Ticker

6/recent/ticker-posts

PROPOSAL TESIS



PENGARUH KEPEMIMPINAN, DISIPLIN KERJA
DAN MOTIVASI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PADA  
DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pemerintahan saat ini telah bergeser ke arah desentralisasi yang lebih kuat, lebih luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional serta lebih efisien dan efektitif, seiring dengan digulirkannya semangat reformasi di segala bidang. Dimulai dari lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pergeseran dimaksud guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, yang diformulasikan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, yang senantiasa menerima dan memunculkan koreksi serta perbaikan terhadap tatanan lama. Konsep dasar otonomi daerah mengamanatkan bahwa pemerintah daerah harus mempunyai semangat pembaharuan dan reformasi, guna meningkatkan daya saing dengan tetap memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan keistemewaan sebagaimana potensi serta keanekaragaman daerah dalam kerangka sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan paradigma pemerintahan daerah yang terjadi diharapkan mendatangkan peluang lebih besar bagi setiap daerah untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, dengan lebih memberdayakan berbagai potensi yang ada dengan dilandasi oleh aspirasi kepentingan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan dan pembaharuan kepemerintahan merupakan transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas, efisiensi dan kemampuan SDM untuk melakukan inovasi dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya sistem dan organisasi pemerintah daerah.
Efisiensi dan efektivitas menjadi hal yang mengemuka dan senantiasa menjadi tujuan otonomi daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat hal inilah yang menjadikan minat penulis untuk mengadakan penelitian, disebabkan oleh semakin meningkatnya aspirasi dan keinginan masyarakat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju desentralisasi pemerintahan mengingat bahwa sumber daya (resources) semakin terbatas. Efektivitas sangat berkait dengan pencapaian tujuan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah makmur dan sejahtera yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sangat jelas dan nyata dicantumkannya langkah-langkah efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sehingga berdaya guna yang tinggi dengan memperhatikan peluang dan tantangan global. Dalam konsideran menimbang huruf (b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa : Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Ketika perubahan sistem politik menuju ke arah sistem yang demokratis, maka efisiensi dan efektivitas menjadi parameter keberhasilan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang lebih demokratris dan bertanggung jawab. Melalui pemberdayaan politik rakyat, maka Pemerintah Indonesia menerapkan desentralisasi secara luas dengan memberikan otonomi kepada pemerintah daerah.
Bahwa dengan perubahan sistem politik menuju ke arah sistem demokratis tentu akan membawa dampak yang cukup luas bagi daerah kabupaten/kota yakni : (a) bertambahnya beban/ tanggung jawab bagi daerah sehingga berakibat pada makin besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan pemerintahan. (b) daerah dituntut untuk meninjau dan menata kembali organisasi dan manajemen pemerintah daerah termasuk meningkatkan kualitas sumber daya aparat. (c) menggali dan melihat kembali potensi pendapatan daerah untuk menjadi sumber pendapatan yang potensial dan berkesinambungan bagi pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaksana otonomi daerah telah menanggung beban dan tanggung jawab yang lebih, tentu mengandung konsekwensi logis yaitu beban anggaran, baik anggaran belanja maupun anggaran pendapatan, termasuk dalam kewenangan membuat kebijakan daerah untuk menghitung anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Dengan demikian setiap urusan penghitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah terdapat pembagian wewenang secara proporsional antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang akuntabel dan efisien dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan, namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi kendala/hambatan yaitu, pertama faktor organisasi dan manajemen penyelenggaraan otonomi daerah, diantaranya dengan semakin banyaknya dinas/kantor/lembaga baru yang dibentuk dengan jumlah jabatan struktrural/fungsional bertambah banyak tapi miskin fungsi, sehingga terjadi duplikasi tugas dan fungsi antara dinas/instansi/lembaga yang hampir mempunyai kemiripan antara satu dengan yang lain, semakin menjadi beban anggaran belanja daerah. Kedua dalam dekade tahun 2000, mulai terjadi penurunan daya dukung (resources) alam, baik yang berupa kemerosotan lingkungan, inefisiensi dan inefektivitas pembangunan.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan otonomi daerah perlu didorong meningkatkan kapasitas daerah (capacity building), guna mewujudkan efektivitas dan efisiensi.
