PENGARUH KEPEMIMPINAN, DISIPLIN
KERJA
DAN MOTIVASI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PADA
DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan
pemerintahan saat ini telah bergeser ke arah desentralisasi yang lebih kuat,
lebih luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional serta lebih efisien
dan efektitif, seiring dengan digulirkannya semangat reformasi di segala
bidang. Dimulai dari lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pergeseran dimaksud guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat, yang diformulasikan melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, yang senantiasa menerima
dan memunculkan koreksi serta perbaikan terhadap tatanan lama. Konsep dasar
otonomi daerah mengamanatkan bahwa pemerintah daerah harus mempunyai semangat
pembaharuan dan reformasi, guna meningkatkan daya saing dengan tetap
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan keistemewaan
sebagaimana potensi serta keanekaragaman daerah dalam kerangka sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan
paradigma pemerintahan daerah yang terjadi diharapkan mendatangkan peluang
lebih besar bagi setiap daerah untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, dengan lebih
memberdayakan berbagai potensi yang ada dengan dilandasi oleh aspirasi
kepentingan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan dan pembaharuan kepemerintahan merupakan transformasi sistem dan
organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis
dalam efektivitas, efisiensi dan kemampuan SDM untuk melakukan inovasi dengan
mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan
budaya sistem dan organisasi pemerintah daerah.
Efisiensi dan
efektivitas menjadi hal yang mengemuka dan senantiasa menjadi tujuan otonomi
daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat hal inilah yang menjadikan
minat penulis untuk mengadakan penelitian, disebabkan oleh semakin meningkatnya
aspirasi dan keinginan masyarakat dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia menuju desentralisasi pemerintahan mengingat bahwa sumber daya (resources) semakin terbatas. Efektivitas
sangat berkait dengan pencapaian tujuan.
Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa tujuan pembangunan bangsa Indonesia adalah makmur dan
sejahtera yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sangat jelas dan
nyata dicantumkannya langkah-langkah efisiensi dan efektivitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sehingga berdaya guna yang tinggi
dengan memperhatikan peluang dan tantangan global. Dalam konsideran menimbang
huruf (b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa :
Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya
kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Ketika perubahan
sistem politik menuju ke arah sistem yang demokratis, maka efisiensi dan
efektivitas menjadi parameter keberhasilan dalam pelaksanaan otonomi daerah
yang lebih demokratris dan bertanggung jawab. Melalui pemberdayaan politik
rakyat, maka Pemerintah Indonesia menerapkan desentralisasi secara luas dengan
memberikan otonomi kepada pemerintah daerah.
Bahwa dengan
perubahan sistem politik menuju ke arah sistem demokratis tentu akan membawa
dampak yang cukup luas bagi daerah kabupaten/kota yakni : (a) bertambahnya
beban/ tanggung jawab bagi daerah sehingga berakibat pada makin besarnya dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan pemerintahan. (b) daerah dituntut
untuk meninjau dan menata kembali organisasi dan manajemen pemerintah daerah
termasuk meningkatkan kualitas sumber daya aparat. (c) menggali dan melihat
kembali potensi pendapatan daerah untuk menjadi sumber pendapatan yang
potensial dan berkesinambungan bagi pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah
kabupaten/kota sebagai pelaksana otonomi daerah telah menanggung beban dan
tanggung jawab yang lebih, tentu mengandung konsekwensi logis yaitu beban
anggaran, baik anggaran belanja maupun anggaran pendapatan, termasuk dalam
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk menghitung anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Dengan demikian
setiap urusan penghitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah terdapat
pembagian wewenang secara proporsional antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang akuntabel dan efisien dengan
mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar
tingkat pemerintahan, namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi
kendala/hambatan yaitu, pertama faktor organisasi dan manajemen penyelenggaraan
otonomi daerah, diantaranya dengan semakin banyaknya dinas/kantor/lembaga baru
yang dibentuk dengan jumlah jabatan struktrural/fungsional bertambah banyak
tapi miskin fungsi, sehingga terjadi duplikasi tugas dan fungsi antara
dinas/instansi/lembaga yang hampir mempunyai kemiripan antara satu dengan yang
lain, semakin menjadi beban anggaran belanja daerah. Kedua dalam dekade tahun
2000, mulai terjadi penurunan daya dukung (resources)
alam, baik yang berupa kemerosotan lingkungan, inefisiensi dan inefektivitas
pembangunan.
