KARYA TULIS ILMIAH
PENINGKATAN
KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(SPBM)
PADA SISWA KELAS
IX SMP NEGERI 2 CILACAP
TAHUN PELAJARAN
2019/2020
SEMESTER GENAP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu karakteristik mata
pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 ialah pembelajaran berbasis
teks. Asumsinya ialah bahasa Indonesia tidak hanya difungsikan sebagai alat
komunikasi, tetapi juga sebagai sarana berpikir. Bahasa menjadi sarana untuk
mengekspresikan gagasan. Dalam berbahasa, sebuah gagasan yang utuh biasanya
direalisasikan dalam bentuk teks. Dengan asumsi tersebut, maka fungsi
pembelajaran bahasa Indonesia adalah mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memahami dan menciptakan teks, karena komunikasi terjadi dalam teks atau
pada tataran teks.
Pada ranah keterampilan, mata
pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 dapat diartikan sebagai
penggunaan pengetahuan untuk membuahkan produk-produk kreatif dan inovatif baik
produk ide/desain (abstrak) maupun produk fisik/konkrit (Priyatni, 2014:7).
Produk ide/desain dalam ranah abstrak dapat direalisasikan dengan menghasilkan
karya sastra yang merupakan hasil dari buah pikiran atau imajinasi peserta
didik. Karya sastra tersebut antara lain dapat berbentuk cerita pendek. Materi
pembelajaran mengenai teks cerita pendek ini akan dijumpai oleh peserta didik
di sekolah pada jenjang kelas SMP. Dalam menulis cerpen sebagai karya sastra
ini seharusnya merupakan kegiatan yang dapat mendorong peserta didik untuk
menggunakan apa yang telah dianugerahkan oleh Tuhan, seperti gagasan, kesan,
perasaan, harapan, gambaran dan bahasa yang dimilikinya.
Adapun harapan yang diinginkan
dari peserta didik ialah kemampuan menulis teks cerpen dengan baik. Indikator
dari menulis teks cerpen berdasarkan strukturnya ialah peserta didik dikatakan
mampu menulis teks cerpen dengan baik, apabila cerpen tersebut memiliki
bagian-bagian struktur teks yang utuh yaitu orientasi, komplikasi, dan
resolusi. Tetapi harapan tersebut tidak sesuai kenyataan yang diinginkan oleh
peneliti dari peserta didik.
Dalam pembelajaran materi
cerpen, kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan dalam menyusun teks cerita
pendek. Kesulitan tersebut tampak pada karya cerpen hasil pekerjaan peserta
didik yang telah dinilai oleh guru. Sebagian besar peserta didik tidak dapat
menyusun teks cerpen berdasarkan strukturnya yang baik. Hasil pekerjaan mereka
kurang maksimal. Hal tersebut tergambar dalam beberapa hal berikut: (1)
beberapa pekerjaan peserta didik kurang jelas dalam hal penstrukturan teks
cerpen yang sebaiknya dimulai dari tahap orientasi, komplikasi, dan resolusi,
(2) tahap komplikasi dalam cerpen yang dibuat oleh peserta didik masih
digabungkan dengan tahap orientasi, (3) teks cerpen yang dibuat oleh peserta
didik tidak memiliki tahap orientasi, penceritaan langsung masuk pada tahap
komplikasi. Bahkan beberapa pekerjaan peserta didik tersebut tidak memiliki
tahap resolusi, (4) di antara tugas peserta didik yang telah dianalisis, ditemukan
bahwa hasil karya mereka tidak original. Hal ini tampak pada cerpen yang dibuat
oleh peserta didik tersebut sebagian merupakan hasil salinan dari buku-buku
teks cerpen yang sudah ada.
Saat mengembalikan hasil
pekerjaan peserta didik, peneliti kemudian melakukan diskusi kecil dengan
mereka mengenai penyebab ketidakmampuan mereka dalam menyusun teks cerpen.
Setelah ditelusuri, peserta didik mengakui, bahwa mereka memiliki beberapa
kendala, sebagai berikut: (a) peserta didik tidak memiliki buku pegangan teks
bahasa Indonesia. Menurut peserta didik, saat proses pembelajaran berlangsung,
mereka akan lebih mudah memahami berbagai bentuk cerpen, jika ada contoh cerpen
dalam buku peserta didik yang akan dipelajari sebelumnya di rumah, (b) peserta
didik mengaku saling berebutan foto kopian materi dalam kelompok sehingga tidak
konsentrasi dalam menerima materi yang sedang dijelaskan oleh guru, (c) peserta
didik mengakui bahwa mereka tidak memahami bagaimana cara menentukan
bagian-bagian struktur dan bagaimana mengawali kalimat yang akan dituliskan
dalam cerpen, (d) peserta didik merasa sulit untuk menentukan masalah apa yang
mereka harus tulis menjadi cerita pendek.
Peneliti sebagai guru akhirnya
terdorong untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut guna meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam menyusun teks cerpen. Hal ini juga didasarkan
pada esensi dari tujuan penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Borg
(dalam Sukidin dkk. 2010:37) bahwa tujuan utama dari penelitian tindakan kelas
adalah untuk mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk
menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi
dikelasnya atau disekolahnya sendiri dengan atau tanpa masukan khusus berupa
berbagai program pelatihan yang eksplisit. Oleh karena itu, peneliti sebagai
guru memilih alternatif dengan sebuah model pembelajaran untuk memperbaiki dan
menindaki proses pembelajaran menyusun teks cerpen.
Model pembelajaran yang dipilih
oleh peneliti ialah model pembelajaran dalam bentuk Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah (SPBM) sebagai suatu teknik atau strategi pembelajaran yang
dapat membantu guru dan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen. Dengan adanya
strategi pembelajaran yang inovatif, diharapkan dapat membantu guru dalam
membimbing siswa untuk menulis cerpen secara kreatif, serta menumbuhkan minat
dan ketertarikan pada diri siswa untuk berlatih menulis cerpen, sehingga dapat
menghasilkan suatu karya yang indah dan kreatif, untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi dalam pembelajaran menulis cerpen, perlu dicoba strategi
pembelajaran yang bisa memotivasi siswa untuk menghasilkan karya-karya yang
lebih kreatif.
Strategi pembelajaran berbasis
masalah adalah salah satu strategi yang dimulai dari masalah terbuka di dunia
nyata dan memecahkan masalah tersebut. Menurut Wena (2009: 91-92) strategi
pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi
pembelajaran dengan karakteristik peserta didik belajar melalui
permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan
berupa fakta. Strategi pembelajaran berbasis masalah dikenal sebagai
pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu dengan menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk melakukan penyelidikan
beserta pemecahan masalahnya (Woods, dalam Amir, 2010: 13). Strategi
pembelajaran berbasis masalah dapat membantu pelajar membangun kecakapan dalam
memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi.
Strategi pembelajaran berbasis
masalah memiliki ciri-ciri seperti yang diungkapkan oleh Tan dkk. Dalam Amir (2010:
12). Ciri-ciri tersebut adalah mulanya pembelajaran dimulai dengan pemberian
masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata. Pelajar secara
berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan
pengetahuan mereka.
Melalui Strategi pembelajaran
berbasis masalah, siswa diharapkan mampu mempelajari dan mencari sendiri materi
yang terkait dengan masalah, dan melaporkan solusi dari masalah tersebut. Model
pembelajaran berbasis masalah diharapkan mampu meningkatkan keterampilan
menulis cerpen sehingga karya-karya yang dihasilkan lebih berkualitas dan
kreatif.
Keunggulan strategi
pembelajaran berbasis masalah terletak pada perancangan “masalahnya”. Masalah
yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu pembelajar untuk
menjalankan pembelajaran dengan baik (Amir, 2010: 32). Model pembelajaran
berbasis masalah akan mempengaruhi kemampuan pengembangan yang akan berpengaruh
pada kualitas penulisan cerpen yang ditulis oleh siswa. Dengan belajar dari
permasalahan yang ada dalam lingkungan sekitar dan dari pengalaman pribadi,
siswa diharapkan mampu menuangkan dalam bentuk cerita pendek. Pemanfaatan
strategi pembelajaran bisa dijadikan alternatif pembelajaran yang menarik,
seperti yang diungkapkan oleh Wina (2008: 126) strategi pembelajaran adalah
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Selain itu, melalui SPBM ini,
siswa mampu mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta
didik yang dapat terbentuk ketika mereka berkolaborasi dalam mengidentifikasi
informasi, strategi dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian
tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, ada beberapa permasalahan yang perlu dikaji. Permasalahan yang akan
dikaji dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri,
sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.