Inefisiensi dan infektivitas menjadi sumber masalah dan beban anggaran bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaran pemerintahan maupun pembangunan. Hal tersebut ditunjukan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah sebenarnya mengalami penurunan khususnya ketidakmampuan dan kekurangberdayaannya dalam menyediakan anggaran, terbukti anggaran rutin sangat berlebih mencapai 50%-75% tetapi anggaran pembangunan dan pelayanan hanya berkisar 30%-35%. bahwa otonomi daerah sudah dilaksanakan, tetapi sampai sekarang belum nyata dan bertanggung jawab. Terbukti dari kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibanding Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat, apalagi kalau dibandingkan dengan total APBD.
Mendasarkan pada filosopi dan konsep dasar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, bahwa pembangunan serta pelayanan pemerintahan diselenggarakan lebih diorientasikan oleh dan untuk daerah, sehingga dengan demikian diperlukan optimalisasi kegiatan disegala bidang sebagai upaya penggalian potensi-potensi pendapatan asli daerah, guna mewujudkan bentuk rasa tanggungjawab telah dilaksanakannya otonomi daerah dengan konsekwen dan berkelanjutan.
Namun di lapangan masih terdapat permasalahan yang mendasar berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor yang mendasari antara lain : Pertama, faktor organisasi dan manajemen penyelenggaraan otonomi daerah antara lain karena adanya penghapusan dinas/instansi vertikal di daerah yang kemudian digabungkan ke pemerintah daerah, sehingga berimplikasi terhadap permasalahan keuangan, kepegawaian, serta sarana dan prasarana. Hal ini yang menjadi awal permasalahan efektivitas organisasi di daerah. Kedua, penghapusan dan penggabungan ini berimplikasi pula terhadap motivasi dan kedisiplinan kerja pegawai, karena kehilangan jabatan yang telah lama didudukinya, kehilangan pendapatan dan tunjangan yang resmi selama bekerja pada instansi yang lama, termasuk juga basic pendidikan yang tidak cocok atau tidak sesuai dengan tempat kerja yang baru. Selain kedisiplinan pegawai yang kurang, motivasi pegawai juga rendah. Terkait dengan motivasi pegawai, Richard M. Steers (1995) menyebutkan : Motivasi atau biasa juga disebut kebutuhan adalah intern diri seseorang yang mengaktifkan dan mengarahkan tingkah laku kepada sasaran tertentu. Motivasi perseorangan dapat meliputi kebutuhan, prestasi, afiliasi (perasaan diterima), kekuasaan, kemampuan dan seterusnya.
Berdasarkan pendapat Steers (1995) tersebut dapat dilihat bahwa masalah motivasi pegawai adalah kebutuhan prestasi, afiliasi (perasaan diterima) kekuasaan, kemampuan pegawai. Kondisi semacam ini yang menjadi persoalan tersendiri bagi para pegawai. Motivasi pegawai yang rendah diduga juga akan menyebabkan rendahnya efektivitas kerja pegawai. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sejumlah pegawai akibat penghapusan dan sekaligus digabungkan dinas/instansi, maka sulit kiranya bagi semua pegawai untuk menunjukkan prestasinya karena tidak semua pegawai mendapatkan tugas sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya.
Adanya penghapusan dan penggabungan pegawai dari berbagai instansi pemerintah daerah menyebabkan adanya perasaan apakah mereka bisa diterima oleh teman sekerjanya yang berasal dari instansi yang berbeda. Ketiga, kepemimpinan diduga juga berpengaruh kepada efektivitas kerja pegawai. Akibat terlalu banyaknya jumlah pegawai yang digabungkan ke pemerintah daerah, diakui bahwa tidak semua level kepemimpinan mampu membagi habis tugas pokok dan fungsinya kepada seluruh stafnya karena terdapat pegawai baru pindahan dari penggabungan dan penghapusan dinas/instansi, pengalaman kerja dan latar belakang pendidikan tersebut di atas. Hal ini menyebabkan tidak semua pegawai baik yang lama maupun yang baru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Akibatnya efektivitas kerja pegawai tidak bisa dicapai secara optimal.
Pemerintah Kota Banjarbaru dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarbaru, semula Banjarbaru merupakan Kota Administratif dengan dengan kabupaten induknya adalah Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru terdiri dari 5 Kecamatan dengan 20 Kelurahan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, maka Pemerintah Kota Banjarbaru membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain disebutkan adalah perikanan, pertanian dan kehutanan.
