yang memiliki kekuatan yang besar, namun ketertarikan sedikit dalam proyek perubahan ini adalah :
1.    DPR
2.    BPK
Dalam proyek perubahan ini kelompok latens tidak dilakukan kerjasama karena tidak memiliki kepentingan, namun memiliki kekuatan mempengaruhi apabila pelayanan publik sebagai kunci dalam proyek perubahan ini tidak membaik.
c.    Kelompok Defender (keep informed):

Kelompok defendents memiliki ketertarikan yang tinggi untuk kesuksesan proyek, namun memiliki pengaruh yang kecil, adapun yang menjadi kelompok defender adalah :

1.    Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (VPLB3LNB3)
2.    Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 (PKPLB3LNB3)
3.    Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT)
4.    Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi (PPPSA)
5.    DirektoratPengelolaan B3 (PB3)
6.    Pusat-pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E)
7.    Para pakar
8.    Institusi pendidikan (Perguruan Tinggi)
9.    Masyarakat
10.    Lembaga-lembaga Non Pemerintah (NGO)
11.    Industri-industri  (yang memiliki lahan terkontaminasi Limbah B3)
12.    Perusahaan-perusahaan pengelola lanjutan Limbah B3

d.    Kelompok apethetics (monitor/effort).
Kelompok apethetics memiliki ketertarikan yang rendah dan kekuatan yang kecil, adapun yang menjadi kelompok dalam proyek perubahan ini adalah :
1. Kementerian Kesehatan
2. Kementerian PU
3. BNPB
4. BPBD Provinsi
5. BPBD Kab/Kota
Dalam proyek perubahan ini kelompok apethetics tetap harus selalu dimonitor.
Setelah dilakukan pemetaan daftar panjang stakeholders, selanjutnya akan dilakukan dilakukan pengelompokan stakeholders dalam diagram pengaruh dan interest kedalam diagram berikut :

7.5    Upaya dalam memobilisir stakeholders :
Upaya-upaya yang dignakan dalam memobilisasi stakeholders, menggunakan strategi komunikasi yang dapat dibangunkan tim yang efektif, dengan menyampaikan tujuan dan manfaat kepada semua stakeholders dari proyek perubahan ini dengan komunikasi dua arah, the structuring style, dan relinquishing style dengan cara :
1.    Promoter:
a.    Terus dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan mentor.
b.    Terus dilaporkan tahapan dan kemajuan kegiatan perubahan kepada mentor.
c.    Terus diminta arahan setiap ada kendala sekecil apapun
d.    Diberikan kesempatan pada setiap anggota tim menyampaikan pendapat dan gagasan secara lisan maupun tulisan.

2.     Latens:
a.    Diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan.  
b.    Disampaikan hasil proyek perubahan, khususnya yang menjadi perhatiannya seperti  peningkatan pelayan publik

3.    Defender:
a.    Diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat baik secara lisan atau tulisan.
b.    Dilibatkan dalam proses proyek perubahan sesuai dengan kebutuhan.
c.    Tetap dijaga komunikasi tahap proyek perubahan

4.    Appathetic:
Stakeholders apathetic, tetap dilibatkan sesuai dengan tahap yang dibutuhkan dengan tujuan memberikan pengertian atau meminta pendapat sehingga kelompok ini dapat berperan sebagai kelompok defender.

X.   ANGGARAN
Dalam proyek ini diupayakan menggunakan dana seminimal mungkin, mengingat terdapat beberapa kegiatan yang sebelumnya belum dianggarkan dalam APBN 2016.  Namun demikian, untuk jangka panjang dibutuhkan anggaran yang relatif cukup besar untuk mendukung akselerasi pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 di wilayah Indonesia.
Keseluruhan anggaran untuk proyek perubahan ini dibebankan pada APBN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan perkiraan rincian sebagai berikut:


XI. IDENTIFIKASI MASALAH/KENDALA DAN STRATEGI MENGATASI MASALAH
Dalam pelaksanaan proyek perubahan ini, dapat diidentifikasikan potensi masalah yang dapat terjadi serta strategi mengatasi masalah yang mungkin dapat terjadi.  Untuk mempermudah indentifikasi, maka dapat dituangkan  dalam bentuk tabel sebagai berikut:


XII.  FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kunci keberhasilan pelaksanaan proyek perubahan ini, antara lain :
1.    Dukungan penuh dari Menteri LHK dan Dirjen PSLB3 dalam rangka akselerasi pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
2.    Komitmen dan keseriusan pemberi informasi (misalnya Pemerintah Daerah, unit kerja terkait dan lain-lain) dalam memahami dan menyampaikan informasi secara mendalam terkait adanya lahan terkontaminasi Limbah B3.
3.    Dukungan staf untuk melakukan perubahan dan upaya yang lebih keras dalam mendorong upaya pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.


XIII.  RENCANA DAN JADUAL PELAKSANAAN KEGIATAN
Rencana dan jadual pelaksanaan kegiatan proyek (jangka pendek) perubahan pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Posting Komentar

0 Komentar