Oleh karena itu
dalam pelaksanaan otonomi daerah perlu didorong meningkatkan kapasitas daerah (capacity building), guna mewujudkan
efektivitas dan efisiensi.
Inefisiensi dan
infektivitas menjadi sumber masalah dan beban anggaran bagi pemerintah daerah
dalam penyelenggaran pemerintahan maupun pembangunan. Hal tersebut ditunjukan
dari penyelenggaraan pemerintahan daerah sebenarnya mengalami penurunan
khususnya ketidakmampuan dan kekurangberdayaannya dalam menyediakan anggaran,
terbukti anggaran rutin sangat berlebih mencapai 50%-75% tetapi anggaran
pembangunan dan pelayanan hanya berkisar 30%-35%. bahwa otonomi daerah sudah
dilaksanakan, tetapi sampai sekarang belum nyata dan bertanggung jawab.
Terbukti dari kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibanding Dana Alokasi Umum
(DAU) dari Pemerintah Pusat, apalagi kalau dibandingkan dengan total APBD.
Mendasarkan pada
filosopi dan konsep dasar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, bahwa pembangunan serta pelayanan pemerintahan diselenggarakan lebih
diorientasikan oleh dan untuk daerah, sehingga dengan demikian diperlukan
optimalisasi kegiatan disegala bidang sebagai upaya penggalian potensi-potensi
pendapatan asli daerah, guna mewujudkan bentuk rasa tanggungjawab telah
dilaksanakannya otonomi daerah dengan konsekwen dan berkelanjutan.
Namun di
lapangan masih terdapat permasalahan yang mendasar berkenaan dengan pelaksanaan
otonomi daerah tersebut, diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor yang
mendasari antara lain : Pertama, faktor organisasi dan manajemen
penyelenggaraan otonomi daerah antara lain karena adanya penghapusan
dinas/instansi vertikal di daerah yang kemudian digabungkan ke pemerintah
daerah, sehingga berimplikasi terhadap permasalahan keuangan, kepegawaian,
serta sarana dan prasarana. Hal ini yang menjadi awal permasalahan efektivitas
organisasi di daerah. Kedua, penghapusan dan penggabungan ini berimplikasi pula
terhadap motivasi dan kedisiplinan kerja pegawai, karena kehilangan jabatan
yang telah lama didudukinya, kehilangan pendapatan dan tunjangan yang resmi
selama bekerja pada instansi yang lama, termasuk juga basic pendidikan yang
tidak cocok atau tidak sesuai dengan tempat kerja yang baru. Selain kedisiplinan
pegawai yang kurang, motivasi pegawai juga rendah. Terkait dengan motivasi
pegawai, Richard M. Steers (1995) menyebutkan : Motivasi atau biasa juga
disebut kebutuhan adalah intern diri seseorang yang mengaktifkan dan
mengarahkan tingkah laku kepada sasaran tertentu. Motivasi perseorangan
dapat meliputi kebutuhan, prestasi, afiliasi (perasaan diterima), kekuasaan,
kemampuan dan seterusnya.
Berdasarkan
pendapat Steers (1995) tersebut dapat dilihat bahwa masalah motivasi pegawai
adalah kebutuhan prestasi, afiliasi (perasaan diterima) kekuasaan, kemampuan
pegawai. Kondisi semacam ini yang menjadi persoalan tersendiri bagi para
pegawai. Motivasi pegawai yang rendah diduga juga akan menyebabkan rendahnya
efektivitas kerja pegawai. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sejumlah pegawai
akibat penghapusan dan sekaligus digabungkan dinas/instansi, maka sulit kiranya
bagi semua pegawai untuk menunjukkan prestasinya karena tidak semua pegawai
mendapatkan tugas sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya.