Pemerintah Kota Banjarbaru sebagai daerah otonom dalam melaksanakan kewenangan urusan pemerintahan kabupaten/kota dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan yang bersifat pilihan sebagaimana terdapat pada Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat (2) dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah serta dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Banjarbaru, maka Pemerintah Kota Banjarbaru telah membentuk Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan di daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai salah satu instansi pada Pemerintah Kota Banjarbaru yang struktur dan tata kerjanya disusun berdasarkan Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas  Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kota Banjarbaru, kemudian diatur kembali dalam Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Banjarbaru serta Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 40 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Banjarbaru.
Tugas Pokok Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah :
1.         Perumusan kebijakan teknis dalam bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Walikota;
2.         Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan;
3.         Perumusan dan penetapan kebijakan, pembinaan, pengaturan, pelaksanaan tugas pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan;
4.         Pengelolaan urusan kesekretariatan.
Dilihat dari tugas, fungsi, kewenangan, serta tanggung jawab tersebut, maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan digolongkan ke dalam jabatan eselon II dengan cakupan tugas dan wewenang yang cukup luas. Cakupan tugas dan wewenang yang cukup luas tersebut diharapkan mampu mengelola sumber daya yang ada secara optimal yang menjadi bagian tolok ukur suatu keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, dari sekian banyak sistem tolok ukur keberhasilan yang lain dalam pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tentu sangat berkepentingan mewujudkan visi dan misi, serta renstra sebagai arah tujuan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan khususnya bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.
Visi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tahun 2011-2015 adalah : “Terdepan Dalam Pertanian, Perikanan dan Kehutanan”, maka Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam menggunakan sumberdaya alam yang ada digunakan sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan lestari kelestarian sumberdaya alam tersebut. Untuk ini maka dibutuhkan personil yang cukup signifikan pula, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Berdasarkan beban kerja yang mencakup begitu banyak sektor yang ditangani maka untuk mengotimalkan pengelolaan sumberdaya yang ada, maka dibentuklah beberapa Unit Pelaksana Tenis (UPT) yang langsung menangani bidang terkait dilapangan, Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja pada Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Banjarbaru yang merupakan unsur pelaksana teknis pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pelaksana Teknis yang mempunyai tugas membantu kebijakan teknis Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan sesuai dengan karakteristik dan kebudayaan daerah.
Mendasarkan pada tugas pokok dan fungsi yang spesifik yaitu bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, sangat wajar apabila dibutuhkan atau diperlukan pegawai yang berlatar belakang pendidikan bidang pertanian, perikanan dan kehutanan. Namun hal ini belum bisa dilaksanakan oleh karena rekrutmen pegawai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tetapi hanya menerima pelimpahan pegawai akibat penghapusan dan penggabungan dinas/instansi vertikal dan/atau menerima pegawai pindahan dari satu bagian/dinas di lingkup Pemerintah Kota Banjarbaru, karena alih tugas dan/atau promosi jabatan.
Sumber daya manusia yang ada sangatlah minim bila dibandingkan dengan cakupan tugas dan/atau tanggung jawab yang cukup besar, utamanya dalam menggali dan mengoptimalkan pengelolaan potensi pertanian, perikanan dan kehutanan yang berkelanjutan, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, maka dalam berorganisasi bertujuan untuk mencapai tujuan dalam setiap situasi yang diupayakan. Efektivitas itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari sudut padang sejauhmana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan organisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya efisiensi dan efektivitas organisasi bermula dari efektivitas individu yang dipengaruhi oleh kemampuan, keahlian dan pengetahuan individu, latar belakang pendidikan formalnya, memang tidak selamanya begitu, namun paling tidak berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan keteknisannya akan mempengaruhi dalam cara bersikap, motivasi, yang akhirnya bila tidak dapat memenuhi tuntutan psikologis atau sesuai harapan, dapat menimbulkan stress.
Kemudian apabila dilihat dari sarana dan prasarana gedung kantor sebagai pusat pelayanan, maka perkantoran sebagai sarana pelayanan dan manusia sebagai pengelola organisasi mempunyai hubungan ketergantungan guna mencapai efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Bahwa manusia sebagai pengelola tanpa sumber daya dana dan sarana prasarana kerja pada dirinya tidak dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja. Mendasarkan pada penjelasan tersebut di atas, bila dilihat kenyataan yang ada, maka sarana dan prasarana pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sangat jauh dari ideal minimum.