Kurangnya minat dan
motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen di SMP Negeri 2 Cilacap.
2.
Model pembelajaran
konvensional masih memiliki kelemahan dalam aspek kurangnya keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran.
3.
Belum adanya teknik atau
strategi yang menarik bagi siswa dan guru dalam menyampaikan pembelajaran
menulis cerpen.
4.
Guru merasa kesulitan
untuk mengantarkan siswa dalam memilih tema dan tingkatan alur cerita yang
masih rancu.
5.
Masih terjadi kesalahan
pada ejaan, tanda baca, dan struktur kalimat dalam menulis cerpen.
6. Siswa SMP Negeri 2 Cilacap merasa kesulitan untuk
menemukan ide dan mengekspresikan
gagasan, pendapat, serta pengalamannya dalam sebuah kalimat yang baik dan
menyusunnya dalam bentuk tulisan.
1.3. Cara Pemecahan Masalah
Berdasarkan masalah yang
dihadapi oleh peserta didik sebagaimana telah diuraikan di atas, maka pemilihan
model pembelajaran yang dapat digunakan untuk penyelesaiannya ialah Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Model pembelajaran ini dilakukan dengan
pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian akan dicari
pemecahannya oleh peserta didik. Hal tersebut diharapkan dapat menambah
keterampilan peserta didik dalam pencapaian ketuntasan materi pembelajaran.
Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah (SPBM) ini diterapkan agar dapat memotivasi peserta didik untuk belajar
memahami dan meningkatkan kemampuan menulis teks cerpen secara terstruktur. Melalui
SPBM diharapkan siswa mampu memiliki kemandirian belajar dan keterampilan
sosial peserta didik yang dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi
dalam mengidentifikasi informasi, strategi dan sumber belajar yang relevan
untuk menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014:34).
1.4. Batasan Masalah
Permasalahan yang diuraikan
dalam identifikasi masalah masih terlalu luas, sehingga tidak dapat diteliti
secara keseluruhan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, permasalahan yang
akan diteliti dibatasi pada upaya meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2
Cilacap.
1.5. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi
masalah di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana
upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap?
1.6. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini
adalah meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah (SPBM) Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap.
1.7. Manfaat Penelitian
1.
Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi para guru dalam pembelajaran kelas, khususnya dalam menulis
cerpen, serta dapat dijadikan sebagai alternatif strategi dalam mengajar
khususnya pengembangan pembelajaran menulis cerpen, mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
2.
Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dasar-dasar dalam menulis cerpen, sehingga mampu meningkatkan
keterampilan siswa dalam menulis cerpen.
3.
Sekolah
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan
sumbangsih dalam pengembangan kurikulum 2013 berupa implementasi metode
pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar dalam kurikulum 2013 di sekolah.
1.8. Batasan Istilah
Agar memperoleh pemahaman yang
sama antar penyusun dan pembaca tentang istilah pada judul skripsi ini, maka
perlu adanya pembatasan istilah sebagai berikut.
1. Peningkatan adalah suatu perubahan
keadaan tertentu menuju keadaan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
2. Keterampilan menulis adalah
keterampilan seseorang dalam menuangkan ide gagasan, dan pengalaman dalam
bentuk bahasa tulis yang memiliki makna dan dapat dipahami orang lain.
3. Menulis cerpen adalah kegiatan
mengorganisasikan pikiran, gagasan secara baik dan benar dalam bentuk cerita
fiksi yang berupa prosa singkat, padat, ceritanya berpusat pada satu konflik,
dan pengembangan pelakunya terbatas serta menimbulkan kesan tunggal.
4. Strategi pembelajaran berbasis
masalah adalah strategi pembelajaran yang menyajikan situasi masalah terbuka
dan siswa mengembangkannya dari permasalahan yang praktis sebagai pijakan dalam
belajar.
BAB II
KAJIAN TEORI
2
2.1. Keterampilan
Menulis Cerpen
2.1.1.
Cerpen
A.
Pengertian Cerpen
Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang berbentuk
prosa. Seperti pengertian karya sastra yang lain, selama ini belum ada
pengertian yang pasti dan memuaskan tentang cerpen. Namun ada beberapa ahli
sastra yang sudah mencoba mengemukakan pengertian cerpen.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aoh K. H dalam Muryanto
(2007:4), cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering
disebut kisahan prosa pendek. Sedangkan Edgar Allan Poe dalam Muryanto (2007:4),
menguraikan bahwa cerpen haruslah pendek, sebatas selesai baca sekali duduk.
Cerita pendek mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik.
Keunggulan pikiran dan aksi dapat dikembangkan lewat satu garis dari awal
sampai akhir. Dalam cerita pendek tidak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa
digresi. Cerita pendek harus ketat dan padat. Setiap detail harus mengarus pada
satu efek saja yang berakhir pada kesan tunggal.
Cerita pendek adalah cerita yang pendek dan di dalamnya
terdapat pergolakan jiwa pada diri pelakunya sehingga secara keseluruhan cerita
bisa menyentuh nurani pembaca (Nursisto, 2000:165).
Menurut Nyoman Tusthi Eddy dalam Rampan (2009:1), cerpen
ialah (1) hanya melukiskan kejadian/peristiwa, (2) waktu berlangsung kejadian
tidak terlalu lama, (3) tempat kejadian berkisar antara satu sampai tiga
tempat, (4) jumlah pelaku paling banyak lima orang, (5) watak pelaku tidak
dilukiskan secara mendalam.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai cerpen di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah karya sastra berupa prosa yang di
dalamnya terdapat alur cerita dengan permasalahan tidak terlalu panjang.
B.
Menulis Cerpen
Dalam pembelajaran menulis, siswa dituntut mampu menuangkan
gagasannya dalam bentuk bahasa tulis. Seperti yang dikemukakan Nurjamal (2011:
69) bahwa menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam
bentuk bahasa tulis. Adapun kegiatan menulis adalah untuk mengungkapkan
fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan
efektif kepada pembaca (Keraf dalam Pujiono, 2013: 53). Menurut Dalman (2012:
1), menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan
(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dari
beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan
ungkapan gagasan, pikiran, dan perasaan yang disampaikan melalui bahasa tulis.
Menurut Nurgiyantoro (2002: 168) menulis merupakan suatu
proses perkembangan. Kemampuan menulis merupakan proses belajar yang memerlukan
ketekunan. Semakin berlatih, kemampuan menulis akan meningkat, oleh karena itu
keterampilan menulis perlu ditumbuh kembangkan. Salah satu jenis kegiatan
menulis kreatif dalam hal ini adalah menulis cerpen. Sumardjo (2007: 81)
mengungkapkan bahwa menulis cerpen pada dasarnya adalah menyampaikan sebuah
pengalaman kepada pembacanya.
Menulis cerpen adalah kegiatan mengorganisasikan pikiran,
gagasan secara baik dan benar dalam bentuk cerita fiksi yang berupa prosa
singkat, padat, ceritanya berpusat pada satu konflik, dan pengembangan
pelakunya terbatas serta menimbulkan kesan tunggal. Menulis cerpen bukan
sekedar memberitahu sebuah cerita, karena sebuah cerpen bukan hanya
menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan sebuah pengalaman (berbentuk
cerita), maka syarat untuk membuat sebuah cerpen hidup adalah bagaimana membawa
pembacanya memasuki pengalaman cerita itu.
Sumardjo (2007: 75-80) menjelaskan bahwa terdapat lima
tahap proses kreatif menulis yaitu: (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) inspirasi,
(4) penulisan, dan (5) revisi. Pertama, adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini
seorang penulis telah menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana ia akan
menuliskannya. Apa yang akan dia tulis adalah munculnya gagasan, isi tulisan.
Sedangkan bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk
tulisannya. Soal bentuk tulisan inilah yang menentukan syarat teknis penulisan.
Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah
muncul tadi disimpan dan dipikirkannya matang-matang, dan menunggu waktu yang
tepat untuk menuliskannya. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentrasi
penulis hanya pada gagasan itu saja. Ketiga, adalah saat inspirasi. Gagasan dan
bentuk ungkapnya telah jelas dan padu. Ada desakan kuat untuk segera menulis
dan tidak bisa ditunggu-tunggu lagi.