Adanya
penghapusan dan penggabungan pegawai dari berbagai instansi pemerintah daerah
menyebabkan adanya perasaan apakah mereka bisa diterima oleh teman sekerjanya
yang berasal dari instansi yang berbeda. Ketiga, kepemimpinan diduga juga
berpengaruh kepada efektivitas kerja pegawai. Akibat terlalu banyaknya jumlah
pegawai yang digabungkan ke pemerintah daerah, diakui bahwa tidak semua level
kepemimpinan mampu membagi habis tugas pokok dan fungsinya kepada seluruh
stafnya karena terdapat pegawai baru pindahan dari penggabungan dan penghapusan
dinas/instansi, pengalaman kerja dan latar belakang pendidikan tersebut di
atas. Hal ini menyebabkan tidak semua pegawai baik yang lama maupun yang baru
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Akibatnya
efektivitas kerja pegawai tidak bisa dicapai secara optimal.
Pemerintah Kota
Banjarbaru dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarbaru, semula Banjarbaru merupakan
Kota Administratif dengan dengan kabupaten induknya adalah Kabupaten Banjar,
Kota Banjarbaru terdiri dari 5 Kecamatan dengan 20 Kelurahan. Berdasarkan
peraturan yang berlaku, maka Pemerintah Kota Banjarbaru membentuk Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain disebutkan
adalah perikanan, pertanian dan kehutanan.
Pemerintah Kota Banjarbaru sebagai daerah
otonom dalam melaksanakan kewenangan urusan pemerintahan kabupaten/kota
dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan yang bersifat pilihan sebagaimana
terdapat pada Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat
(2) dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah serta dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah
Kota Banjarbaru Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kota Banjarbaru, maka Pemerintah Kota Banjarbaru telah
membentuk Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan sebagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam
menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan
dan kehutanan di daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
sebagai salah satu instansi pada Pemerintah Kota Banjarbaru yang struktur dan
tata kerjanya disusun berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Banjarbaru Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 11
Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Di
Lingkungan Pemerintah Kota Banjarbaru, kemudian diatur kembali dalam Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Perikanan
dan Kehutanan Kota Banjarbaru serta Peraturan Walikota Banjarbaru Nomor 40
Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota
Banjarbaru.
Tugas Pokok Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Pertanian,
Peternakan, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan adalah :
1.
Perumusan kebijakan teknis dalam bidang pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan sesuai dengan kebijakan umum
yang ditetapkan oleh Walikota;
2.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan;
3.
Perumusan
dan penetapan kebijakan, pembinaan, pengaturan, pelaksanaan tugas pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan;
4.
Pengelolaan urusan kesekretariatan.
Dilihat dari tugas, fungsi,
kewenangan, serta tanggung jawab tersebut, maka sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
digolongkan ke dalam jabatan eselon II dengan cakupan tugas dan wewenang yang
cukup luas. Cakupan tugas dan wewenang yang cukup luas tersebut diharapkan
mampu mengelola sumber daya yang ada secara optimal yang menjadi bagian tolok
ukur suatu keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, dari sekian banyak sistem
tolok ukur keberhasilan yang lain dalam pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena
itu berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tentu sangat berkepentingan mewujudkan visi
dan misi, serta renstra sebagai arah tujuan organisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan khususnya bidang pertanian, perikanan dan
kehutanan.
Visi Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan tahun 2011-2015 adalah
: “Terdepan Dalam Pertanian, Perikanan dan Kehutanan”, maka Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan dalam menggunakan sumberdaya alam yang ada digunakan
sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan lestari
kelestarian sumberdaya alam tersebut. Untuk ini maka dibutuhkan personil yang
cukup signifikan pula, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Berdasarkan beban kerja yang mencakup begitu banyak sektor yang
ditangani maka untuk mengotimalkan pengelolaan sumberdaya yang ada, maka
dibentuklah beberapa Unit Pelaksana Tenis (UPT) yang langsung menangani bidang
terkait dilapangan, Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja pada Dinas Pertanian
Perikanan dan Kehutanan Kota Banjarbaru yang merupakan unsur pelaksana teknis
pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dipimpin oleh seorang Kepala
Unit Pelaksana Teknis yang mempunyai tugas membantu kebijakan teknis Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan sesuai dengan karakteristik dan kebudayaan
daerah.