Mencermati kondisi baik kuantitas maupun kualitasnya, maka sarana dan prasarana Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan masih kurang mendukung kinerja dinas dengan cakupan tugas, kewenangan serta tanggung jawab yang sangat luas. Oleh karena itu diharapkan dalam tingkat yang signifikan, segala sarana dan prasarana yang ada hendaknya dapat dioperasionalkan dengan baik, sehingga mampu memberikan output yang optimal bagi kinerja Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Sumber-sumber penerimaan yang berasal dari sektor pertanian, perikanan dan kehutanan cukup potensial apabila digali dan dimanfaatkan secara optimal dan proporsional, namun diperlukan upaya menghitung potensi pajak dan retribusi daerah secara baik dan benar, dalam rangka meningkatkan PAD demi tercapainya otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Realisasi penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan sebagaimana masih jauh dari target yang telah ditetapkan atau masih rendah. Belum tercapainya penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan diasumsikan sebagai rendahnya implementasi efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa efektivitas organisiasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan masih rendah selama penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan belum mencapai target yang ditetapkan, serta belum optimalnya pemanfaatan potensi yang ada karena kekurang efektifan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
Proses penyelenggaraan kekuasaan Negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service menuju Good Governance sangat dibutuhkan komitmen dari semua pihak, yang mana Good Governance yang efektif menuntut adanya aligment (koordinasi) yang baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Penulis sebagai salah satu bagian dari unsur Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan beranggapan bahwa secara internal Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan memiliki kekuatan (strength) sebagai wujud etos kerja yang tinggi yaitu adanya struktur dan pembagian tugas pokok dan fungsi secara jelas, tetapi juga memiliki kelemahan (weakness) berupa terbatasnya sumber daya baik sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, berdaya juang tinggi, maupun sumber daya alam yang dalam kurun waktu tertentu pasti akan menurun daya dukungnya. Sedangkan secara eksternal dengan dilaksanakannya otonomi daerah, dinas banyak menghadapi peluang (opportunity) untuk memiliki kewenangan yang lebih luas lagi dalam mengelola dan mengurus rumah tangga sendiri, utamanya dalam hal berkoordinasi, namun juga menghadapi kendala atau ancaman (threats) berupa pasar bebas, dimana tingkat persaingannya cukup tinggi, sehingga penulis berkesimpulan bahwa efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan masih rendah selama penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan belum mencapai target yang ditetapkan, serta belum optimalnya pemanfaatan potensi yang ada, karena kekurangan efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Hal lain juga dikarenakan kelemahan aparatur, kelemahan administrasi dan rendahnya kesadaran wajib pajak. Sehingga pengaruh yang lebih menonjol dan dominan adalah pengaruh faktor internal yang lebih disebabkan oleh lemahnya implementasi efektivitas organisasi oleh faktor- faktor : motivasi, kepemimpinan dan kedisiplinan yang bermuara kepada produktivitas kerja.
Beberapa faktor di atas merupakan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi obyek penelitian yang penulis asumsikan sebagai ketidak efektifan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam melaksanakan dan mengemban tugasnya. Ketidakevektifan ini yang akan diteliti lebih jauh untuk mendapatkan gambaran dan hasil yang lebih obyektif serta optimal tentang efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Mengacu dengan teori efektivitas Gibson (dalam Richard Steers, 1995) kajian efektivitas organisasi harus dimulai dari yang paling mendasar terletak pada :
a.      Efektivitas individu yaitu tingkat pencapaian hasil pada kerja individu organisasi.
b.      Efektivitas kelompok yaitu tingkat pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh sekelompok anggota organisasi.