Keempat, tahap penulisan. Pada tahap inilah dimana
penulis akan mengeluarkan segala hasil pemikiran ide dan gagasannya ke dalam
sebuah bentuk tulisan yang telah direncanakan. Kemudian yang kelima, adalah
tahap revisi. Dalam tahap revisi, seorang penulis memeriksa dan melakukan
penilaian berdasarkan pengetahuan dan apresiasi yang dimilikinya.
Namun, masih ada tahap terakhir dari kegiatan pasca
menulis yakni mempublikasi. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh penulis
atau siswa antara lain: mempublikasi tulisan mereka dalam suatu bentuk yang
sesuai. Mempublikasi tulisan merupakan pengalaman yang sangat tinggi nilainya.
Keberanian mengkomunikasikan secara terbuka gagasan, sikap, pandangan, jarang
dijumpai pada diri siswa. Karena kegiatan ini merupakan upaya agar siswa dapat
menghasilkan tulisan yang lebih baik (Syamsi, 2012: 10).
Menurut Sumardjo (2007: 99) sebuah cerpen yang baik
adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk utuh, manunggal, tak ada
bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga ada sesuatu yang terlalu banyak,
semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Cerpen harus memberikan
gambaran sesuatu yang tajam. Dengan kata lain, menulis cerpen bisa disimpulkan
sebagai kegiatan mengarang cerita dengan memberikan pukulan tajam kepada
pribadi pembaca. Ketajaman itu bisa saja terletak pada unsur cerita atau
plotnya, unsur suasana cerita, unsur watak, psikologi tokoh, atau pada unsur
setting dan waktu terjadinya cerita.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen
adalah menemukan masalah, menemukan persoalannya, menemukan konflik,
menceritakan pengalaman, dan menghadirkan pengalaman itu sendiri. Agar dapat
menulis cerpen dengan baik, perlu adanya latihan-latihan membaca karya-karya
sastra, berusaha menambah pengetahuan dan pengalaman, mempunyai kecakapan
menulis dan mempunyai disiplin untuk menulis secara tetap (Sumardjo, 2007: 42).
Dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, seperti yang tersebut di atas
maka seseorang itu akan dapat menghasilkan karya sastra (cerpen) yang baik.
C. Unsur Pembangun
Cerpen
Pada sebuah cerpen, terdapat adanya unsur pembangun.
Unsur intrinsik cerpen antara lain tema dan amanat, alur dan pengaluran, tokoh
dan penokohan, latar dan pelataran, serta sudut pandang pencerita.
1.
Judul
Judul merupakan daya tarik utama bagi pembaca untuk
membaca sebuah karya sastra terutama cerpen. Menurut Wiyatmi (2006: 40), judul
dapat mengacu pada nama tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari beberapa
unsur tersebut.
2.
Tema dan Amanat
Tema dapat diibaratkan sebagai fondasi sebuah cerpen
(Muryanto, 2008:7). Biasanya, dalam cerpen yang baik, tema sealalu tersamar.
Pengarang mengungkapkan tema dalam keseluruhan elemen ceritanya, apakah dalam
dialog, jalan pikiran atau perasaan, kejadian-kejadian, setting, dan sebagainya
untuk mempertegas tema. Menurut Rampan (2009:15), tema adalah isi, yaitu memuat
gagasan.
Amanat dapat berupa jalan keluar dari sebuah masalah oleh
tokoh dalam cerpen. Amanat terselip dalam permasalahan dalam cerpen. Amanat
dapat ditampilkan secara eksplisit maupun implisit (Muryanto, 2008:8).
Cerpen menggambarkan satu peristiwa penting dalam
kehidupan seseorang atau beberapa pelakunya memuat misi tertentu yang bersifat
sugestif sehingga ketika cerpen dibaca, pembaca akan merenung. Kegiatan
menyimpulkan ini dilakukan tidak lain adalah memikirkan, mencari, atau
menyimpulkan apa yang penulis tuangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursisto
(2000:166) yang menyatakan bahwa manfaat karya sastra yaitu tulisan yang dapat
menyumbang andil bagi kehidupan.
3.
Alur
Menurut Muryanto (2008:9), alur diartikan sebagai
rangkaian peristiwa yang dijalin dengan saksama. Jalinan tersebut mampu
menggerakkan jalan cerita melalui peristiwa atau permasalahan sehingga mencapai
puncak permasalahan dan akhirnya selesai. Menurut Sayuti (2000:31), alur fiksi
hendaknya tidak diartikan hanya sebagai peristiwa-peristiea yang diceritakan
dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi juga merupakan
penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai peristiwa-peristiwa
berdasarkan hubungan kausalitas.
4.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah rekaan pengarang yang merupakan pelaku yang
terdapat dalam sebuah karangan fiksi (Wiyatmi, 2006: 30). Tokoh berkaitan erat
dengan penokohan, yaitu cara menggambarkan tokoh dalam sebuah cerita fiksi.
Sayuti (2000: 73-74) menyatakan bahwa tokoh merupakan elemen struktural fiksi
yang melahirkan peristiwa. Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerpen. Tokoh
dapat berupa manusia, binatang, dan sebagainya. Hubungan antar tokoh inilah
yang akhirnya akan menjalin sebuah cerita.
5.
Latar dan Pelataran
Latar dalam cerpen berhubungan dengan waktu, tempat, dan
kondisi sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar
tempat yaitu hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu merupakan
hal yang berkaitan dengan masalah historis, sedangkan latar sosial adalah latar
yang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan (Sayuti, 2000: 127). Tugas utama
latar ialah memberikan suasana kepada peristiwa dan manusia yang terdapat di
sebuah cerita. Dengan adanya ruang, waktu, dan suasana, peristiwa menjadi
konkret dan tidak dirasakan mereka berlaku dalam wujud yang seolah-olah diam
atau mati (Hamid dalam Rampan, 2009:7).
6.
Sudut Pandang atau Point
of View
Sudut pandang atau point of view mempersoalkan
tentang siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau
tindakan itu dilihat dalam sebuah karya fiksi (Sayuti, 2000: 157). Menurut
Rampan (2009:6), sudut pandang adalah pilihan pengarangdalam menggunakan tokoh
cerita. Sumardjo dalam Rampan (2000:6) memberikan perincian mengenai sudut
pandang sebagai berikut: (1) melalui omniscient point of view, yaitu
sudut pandang yang berkuasa. (2) melalui objectiv point of view, yakni
pengarang menyuguhkan cerita tanpa komentar, (3) melalui point of view
orang pertama, yaitu menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”, (4) melalui point
of view peninjau, teknik ini digunakan pengarang dengan memilih salah satu
tokoh untuk memaparkan cerita.
7.
Gaya Bahasa
Menurut Rampan (2009:15), gaya adalah bentuk, yaitu cara
cerpenis menyampaikan gagasan. Gagasan besar dan bermutu disampaikan dalam
bentuk bercerita yang buruk dan tidak memikat akan menjatuhkan kualitanya
sebagai karya sastra.
D.
Struktur Teks Cerita Pendek
Secara sederhana struktur teks cerita pendek terdiri atas
tiga bagian yaitu orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar
tempat dan waktu, dan awalan masuk ke tahap berikutnya (Kemendikbud:2013).
Kedua komplikasi, pada bagian ini tokoh utama berhadapan
dengan masalah (problem). Bagian ini merupakan bagian inti dari teks, masalah
harus ada. Jika tidak ada masalah harus diciptakan. Dalam komplikasi disajikan
berbagai peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun
kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Kemendikbud:2013).
Menurut Gerot dan Wignell (1994:204) struktur teks cerita
pendek terdiri atas (1) Orientasi, kumpulan adegan, tempat kejadian, dan
pengenalan pelaku dalam cerita, (2) Komplikasi, peningkatan permasalahan,
tingkat kegawatan mulai menanjak, (3) Resolution, masalah telah dipecahkan atau
diselesaikan, bisa juga disebut sebagai peleraian.
E.
Pembelajaran Menulis Cerpen
Menurut Tarigan dalam Rampan (2009:14) merumuskan
beberapa ciri cerpen yang menunjukkan kekhasannya sebagai karya sastra. Ciri
pertama yaitu, singkat, padu, dan intensif. Cerpen hanya ditulis dalam jumlah
katater batas (hingga sekitar 15.000 kata) namun harus tetap padu dan padat
tanpa membuat cerita bercabang-cabang. Kedua adalah pengadeganan, tokoh, dan
gerak. Ada peristiwa tertentu pada suatu waktu dan tempat tertentu dengan tokoh
yang jelas, serta dengan aksi yang menunjukkan terjalinnya antara kejadian,
tokoh, dan peristiwa menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ketiga, bahasa
yang digunakan harus tajam, sugestif, dan manarik perhatian. Keempat,
interpretasi pengarang tentang konsep terhadap kehidupan, baik langsung maupun
tidak langsung. Kelima, hanya menimbulkan satu efek saja dalam pikiran pembaca.