Mendasarkan pada tugas pokok dan
fungsi yang spesifik yaitu bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, sangat
wajar apabila dibutuhkan atau diperlukan pegawai yang berlatar belakang
pendidikan bidang pertanian, perikanan dan kehutanan. Namun hal ini belum bisa
dilaksanakan oleh karena rekrutmen pegawai tidak dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tetapi hanya menerima pelimpahan
pegawai akibat penghapusan dan penggabungan dinas/instansi vertikal dan/atau
menerima pegawai pindahan dari satu bagian/dinas di lingkup Pemerintah Kota
Banjarbaru, karena alih tugas dan/atau promosi jabatan.
Sumber daya manusia yang ada
sangatlah minim bila dibandingkan dengan cakupan tugas dan/atau tanggung jawab
yang cukup besar, utamanya dalam menggali dan mengoptimalkan pengelolaan
potensi pertanian, perikanan dan kehutanan yang berkelanjutan, sebagai sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, maka
dalam berorganisasi bertujuan untuk mencapai tujuan dalam setiap situasi yang
diupayakan. Efektivitas itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari
sudut padang sejauhmana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan
sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan organisasi.
Faktor-faktor yang
mempengaruhinya efisiensi dan efektivitas organisasi bermula dari efektivitas
individu yang dipengaruhi oleh kemampuan, keahlian dan pengetahuan individu,
latar belakang pendidikan formalnya, memang tidak selamanya begitu, namun
paling tidak berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan
keteknisannya akan mempengaruhi dalam cara bersikap, motivasi, yang akhirnya
bila tidak dapat memenuhi tuntutan psikologis atau sesuai harapan, dapat
menimbulkan stress.
Kemudian apabila dilihat dari
sarana dan prasarana gedung kantor sebagai pusat pelayanan, maka perkantoran
sebagai sarana pelayanan dan manusia sebagai pengelola organisasi mempunyai
hubungan ketergantungan guna mencapai efisiensi, efektivitas dan produktivitas.
Bahwa manusia sebagai pengelola tanpa sumber daya dana dan sarana prasarana
kerja pada dirinya tidak dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan
produktivitas kerja. Mendasarkan pada penjelasan tersebut di atas, bila dilihat
kenyataan yang ada, maka sarana dan prasarana pada Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan sangat jauh dari ideal minimum.
Mencermati kondisi baik kuantitas
maupun kualitasnya, maka sarana dan prasarana Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan masih kurang mendukung kinerja dinas dengan cakupan tugas, kewenangan
serta tanggung jawab yang sangat luas. Oleh karena itu diharapkan dalam tingkat
yang signifikan, segala sarana dan prasarana yang ada hendaknya dapat
dioperasionalkan dengan baik, sehingga mampu memberikan output yang optimal
bagi kinerja Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Sumber-sumber penerimaan yang
berasal dari sektor pertanian, perikanan dan kehutanan cukup potensial apabila
digali dan dimanfaatkan secara optimal dan proporsional, namun diperlukan upaya
menghitung potensi pajak dan retribusi daerah secara baik dan benar, dalam
rangka meningkatkan PAD demi tercapainya otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab.
Realisasi penerimaan retribusi
daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan sebagaimana masih jauh dari
target yang telah ditetapkan atau masih rendah. Belum tercapainya penerimaan
retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan diasumsikan sebagai rendahnya
implementasi efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa efektivitas organisiasi Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan masih rendah selama penerimaan retribusi daerah sektor
pertanian, perikanan dan kehutanan belum mencapai target yang ditetapkan, serta
belum optimalnya pemanfaatan potensi yang ada karena kekurang efektifan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya.