c.      Efektivitas organisasi yaitu merupakan kontribusi hasil kerja dari tiap-tiap efektivitas individu dan efektivitas kelompok, atau tim yang saling sinergis.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa rendahnya penerimaan retribusi daerah dari sektor pertanian, perikanan dan kehutanan di Kota Banjarbaru merupakan indikator awal rendahnya implementasi efektivitas organisasi yang dipengaruhi oleh efektivitas individu pegawai di masing-masing lini, kemudian dipengaruhi pula oleh efektivitas kelompok. Mengacu pada efektivitas kerja individu/pegawai yang tidak bisa dicapai secara optimal di atas, ada beberapa persoalan utama yang diduga menghalangi usaha meningkatkan efektivitas kerja pegawai antara lain : (1). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok agar kegiatan atau pekerjaan yang saling berkaitan dalam organisasi dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi (Robbins, 2002). Merupakan suatu aktivitas mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tingkat keberhasilan pegawai dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh kepemimpinan. (2). Motivasi : menurut Stephen P. Robbins (2001) adalah “kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual”. (3). Disiplin pegawai, adalah ketaatan pada peraturan, tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajiban organisasi dengan kedisiplinan tinggi, maka efektivitas kerja pegawai akan dapat tercapai. Disiplin yang rendah atau kemangkiran mempengaruhi pencapaian efektivitas kerja (Goodman dan Pennings dalam Robbins, 2001).
Adapun ketidak efektifan organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang berhubungan dengan tidak tercapainya target penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, disebabkan oleh hal-hal berikut ini : (1) Belum semua pegawai memahami/ mengerti maknanya visi dan misi dinas, kurang disosialisasikan kepada pegawai, pegawai kurang termotivasi. (2) Latar belakang pendidikan yang heterogen serta pengalaman kerja yang berbeda kurang ada semangat kompetisi berprestasi antar pegawai. (3) Tidak semua pegawai mendapat tugas sesuai kemampuan dan latar belakang pendidikan. (4) Kehilangan jabatan oleh karena instansinya dileburkan/dibubarkan, sehingga semangat bekerja turun. (5) Penetapan kebijakan oleh pimpinan bersifat kaku, kurang mau menyerap aspirasi staf. (6) Kurang mendorong/ menyemangati staf, dengan memberi insentif staf Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. (7) Kurang meratanya pembagian pekerjaan kepada staf, sehingga ada staf yang sibuk dan ada juga staf yang santai. (8) Keterlambatan masuk kerja atau pulang kerja lebih awal mencapai 30%. (9) Rendahnya tingkat koordinasi antar pengambil/penentu kebijakan. (10) Rendahnya responsibilitas pengambil / penentu kebijakan terhadap lingkungan, sehingga selalu terlambat mengantisipasi segala sesuatu. (11) Masing-masing pihak mengutamakan tupoksi dan kewenangannya sendiri, kurang melebur sebagai pelayan publik. (12) Kebijakan Pemerintah dan semangat masyarakat dalam hal pengawasan dan keterbukaan kurang. (13) Ketersediaan anggaran yang kurang memadai dan (14) Peran serta masyarakat dan LSM rendah.
Rendahnya motivasi pegawai, kepemimpinan dan disiplin pegawai dalam organisasi menyebabkan efektivitas organisasi sulit tercapai. Hal tersebut analog dengan persoalan pokok organisasi publik, yaitu mengupayakan sumber daya baik manusia ataupun bukan manusia secara optimal. Motivasi, kepemimpinan dan kedisiplinan merupakan perilaku manusia dalam menyeimbangkan terpenuhinya kebutuhan pegawai dengan tercapainya tujuan organisasi sangat mempengaruhi efektivitas organisasi. Mengingat sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi pencapaian efektivitas organisasi, maka pendayagunaan secara maksimal sangat diperlukan dengan memperhatikan perilaku pegawai yang meliputi : kepemimpinan, kedisiplinan dan motivasi.
Dari uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis merangkum ketiga point penting tersebut kedalam satu tema penelitian dengan mengambil judul : “Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja dan Motivasi Terhadap Efektifitas Organisasi Pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan”.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari uraian tersebut di atas yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
2.      Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
3.      Diantara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja, mana yang berpengaruh dominan terhadap efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
2.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
3.      Untuk mengidentifikasi variabel mana diantara variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja yang berpengaruh dominan terhadap efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
1.4.     Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain :
1.         Aspek Akademis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan referensi bagi pihak-pihak yang berminat melakukan penelitian selanjutnya.
2.         Aspek Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Memberi kontribusi dalam pengembangan khasanah ilmu pengetahuan terutama terkait dengan manajemen sumber daya manusia sehingga dapat memperkuat teori-teori tentang kepemimpinan, disiplin kerja, motivasi kerja dan efektivitas organisasi.
3.         Aspek Praktis
Sebagai informasi bagi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan untuk bahan pengambil keputusan manajerial di bidang pengelolaan sumber daya manusia.

Posting Komentar

0 Komentar