Keenam, menyentuh perasaan, agar cerita menarik secara nalar. Ketujuh, harus
tercipta detail persoalan dan kejadian yang sudah diplot. Masalah-masalah yang
muncul dan berbagai insidensi harus mampu mengundang pertanyaan pembaca.
Kedelapan, suatu kejadian harus mampu menguasai seluruh cerita. Kesembilan,
memiliki seorang tokoh utama yang menentukan. Kesepuluh, memberi dampak atau
kesan tertentu bagi pembaca. Kesebelas, hanya ada satu situasi. Situasi itulah
yang dieksplorasi, sehingga mampu meninggalkan kesan yang mendalam. Keduabelas
yaitu memiliki kesan tunggal. Maksudnya, dampak yang ditimbulkan akan bulat dan
hanya terjadi satu emosi.
2.1.2.
Strategi Pembelajaran
A.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)
Strategi digunakan untuk
memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal
yang harus diperhatikan dalam pengertian tersebut. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
utnuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan.
Kemp dalam Wina (2008: 126)
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secra
efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick dan Carey dalam Wina
(2008) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi
dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.
Menurut Wina (2008: 91-92)
strategi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning)
merupakan strategi pembelajaran dimana peserta didik belajar melalui
permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan fakta.
Peserta didik belajar secara berkelompok dan diberi tanggung jawab untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dibahas, kemudian peserta didik
dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya berupa unjuk
kerja.
Strategi pembelajaran berbasis
masalah adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa sejak awal dihadapkan
pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang
bersifat berpusat pada siswa. Harsono (2005: 2) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran berbasis masalah dipusatkan pada siswa, sementara itu pada
pembelajaran guru menyampaikan pengetahuannya kepada siswa sebelum menggunakan
masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan.
Pada strategi pembelajaran
berbasis masalah terdapat langkah-langkah untuk menyelesaikan sebuah masalah,
yaitu dengan memaparkan siswa terhadap masalah, mengkoordinasikan siswa untuk
belajar, membimbing siswa mengumpulkan data, mengembangkan dan
mendemostrasikan, melakukan evaluasi dan pemecahan masalah, mengumpulkan hasil.
Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi.
Menurut Muhson dan Mustofa
(2008: 13) dalam strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik diberikan
suatu permasalahan, kemudian secara berkelompok mereka akan berusaha untuk
mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi, mereka
diharapkan secara aktif mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber.
Informasi dapat diperoleh dari bahan secara (literature), narasumber,
dan lain sebagainya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Wina (2009: 91-92)
bahwa dalam strategi pembelajaran berbasis masalah, peserta didik belajar
melalui permasalahan-permasalahan praktis yang berhubungan dengan kehidupan
nyata dan berupa fakta. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan
strategi pembelajaran dimana siswa menyelesaikan masalah atau memecahkan
masalah dari dunia nyata. Simulasi masalah diaktifkan untuk keingintahuan siswa
dalam sebelum memulai suatu subjek. Diskusi kelompok yang baik dan benar sangat
membantu siswa mencapai penyelesain masalah yang dialaminya dalam pembelajaran.
Menurut Forgarty dalam Wina (1997:
92) tahap-tahap proses belajar mengajar dalam strategi pembelajaran berbasis
masalah yaitu: (1) menemukan masalah: pembelajaran berdasarkan masalah dimulai
dengan kesadaran adanya masalah yang harus dimiliki dan dapat dipecahkan. Pada
tahap ini guru memberikan atau membimbing siswa pada kesadaran adanya
kesenjangan sosial yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan, (2)
mengidentifikasi masalah: siswa membuat sebuah kelompok dan berdiskusi tentang
masalah yang mereka dapatkan. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran
berdasarkan masalah hendaknya mengaitkan berbagai disiplin ilmu, (3)
mengumpulkan data: pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa
melakukan dan mencari masalah yang terbuka yang ada di dunia atau nyata. Siswa
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, merumuskan hipotesis dan membuat
ramalan, mencari informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan, (4)
menghasilkan karya dan didemontrasikan: pembelajaran berbasis masalah menuntut
siswa untuk menghasilkan karya tertentu dan dapat diperagakan yang memperjelas
atau mewakili masalah yang ditemukan. Karya ini dapat berupa laporan, model
fisik, dan video. Hasilnya dipresentasikan didepan kelas, (5) pembelajaran
bermula dengan masalah, (6) pengetahuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
proses pembelajaran berbasis masalah, (7) siswa diberi kesempatan untuk
bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk
memecahkan masalahnya, serta mengorganisasikan masalah.
Smith dalam Amir, (2010: 27)
mengungkapkan bahwa dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah,
pelajar akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat,
meningkat pemahamnannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia
praktik, mendorong mereka penuh pemikiran dan kerja sama, kecakapan belajar,
dan memotivasi pemelajar.
Menurut Amir (2010: 29) tujuan
penggunaan strategi pembelajaran berbasis masalah dapat dikategorikan sebagai
berikut: (1) mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi
pembelajaran berbasis masalah, (2) mengajak siswa untuk berpikir secara
rasional dan mengajak siswa untuk mengembangkan ide-ide yang mereka tuangkan
dalam bentuk tulisan, (3) memberi kemandirian siswa dalam proses belajar
mengajar dan memiliki masalah yang dihadapi dan mencari sumber-sumber
penyelesaian masalah, sehingga menjadikan siswa kreatif dan kritis, (4) tujuan
pengajaran menulis agar siswa dapat berpikir, berbuat dan merasakan tentang
dirinya, tentang orang lain, tentang lembaga sosial tempat mereka bermasyarakat
dan masih ada lagi yang lain.
Penekanan dalam pengajaran
menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah adalah pada hasil belajar
yang diperoleh melalui pengalaman kongkret, tidak hanya akan berarti bila
dipergunakan sebagai proses pengajaran.
B.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Aplikasinya
dalam Pembelajaran Menulis Cerpen
Strategi pembelajaran berbasis
masalah adalah salah satu strategi dalam menulis kreatif yang akan membantu dan
mempermudah siswa untuk mengembangkan ide dari suatu masalah yang ada di
sekitar mereka. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
berikut.
1. Tahap pertama: menemukan
masalah.
Dalam tahap ini, strategi
pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk memunculkan ide-ide secara
mandiri untuk menemukan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan
berupa fakta. Siswa dirangsang untuk menemukan masalah berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya.
Guru bertanya jawab tentang
masalah atau pengalaman pribadi yang pernah dialami siswa. Siswa diminta untuk
memikirkan beberapa masalah yang dihadapi. Misalnya siswa memiliki tiga
masalah, lalu dari tiga masalah tersebut akan dipilih salah satu masalah yang
dirasa menarik untuk dijadikan bahan untuk menulis cerpen. Kegiatan ini sebagai
apersepsi bagi siswa agar memorinya mengingat kembali hal-hal yang menarik bagi
siswa, sehingga mampu menuangkannya dalam cerpen.
2. Tahap kedua: identifikasi
masalah.
Guru meminta siswa
mengidentifikasi ide-ide maupun masalah yang muncul yang telah mereka tentukan
sebelumnya, sehingga masalah tersebut mendapatkan pemecahan solusi yang dapat
digunakan untuk menentukan alur cerita. Masalah yang diajukan dalam
pembelajaran hendaknya mengaitkan dengan berbagai disiplin ilmu.
3. Tahap ketiga: membimbing
mengumpulkan data individu atau kelompok.
Guru memberikan pengarahan
untuk mencari informasi yang sesuai untuk memperoleh pemecahan masalah. Siswa
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mencari informasi dan
mengumpulkan data, serta merumuskan kesimpulan yang nantinya akan akan
dikembangkan menjadi satu kesatuan cerita.
4. Tahap keempat: mengembangkan
dan menghasilkan karya.
Guru membantu proses dalam mempersiapkan karya
yang akan didemontrasikan siswa. Masing-masing individu siswa melakukan praktik
menulis cerpen dengan mengembangkan ide atau permasalahan yang sudah mereka
tentukan sebelumnya. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita melalui
alur dan penokohan yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan. Dalam
kegiatan ini peneliti bersama guru mitra memberikan bimbingan dengan kepada
siswa, agar siswa tidak mengalami banyak kesulitan ketika menulis cerpen.