Proses penyelenggaraan kekuasaan
Negara dalam melaksanakan penyediaan public
goods and service menuju Good
Governance sangat dibutuhkan komitmen dari semua pihak, yang mana Good Governance yang efektif menuntut
adanya aligment (koordinasi) yang
baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Penulis
sebagai salah satu bagian dari unsur Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
beranggapan bahwa secara internal Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
memiliki kekuatan (strength) sebagai
wujud etos kerja yang tinggi yaitu adanya struktur dan pembagian tugas pokok
dan fungsi secara jelas, tetapi juga memiliki kelemahan (weakness) berupa terbatasnya sumber daya baik sumber daya manusia
yang berkualitas, profesional, berdaya juang tinggi, maupun sumber daya alam
yang dalam kurun waktu tertentu pasti akan menurun daya dukungnya. Sedangkan
secara eksternal dengan dilaksanakannya otonomi daerah, dinas banyak menghadapi
peluang (opportunity) untuk memiliki
kewenangan yang lebih luas lagi dalam mengelola dan mengurus rumah tangga
sendiri, utamanya dalam hal berkoordinasi, namun juga menghadapi kendala atau
ancaman (threats) berupa pasar bebas,
dimana tingkat persaingannya cukup tinggi, sehingga penulis berkesimpulan bahwa
efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan masih rendah
selama penerimaan retribusi daerah sektor pertanian, perikanan dan kehutanan
belum mencapai target yang ditetapkan, serta belum optimalnya pemanfaatan
potensi yang ada, karena kekurangan efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya. Hal lain juga dikarenakan kelemahan aparatur, kelemahan
administrasi dan rendahnya kesadaran wajib pajak. Sehingga pengaruh yang lebih
menonjol dan dominan adalah pengaruh faktor internal yang lebih disebabkan oleh
lemahnya implementasi efektivitas organisasi oleh faktor- faktor : motivasi,
kepemimpinan dan kedisiplinan yang bermuara kepada produktivitas kerja.
Beberapa faktor di atas merupakan
gambaran nyata tentang situasi dan kondisi obyek penelitian yang penulis
asumsikan sebagai ketidak efektifan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
dalam melaksanakan dan mengemban tugasnya. Ketidakevektifan ini yang akan diteliti
lebih jauh untuk mendapatkan gambaran dan hasil yang lebih obyektif serta
optimal tentang efektivitas organisasi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Mengacu dengan teori efektivitas
Gibson (dalam Richard Steers, 1995) kajian efektivitas organisasi harus dimulai
dari yang paling mendasar terletak pada :
a.
Efektivitas individu yaitu tingkat pencapaian hasil
pada kerja individu organisasi.
b.
Efektivitas kelompok yaitu tingkat pencapaian hasil
kerja yang dilakukan oleh sekelompok anggota organisasi.
c.
Efektivitas organisasi yaitu merupakan kontribusi
hasil kerja dari tiap-tiap efektivitas individu dan efektivitas kelompok, atau
tim yang saling sinergis.
Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa rendahnya penerimaan
retribusi daerah dari sektor pertanian, perikanan dan kehutanan di Kota
Banjarbaru merupakan indikator awal rendahnya implementasi efektivitas
organisasi yang dipengaruhi oleh efektivitas individu pegawai di masing-masing
lini, kemudian dipengaruhi pula oleh efektivitas kelompok. Mengacu pada
efektivitas kerja individu/pegawai yang tidak bisa dicapai secara optimal di
atas, ada beberapa persoalan utama yang diduga menghalangi usaha meningkatkan
efektivitas kerja pegawai antara lain : (1). Kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi sebuah kelompok agar kegiatan atau pekerjaan yang saling
berkaitan dalam organisasi dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan organisasi (Robbins, 2002). Merupakan suatu aktivitas mempengaruhi
perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tingkat keberhasilan pegawai dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh
kepemimpinan. (2). Motivasi : menurut Stephen P. Robbins (2001) adalah
“kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa
kebutuhan individual”. (3). Disiplin pegawai, adalah ketaatan pada peraturan,
tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajiban organisasi
dengan kedisiplinan tinggi, maka efektivitas kerja pegawai akan dapat tercapai.
Disiplin yang rendah atau kemangkiran mempengaruhi pencapaian efektivitas kerja
(Goodman dan Pennings dalam Robbins, 2001).