5. Tahap kelima: melakukan
evaluasi dan mengumpulkan hasil.
Pada tahap ini guru memberikan
pengarahan, supaya siswa merefleksikan dan mengevaluasi terhadap proses-proses
yang mereka lakukan. Setelah semua siswa selesai menulis cerpen, siswa diminta
untuk mengumpulkan hasil karya cerpen mereka. Guru meminta siswa menukarkan
cerpennya dengan cerpen milik teman. Siswa menyunting cerpen milik teman,
kemudian cerpen yang sudah disunting tersebut direvisi kembali oleh pemiliknya.
Siswa mulai memperbaiki bagian-bagian yang salah dari hasil karya cerpennya.
6. Tahap keenam: mendemonstrasikan
atau mempublikasikan.
Guru meminta beberapa siswa
untuk mempresentasikan dan mempublikasikan hasil karya cerpennya di depan
teman-teman sekelas, sehingga siswa yang lain dapat menilai dan memberi
tanggapan atas hasil kreasi salah seorang teman mereka yang telah membacakan
cerpennya di depan kelas. Cerpen yang kreatif dan berkualitas akan diberikan
penghargaan.
Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah membantu siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi siswa.
dalam pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa diajarkan untuk
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam situasi yang baru.
Langkah-langkah inti pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai berikut:
1. guru mengajukan suatu masalah;
2. siswa melakukan penyelidikan
dan berimajinasi tentang masalah yang ada;
3. siswa mengumpulkan data dan berdiskusi
untuk memperoleh informasi;
4. siswa membuat cerpen sesuai
pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Pembelajaran Berbasis Masalah;
5. siswa mempresentasikan hasil
karangan menulis cerpen;
6. siswa bersama dengan guru
menyimpulkan pembelajaran mengenai menulis cerpen dengan strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah yang sudah dilakukan;
7. dan siswa melakukan refleksi
terkait pembelajaran yang baru berlangsung dan menyimak informasi mengenai
rencana tindak lanjut pembelajaran.
B.
Penilaian Menulis Cerpen
Penilaian dalam penelitian ini,
menggunakan penilaian analytic rubric yaitu memerinci komponen yang
dinilai dan masing-masing dapat diberi skor. Menurut Nurgiyantoro (2012: 444),
penilaian analitis adalah penilaian hasil karangan peserta didik berdasarkan
kualitas komponen pendukungnya; tiap komponen diberi skor secara tersendiri dan
skor keseluruhan diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor komponen tersebut.
Dengan penelitian analitis ini,
akan diperoleh informasi komponen dengan rentangan skor. Hal tersebut dapat
mencerminkan tingkat kompetensi peserta didik. Melalui penilaian analitis,
dapat diketahui kelebihan dan kelemahan seorang peserta didik, sehingga untuk
pembelajaran menulis selanjutnya, guru dapat lebih memfokuskan pada hal-hal
yang masih menjadi kelemahan peserta didik.
Menurut Machmoed dalam
Nurgiyantoro, 2001: 305) kategori penilaian karangan yang pokok meliputi
kualitas ruang dan lingkup isi, organisasi dan penyajian isi, gaya dan bentuk
bahasa, mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan dan
kebersihan. Dari pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian
dalam menulis cerpen ditekankan pada proses kreatif penciptaan cerpen dengan
mempertimbangkan isi, organisasi dan penyajian bahasa, dan mekanik penulisan.
Agar lebih relevan, maka aspek
penilaian di atas dibagi lagi menurut kriteria-kriteria tertentu yaitu: aspek
isi gagasan yang berupa fakta cerita, meliputi kriteria penyajian alur
(tahapan, konflik, klimaks), latar, dan tokoh. Aspek sarana cerita meliputi
kriteria penyajian judul, sudut pandang, serta gaya dan nada. Aspek tema, dan
aspek ejaan meliputi kriteria penulisan huruf, penulisan kata, serta penerapan
tanda baca. Selanjutnya, yang terakhir adalah aspek paragraf. Sedangkan,
indikator penilaian menulis cerpen tersebut meliputi kriteria sangat baik,
baik, cukup, kurang, dan sangat kurang (instrumen penilaian ada di lampiran 9).
2
2.1.
2.2.
Kerangka Pikir
Pada dasarnya keterampilan
menulis mempunyai hubungan dengan keterampilan-keterampilan yang lainnya, di
mana sebelum seseorang menulis dapat dilatar belakangi setelah membaca,
mendengarkan, atau bahkan bertukar pikiran dengan orang lain. Dengan adanya
alasan-alasan untuk menulis, seseorang mulai menuangkan apa yang ingin
ditulisnya agar orang lain pun dapat membacanya.
Pembelajaran menulis di sekolah
juga mengalami hal serupa seperti apa yang telah dipaparkan di atas, terutama
pembelajaran menulis cerpen. Di kelas siswa tidak mempunyai motivasi dalam
belajar keterampilan menulis cerpen.
Siswa malas setiap mengikuti
pelajaran menulis cerpen, dan menganggap manulis itu sesuatu yang tidak
penting. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan guru cenderung monoton, siswa
hanya mendengarkan materi cerpen melaui metode ceramah, siswa mendengarkan guru
menyampaikan materi setelah itu guru menyuruh siswa untuk membuat cerpen.
Hal-hal yang telah disampaikan
di atas membuat siswa menjadi malas untuk mengikuti pelajaran menulis cerpen. Umumnya
guru mengalami kendala ketika mengajar di kelas. Pembelajaran masih berkisar
dengan membaca cerpen kemudian siswa menjawab pertanyaan seputar isi cerpen
atau menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen. Proses pembelajaran
tersebut masih memiliki kekurangan, sehingga siswa merasa bosan dan tidak
semangat untuk belajar.
Seperti kita ketahui bahwa
menulis cerpen merupakan kegiatan yang tidak mudah untuk dilakukan oleh setiap
orang. Pada kenyataan di sekolah pembelajaran menulis cerpen belum memenuhi
tujuan yang akan dincapai. Siswa masih sulit untuk menyampaikan ide, gagasan,
pikirannya ke dalam karya sastra khususnya cerpen secara baik. Oleh karena itu
pembelajaran menulis cerpen memerlukan suatu strategi pembelajaran agar materi
yang disampaikan guru dapat dipahami siswa, sehingga siswa dapat menghasilkan
proses kreatif dari materi yang disampaikan guru. Salah satu strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk menulis cerpen adalah strategi
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran
berbasis masalah, dapat memudahkan siswa menemukan ide atau gagasan untuk
menulis dari permasalahan yang ada di sekitar mereka, serta mengembangkan
cerita melalui alur, penokohan dan latar.
2.3.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di
atas, hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah dengan menggunakan strategi
pembelajaran berbasis masalah, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis
cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap.
BAB III
METODE PENELITIAN
3
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Dari namanya sudah
menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian
yang dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto, 2016).
Pada pengertian lain, bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian
yang dikembangkan bersama-sama tentang variabel-variabel yang dapat
dimanipulasi dan digunakan untuk menentukan kebijakan pembangunan (Hatimah,
2000). Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh
guru di dalam kelas.
Penelitian tindakan kelas
adalah penelitian yang dilakukan oleh gurunya sendiri di kelasnya sendiri
dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan merefleksikan tindakan
secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wijaya, 2012).
Menurut Dave Ebbut (1985) dalam Arifin (2012) Penelitian Pendidikan mengatakan,
bahwa penelitian tindakan adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk
memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan (guru)
melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat dari tindakan
tersebut.
Dari beberapa pendapat tentang
penelitian tindakan kelas, dapat disimpulkan, penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan guru yang dilakukan
oleh siswa yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran yang lebih
baik lagi. Penelitian tindakan kelas tidak dapat dilakukan sendiri. Peneliti
harus mengadakan kerjasama secara kolaboratif dengan pihak lain yang masih
menyangkut permasalahan yang akan diteliti. Secara garis besar, prosedur
penelitian tindakan kelas mencakup empat tahapan, yaitu a) perencanaan, b)
pelaksanaan, c) pengamatan, dan, d) refleksi.
Adapun model dan penjelasan
masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
1.
Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan
penelitian menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan
bagaimana tindakan penelitian dilakukan. Istilah untuk perencanaan ini adalah
kolaborasi, agar penelitian bersifat ideal antara pihak yang melakukan tindakan
dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Tahap perencanaan tersebut
dapat dijabarkan dengan: membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan membuat
lembar kerja siswa.
2.
Tahap Tindakan
Tahap kedua dari Penelitian
Tindakan Kelas yaitu pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi
rancangan. Berikut langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan tindakan:
a. Guru memberikan penjelasan
mengenai materi pembelajaran berdasarkan masalah.
b. Guru melakukan proses
pembelajaran dengan penilaian tes.
c. Guru memonitor siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
3.
Tahap Observasi
Pada tahap ini peneliti
melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi atau penilaian yang telah disusun, termasuk juga
pengamatan secara cermat selama proses belajar berlangsung. Data yang
dikumpulkan yaitu data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias
siswa, dan lain-lain.
4.
Tahap Refleksi
Pada tahap ini, mencakup
penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat
masalah dari proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui
siklus berikutnya. Berikut langkah-langkah yang dilakukan pada tahap refleksi:
a. Mengelola dan menulis data yang
diperoleh dari siklus 1.
b. Menemukan kekurangan pada
siklus 1.
c. Menyimpulkan dan merefleksikan
pada siklus 1, 2, dan selanjutnya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
setiap putarannya dirancang melalui fase perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Keempat komponen tersebut dipandang sebagai salah satu siklus. Jika tindakan
siklus I nilai rata-ratanya belum mencapai target yang ditentukan, akan
dilakukan siklus II. Berikut ini merupakan gambar siklus penelitian tindakan
kelas.
Oleh karena itu untuk lebih
memastikan keberhasilan dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
telah dirancang, maka menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah (SPBM) dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II.
1. Siklus I digunakan untuk
mengetahui :
a. keterampilan menyusun teks
cerita pendek pada siswa (aspek psikomotorik);
b. pengetahuan siswa terhadap
cerita pendek (aspek kognitif), dan
c. perilaku siswa dalam
pembelajaran (aspek afektif)
d. Siklus I juga digunakan sebagai
refleksi untuk melakukan siklus II.
2. Siklus II digunakan untuk
mengetahui :
a. peningkatan keterampilan
menyusun teks cerita pendek pada siswa (aspek psikomotorik);
b. pengetahuan siswa dalam
menentukan unsur-unsur pembangun cerita pendek (aspek kognitif)dan
c. perilaku belajar siswa (aspek
afektif) setelah dilakukan perbaikan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan pada siklus
Metode Penelitian ini juga
menggunakana metode deskriptif yaitu mengidentifikasi, menganalisis, dan
mendeskripsikan data yaitu berupa cerpen siswa. Penelitian deskriptif dalam
penelitian ini adalah upaya untuk menggambarkan kelengkapan unsur intrinsik
cerpen karya siswa. Data digambarkan secara objektif dan apa adanya berdasarkan
apa yang peneliti dapatkan. Dengan demikian, laporan penelitian ini selain
berisi data-data kuantitatif juga berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran penyajian penelitian tersebut.
3.2.
Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Semester 2 Tahun Ajaran 2019/2020 dengan
jadwal penelitian adalah sebahai berikut
3.3.
Setting Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Cilacap, pada kelas IX semester genap tahun
ajaran 2019/2020. SMP Negeri 2 Cilacap berlokasi di Jalan Jenderal Urip
Sumoharjo Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. SMP Negeri 2 Cilacap termasuk
dalam sekolah yang favorit. Fasilitas dan pendukung di sekolah menjadikan
sekolah ini menjadi yang terbaik dibidangnya. Keberadaan sekolah yang terletak
cukup strategis dan mudah dijangkau, menjadikan sekolah sering diteliti ataupun
untuk mengambil data.
3.4.
Subjek dan Objek Penelitian
Berdasarkan observasi yang
diperoleh dari pengamatan pratindakan, subjek penelitian tindakan kelas ini
adalah siswa kelas IX SMP Negeri 2 Cilacap. Pertimbangan diambilnya kelas ini
sebagai sampel penelitian karena pembelajaran menulis cerpen pada kelas IX masih
perlu ditingkatkan, agar nilai yang dihasilkan sesuai dengan tingkat
ketercapaian pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia,
kelas IX yang lain dirasa sudah mampu dan sesuai dengan tingkat ketercapaian
pembelajaran.
Objek dalam penelitian ini
adalah peningkatan kemampuan menulis cerpen dengan strategi pembelajaran
berbasis masalah pada siswa kelas IX. Berdasarkan keadaan tersebut, melalui
pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
3.5.
Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas
terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), observasi
(pengamatan), dan refleksi (Kemmis dalam Madya, 2009: 59). Penelitian ini
dilakukan melalui dua (2) siklus, namun sebelum memasuki siklus 1 dan 2,
terdapat tahap pratindakan yang harus dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa dalam pembelajaran menulis cerpen sebelum dilakukan penerapan
menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM).
Kegiatan pada tahap pratindakan
mulanya siswa diberikan materi tentang cerpen dan unsur-unsur pembentuknya.
Selanjutnya, guru membagikan lembar tes awal menulis cerpen. Setelah semua
siswa selesai mengerjakan tes, kemudian dikumpulkan dan dikoreksi sehingga
dapat diketahui kemampuan siswa dan apa yang menjadi hambatan dalam menulis
cerpen. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilaksanakan
dalam bentuk siklus, masing-masing siklus terdiri atas hal-hal berikut ini :
A.
Siklus I
Prosedur pelaksanaan tindakan
di lokasi penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti yang
dibantu dengan satu guru mitra menetapkan alternatif tindakan yang akan
dilakukan dalam upaya peningkatan keadaan dan kemampuan siswa dalam
pembelajaran praktik menulis cerpen melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Diskusi dengan guru mitra untuk menyamakan persepsi dan mengidentifikasi
permasalahan yang muncul terkait dengan kemampuan menulis cerpen siswa,
seberapa jauh kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
b.
Peneliti bersama guru mitra merancang pelaksanaan pemecahan masalah dalam
pembelajaran dengan menggunakan metode atau strategi yang tepat, yaitu
menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah.
c.
Peneliti bersama guru mitra menyiapkan skenario pelaksanaan tindakan
dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah dan penyediaan sarana
atau media yang diperlukan seperti : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
d.
Peneliti bersama guru menyiapkan instrumen penelitian yang berupa catatan
lapangan, lembar observasi, lembar pedoman penilaian, dan kamera sebagai alat
dokumentasi.
2.
Tindakan
Pada Siklus I, implementasi
tindakan akan dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu sebagai berikut :
a.
Pertemuan Pertama
Kegiatan pembelajaran pada
pertemuan pertama adalah sebagai berikut.
1). Guru menyampaikan materi
pembelajaran mengenai penulisan cerpen dan unsur-unsur pembangun cerpen hingga
mampu membuat cerpen yang baik.
2). Guru menjelaskan
langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan siswa ketika menulis cerpen
dengan memperhatikan kronologi waktu dan peristiwa, pilihan kata, tanda baca,
dan ejaan yang benar.
3). Siswa diajak berimajinasi
sejenak mengenai apa yang sedang mereka pikirkan, ataupun mengingat peristiwa
yang pernah mereka alami atau masalah yang dihadapi, sebagai awal untuk
memancing kreatifitas siswa dalam memunculkan ide-ide kreatif secara mandiri
yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan berupa fakta.
4). Guru mengenalkan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dan menjelaskan tahapan menulis cerpen
dengan strategi pembelajaran berbasis masalah.
5). Guru meminta siswa menuliskan
pengalaman atau masalah yang sedang mereka pikirkan. Misalnya siswa memiliki
tiga masalah, lalu dari tiga masalah tersebut akan dipilih salah satu masalah
yang dirasa menarik untuk dijadikan tema dan bahan dalam menulis cerpen.
6). Siswa mengidentifikasi masalah
sesuai dengan tema masing-masing yang berangkat dari permasalahan dan
pengalaman pribadi yang telah mereka tentukan.
7). Guru meminta siswa membuat
kerangka cerpen untuk memudahkan siswa dalam praktik menulis cerpen, dengan
tetap memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen dan strukur kebahasaan cerpen
tersebut.
8). Guru meminta siswa untuk
praktik menulis cerpen dengan mengembangkan kerangka cerpen yang sudah mereka
buat. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita dalam alur dan penokohan
yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan.
9). Disaat siswa sedang bekerja,
guru berkeliling melihat pekerjaan siswa dan guru membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam menemukan ide-ide untuk dituangkan dalam menulis cerpen.