Adapun ketidak
efektifan organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang
berhubungan dengan tidak tercapainya target penerimaan retribusi daerah sektor
pertanian, perikanan dan kehutanan, disebabkan oleh hal-hal berikut ini : (1)
Belum semua pegawai memahami/ mengerti maknanya visi dan misi dinas, kurang
disosialisasikan kepada pegawai, pegawai kurang termotivasi. (2) Latar belakang
pendidikan yang heterogen serta pengalaman kerja yang berbeda kurang ada
semangat kompetisi berprestasi antar pegawai. (3) Tidak semua pegawai mendapat
tugas sesuai kemampuan dan latar belakang pendidikan. (4) Kehilangan jabatan
oleh karena instansinya dileburkan/dibubarkan, sehingga semangat bekerja turun.
(5) Penetapan kebijakan oleh pimpinan bersifat kaku, kurang mau menyerap
aspirasi staf. (6) Kurang mendorong/ menyemangati staf, dengan memberi insentif
staf Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. (7) Kurang meratanya pembagian
pekerjaan kepada staf, sehingga ada staf yang sibuk dan ada juga staf yang
santai. (8) Keterlambatan masuk kerja atau pulang kerja lebih awal mencapai
30%. (9) Rendahnya tingkat koordinasi antar pengambil/penentu kebijakan. (10)
Rendahnya responsibilitas pengambil / penentu kebijakan terhadap lingkungan,
sehingga selalu terlambat mengantisipasi segala sesuatu. (11) Masing-masing
pihak mengutamakan tupoksi dan kewenangannya sendiri, kurang melebur sebagai pelayan
publik. (12) Kebijakan Pemerintah dan semangat masyarakat dalam hal pengawasan
dan keterbukaan kurang. (13) Ketersediaan anggaran yang kurang memadai dan (14)
Peran serta masyarakat dan LSM rendah.
Rendahnya
motivasi pegawai, kepemimpinan dan disiplin pegawai dalam organisasi
menyebabkan efektivitas organisasi sulit tercapai. Hal tersebut analog dengan
persoalan pokok organisasi publik, yaitu mengupayakan sumber daya baik manusia
ataupun bukan manusia secara optimal. Motivasi, kepemimpinan dan kedisiplinan
merupakan perilaku manusia dalam menyeimbangkan terpenuhinya kebutuhan pegawai
dengan tercapainya tujuan organisasi sangat mempengaruhi efektivitas
organisasi. Mengingat sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi
pencapaian efektivitas organisasi, maka pendayagunaan secara maksimal sangat
diperlukan dengan memperhatikan perilaku pegawai yang meliputi : kepemimpinan,
kedisiplinan dan motivasi.
Dari uraian
tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis merangkum ketiga point
penting tersebut kedalam satu tema penelitian dengan mengambil judul :
“Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja dan Motivasi Terhadap Efektifitas Organisasi Pada Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan”.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dari uraian tersebut di atas yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara
variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan
efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
2.
Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara variabel-variabel
kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan efektivitas organisasi
pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ?
3.
Diantara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin
kerja dan motivasi kerja, mana yang berpengaruh dominan terhadap efektivitas
organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang permasalahan dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara
simultan antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi
kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan ?
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara
parsial antara variabel-variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi
kerja dengan efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
?
3.
Untuk mengidentifikasi variabel mana diantara
variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja yang berpengaruh
dominan terhadap efektivitas organisasi pada Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang
diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain :
1.
Aspek Akademis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
referensi bagi pihak-pihak yang berminat melakukan penelitian selanjutnya.
2.
Aspek Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Memberi kontribusi dalam pengembangan khasanah
ilmu pengetahuan terutama terkait dengan manajemen sumber daya manusia sehingga
dapat memperkuat teori-teori tentang kepemimpinan, disiplin kerja, motivasi
kerja dan efektivitas organisasi.
3.
Aspek Praktis
Sebagai informasi bagi Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan untuk bahan pengambil keputusan manajerial di bidang pengelolaan sumber daya
manusia.
0 Komentar