10). Jika cerpen belum selesai
dikerjakan, akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.
b.
Pertemuan Kedua
Kegiatan pembelajaran pada
pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
1). Guru membimbing siswa untuk
berdiskusi tentang materi cerpen yang pada pertemuan pertama belum siswa pahami.
2). Jika pada pertemuan pertama
siswa belum selesai mengerjakan tugas, siswa melanjutkan praktik menulis
cerpen.
3). Setelah siswa selesai menulis
cerpen dengan waktu yang telah ditentukan, guru meminta salah seorang siswa
untuk membacakan hasil karya cerpen yang telah mereka tulis di depan
teman-teman sekelas.
4). Guru meminta siswa yang lain
menilai dan memberi tanggapannya atas hasil kreasi salah seorang teman mereka
yang telah membacakan cerpennya di depan kelas.
5). Guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk memperbaiki hasil karyanya masing-masing yaitu hasil penulisan
cerpen.
6). Setelah siswa selesai
memperbaiki cerpennya, guru meminta semua siswa mengumpulkan hasil karya
mereka.
7). Guru menyampaikan kembali
secara singkat mengenai cerpen dan langkah-langkah membuat cerpen dengan
memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen, sebagai bentuk kepedulian guru
untuk sedikit mengingatkan bagi siswa-siswa yang mungkin telah lupa dengan
materi tersebut.
3.
Pengamatan
Pengamatan (Observasi)
dilaksanakan selama tindakan berlangsung yang dilakukan oleh guru mitra, dengan
cara mengamati tindakan kelas yang
dilakukan oleh peneliti, dengan menggunakan perangkat (instrumen) berupa lembar
observasi yang dilengkapi dengan catatan lapangan.
Dalam lembar observasi, yang
dinilai terdiri dari atas beberapa aspek yaitu :
a.
Sisaw dalkam bentuk : penampilan perilaku siswa, reaksi, penerapan
strategi dan suasana berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar;
b.
Guru dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah untuk
meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa.
Hasil observasi digunakan untuk
menentukan strategi yang efektif dan efisien, dan didokumentasikan dalam
catatan lapangan.
4.
Refleksi
Dalam tahap refleksi ini, peneliti
berusaha memahami proses, masalah, dan kendala nyata dalam tindakan. Hasil
observasi yang telah dideskripsikan, didiskusikan dengan guru mitra berupa
komentar dan tanggapan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga tingkat
keberhasilan setiap aspek dapat diukur. Dengan demikian aspek yang yang belum
dinilai dapat ditindak lanjuti pada siklus berikutnya.
B.
Siklus II
Pada siklus kedua ini
pembelajaran menulis cerpen berkonsentrasi pada hal-hal yang belum dikuasai
oleh siswa. Hal ini dimaksudkan agar kelemahan dan kesulitan siswa dalam
menulis cerpen dapat diatasi. Prosedur yang dilakukan pada siklus kedua adalah
sebagai berikut :
1.
Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dari
siklus pertama, rencana implementasi tindakan yang akan dilakukan guru pada
siklus kedua sebagai berikut.
a.
Pada siklus kedua ini peneliti bersama guru mitra memecahkan faktor yang
menjadi hambatan bagi siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen sebagai
bentuk dari tindak lanjut dari Siklus I.
b.
Peneliti bersama guru mitra mempersiapkan dengan matang skenario
pelaksanaan tindakan kelas dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis
masalah dan penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh siswa ketika
proses belajar mengajar menulis cerpen.
c.
Peneliti bersama guru mitra menyiapkan instrumen pengambilan data yang
berupa lembar catatan lapangan, lembar observasi, lembar pedoman penilaian, dan
kamera sebagai alat dokumentasi.
2.
Tindakan
Implementasi tindakan pada
siklus kedua dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pada Siklus II,
pembelajaran keterampilan menulis cerpen disesuaikan hasil evaluasi dan
refleksi pada Siklus I, dengan pelaksanaan sebagai berikut :
a.
Pertemuan Pertama
Kegiatan pembelajaran pada
pertemuan pertama adalah sebagai berikut.
1). Guru memberi penjelasan kepada
siswa mengenai kekurangan mereka dalam menulis cerpen yang telah dilakukan pada
Siklus I, berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi Siklus I.
2). Melakukan tanya jawab dengan
siswa tentang masalah atau pengalaman pribadi yang pernah dialami siswa,
kegiatan ini sebagai apersepsi bagi siswa agar memorinya mengingat kembali
hal-hal yang menarik bagi siswa, sehingga mampu menuangkannya dalam cerpen.
3). Guru meminta siswa menuliskan
pengalaman atau masalah yang mereka anggap berkesan untuk dijadikan bahan
menulis cerpen sebagaimana Siklus I.
4). Siswa mengidentifikasi dan
mengumpulkan informasi berdasarkan pengalaman pribadi yang telah mereka
tentukan, hingga dapat menjadi kerangka dalam penyusunan cerpen.
5). Guru meminta siswa membuat
kerangka cerpen untuk memudahkan siswa dalam praktik menulis cerpen, dengan
tetap memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen dan struktur kebahasaan.
6). Guru meminta siswa untuk
praktik menulis cerpen dengan mengembangkan kerangka cerpen yang sudah mereka
buat. Guru membimbing siswa untuk mengembangkan cerita dalam alur dan penokohan
yang mendasarkan pada masalah yang harus diselesaikan.
7). Guru mengingatkan kepada siswa
atas hal-hal yang telah dievaluasi sebelumnya, agar siswa menghasilkan cerpen
yang lebih baik dari hasil yang telah dilakukan pada Siklus I.
8). Disaat siswa sedang bekerja,
guru berkeliling melihat pekerjaan siswa dan guru membantu siswa yang mengalami
kesulitan.
9). Jika cerpen belum selesai
dikerjakan, akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.
b.
Pertemuan Kedua
Selanjutnya, kegiatan
pembelajaran pada pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
1). Jika pada pertemuan pertama
siswa belum selesai mengerjakan tugas, siswa melanjutkan praktik menulis
cerpen.
2). Setelah siswa selesai menulis
cerpen dengan waktu yang telah ditentukan, guru meminta beberapa siswa untuk
membacakan hasil karya cerpen yang telah mereka tulis di depan teman-teman
sekelas.
3). Guru meminta siswa yang lain
menilai dan memberi tanggapannya atas hasil kreasi salah seorang teman mereka
yang telah membacakan cerpennya di depan kelas.
4). Guru meminta siswa menukarkan
cerpennya dengan cerpen milik teman.
5). Siswa diminta menyunting cerpen
teman, kemudian cerpen yang sudah disunting, direvisi kembali oleh pemiliknya.
6). Guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk memperbaiki hasil karya cerpennya masing-masing.
7). Setelah siswa selesai
memperbaiki cerpennya, guru meminta semua siswa mengumpulkan hasil karya
mereka.
3.
Pengamatan
Pengamatan berdasarkan pada
kemampuan menulis cerpen siswa dan kemungkinan terjadinya peningkatan kemampuan
penulisan siswa. Pengamatan diarahkan pada faktor yang sebelumnya menjadi
kelemahan penulisan cerpen siswa. Dari kegiatan ini dapat diketahui apakah
pembelajaran yang dilakukan dengan strategi pembelajaran berbasis masalah
mengalami keberhasilan atau tidak.
4.
Refleksi
Refleksi berdasarkan atas
data-data yang masuk, dengan berdiskusi bersama guru pengajar. Untuk mengetahui
apakah siswa dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dialami sebelumnya,
dilakukan dengan cara melihat perencanaan dan implementasi dari siklus
sebelumnya.
Bila ada siswa yang belum
berhasil dalam kemampuan menulis cerpen, dijadikan masukan bagi kemungkinan
dilaksanakan tindakan selanjutnya. Jika tujuan akhir meningkat, maka dapat
dikatakan penelitian yang dilaksanakan berhasil. Akan tetapi, jika masih jauh
dari harapan maka perlu dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan.
3.6.
Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa data perilaku
siswa selama dalam proses penulisan cerpen menggunakan strategi pembelajaran
berbasis masalah. Data kuantitatif berupa tingkat kemampuan siswa yang
ditunjukkan dengan nilai tes menulis cerpen.
Data atau informasi yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa cara yaitu:
1.
Pengamatan
Pengamatan adalah kegiatan pengamatan atau
pengambilan data untuk memotret seberapa jauh efek tindakan yang telah dicapai.
Pengamatan dilakukan oleh peneliti dan guru mitra yang juga bertindak sebagai
kolaborator. Pengamatan dilakukan dengan instrumen lembar observasi yang
dilengkapi dengan pedoman observasi dan dokumentasi foto. Pengamatan ini juga
dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan agar segala sesuatu yang terjadi
pada saat pengambilan data dapat terangkum.
2.
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan guru dan siswa.
Wawancara dilakukan di luar jam pelajaran. Wawancara yang dilakukan dengan
siswa tidak semuanya diwawancarai, hanya perwakilan dari beberapa siswa saja.
Wawancara dengan peneliti yang merupakan guru Bahasa Indonesia dilakukan oleh
guru secara terstruktur dan tidak terstruktur untuk mengetahui proses
pembelajaran yang telah dilakukan.
3.
Angket
Angket merupakan instrumen pencarian data yang
berupa pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Instrumen ini
disusun berdasarkan indikator yang dapat mengungkapkan minat dan pengalaman
siswa dalam menulis cerpen.
4.
Tes Menulis Cerpen
Untuk mendapatkan data yang menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam menulis cerpen dilakukan tes menulis cerpen. Tes
dilakukan pada saat sebelum dan setelah pemberian tindakan. Praktik menulis
tersebut menggunakan pedoman penilaian menulis cerpen berdasarkan pedoman
penilaian yang telah dimodifikasi.
5.
Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan ada dua macam, yaitu
berupa dokumentasi tugas siswa yang merupakan hasil kerja siswa dalam menulis
cerpen baik pada saat pretes, Siklus I sampai Siklus II, dan dokumentasi foto.
Dokumentasi tugas siswa digunakan untuk mengetahui intensitas siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Dokumentasi foto-foto
kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan dari awal sampai akhir yang berguna
untuk merekam peristiwa penting dalam aspek kegiatan kelas.
6.
Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat
kegiatan penelitian berupa persiapan, perencanaan, implementasi tindakan,
pemantauan, dan refleksi.
3.7. Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data
berupa angket, catatan lapangan, wawancara, lembar observasi, dan lembar
penilaian menulis cerpen.
1.
Angket
Angket digunakan untuk mendapatkan data tentang
proses pembelajaran menulis cerpen yang berlangsung pada siswa. Angket terdiri
dari dua jenis, yaitu angket pratindakan yang diberikan sebelum tindakan
dilakukan untuk mengetahui pembelajaran menulis cerpen siswa sebelum diberi
tindakan, serta angket pascatindakan yang diberikan pada akhir penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi pembelajaran
berbasis masalah dalam menulis cerpen siswa (instrumen penelitian terdapat pada
lampiran 7 dan 8).
2.
Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat
kegiatan penelitian berupa persiapan, perencanaan, implementasi tindakan,
pemantauan, dan refleksi.
3.
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang
kemampuan penulisan cerpen siswa dan kendala yang dihadapi oleh guru dalam
pembelajaran menulis cerpen (instrumen penelitian terdapat pada lampiran 6).
4.
Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mendata,
memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan menulis cerpen yang
berlangsung di kelas. Lembar observasi disusun berdasarkan pedoman observasi
yang digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa. Hasil observasi dilengkapi
dengan catatan lapangan (field notes) (instrumen penelitian terdapat pada
lampiran 10-13).
5.
Lembar Penilaian Keterampilan Menulis Cerpen
Lembar penilaian keterampilan menulis cerpen yang
berupa cerpen menggunakan penilaian berdasarkan penilaian hasil karangan yang
telah dimodifikasi dari buku Burhan Nurgiyantoro yang berjudul “Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra” tahun 2001 halaman 307. Ada beberapa kriteria
yang harus dinilai agar peneliti mengetahui kemampuan siswa dalam memahami
pelajaran menulis. Adapun kriteria penilaian ketrampilan menulis cerpen
terdapat pada lampiran 9.
3.8.
Teknik Analisis Data
Data dalam Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Analisis tindakan
dilakukan secara kualitatif, sedangkan analisis hasil tindakan dilakukan secara
kuantitatif. Analisis kualitatif yang dilakukan berdasarkan data yang terkumpul
berupa hasil wawancara, catatan lapangan, lembar observasi, angket, dan
dokumentasi foto.
Data kuantitatif diperoleh dari
hasil tes awal dan dari hasil tes akhir. Tes awal dan tes akhir dilakukan
sebelum dan setelah siswa diberi tindakan yang berupa pembelajaran menulis
cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Data ini
menggunakan pedoman penilaian sebuah karya cerpen. Pedoman penilaian menulis
cerpen tersebut berdasarkan penilaian hasil karangan (Nurgiyantoro, 2001: 307)
dengan pengembangan secukupnya. Pembobotan skor pada tiap aspek didasarkan pada
tingkat pentingnya masing-masing aspek dalam karangan. Skor tertinggi 100 dan
skor terendah 48, dengan aspek yang dinilai antara lain isi gagasan, sarana
cerita, tema, ejaan, dan paragraf.
3.9.
Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Penelitian harus menggunakan
instrumen yang baik untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian.
Instrumen yang baik harus memenuhi persyaratan valid dan reliabel. Sebuah
instrumen dikatakan valid jika instrumen mampu memenuhi fungsinya sebagai alat
ukur, dan sebuah instrumen dikatakan reliabel jika instrumen cukup dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data.
1.
Validitas Data
Konsep validitas dalam
aplikasinya untuk penelitian tindakan kelas mengacu kepada kredibilitas dan
derajat keterpercayaan dari hasil penelitian. Burns (melalui Madya, 2009:
37-44) menyatakan ada lima kriteria validitas, yaitu validitas demokratik,
validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogik.
Adapun validitas yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai
berikut.
a. Validitas Demokratis (democratic
validity)
Validitas ini dilakukan dalam rangka identifikasi
masalah perencanaan tindakan yang relevan dan hal lainnya dari awal penelitian
sampai akhir. Semua subjek yang terkait
meliputi peneliti, guru pengajar, kepala sekolah, observer pendukung dan siswa
yang terlibat dalam penelitian.
b. Validitas Proses (process
validity)
Validiatas proses dicapai dengan cara peneliti
dan kolaborator secara intensif, berkesinambungan dan berkolaborasi dalam semua
kegiatan yang terkait dengan proses penelitian. Proses penelitian dilakukan
dengan guru sebagai praktisi tindakan di kelas dan peneliti sebagai partisipan
observer yang selalu berada di kelas mengikuti jalannya proses pembelajaran.
c. Validitas Dialogis (dialogic
validity)
Data awal penelitian dan masukan yang ada,
kemudian diklasifikasikan, didiskusikan, dan dianalisis oleh guru dan
kolabolator untuk memperoleh kesepakatan. Penentuan bentuk tindakan dilakukan
bersama antara peneliti, guru pengajar, dan kolabolator. Dialog atau diskusi
dilakukan untuk menyepakati bentuk tindakan yang sesuai sebagai alternatif permasalahan
dalam penelitian tindakan tersebut.
2.
Reliabilitas Data
Reliabilitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah catatan lapangan, lembar observasi, hasil
wawancara, angket, dan lembar penilaian menulis cerpen. Selain itu juga
dilampirkan dokumentasi foto selama penelitian berlangsung.
3.10. Kriteria
Keberhasilan Tindakan
Sesuai dengan karakteristik
penelitian tindakan, keberhasilan penelitian tindakan ditandai dengan adanya
perubahan menuju arah perbaikan. Indikator keberhasilan tindakan terdiri atas
keberhasilan proses dan produk.
1. Indikator keberhasilan proses
dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.
a. Siswa aktif berperan serta
selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Proses pembelajaran
dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan.
c. Terjadi peningkatan minat
terhadap pembelajaran menulis cerpen.
2. Indikator keberhasilan produk,
dideskripsikan dari keberhasilan siswa dalam praktik menulis dengan menggunakan
strategi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Keberhasilan
hasil diperoleh jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata antara prestasi
subjek penelitian sebelum diberi tindakan dengan sesudah diberi tindakan.
Adanya peningkatan hasil belajar yang
signifikan dari Siklus I dan Siklus II oleh sebagian besar siswa. Perubahan yang
terjadi dari masing-masing siklus diharapkan sebagai berikut:
3. Data hasil nilai
ketuntasan minimal dianalisis
secara deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan tingkat keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah (SPBM). Kriteria untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
menulis cerpen dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) yaitu:
sangat kurang, kurang, cukup, baik, sangat baik. Jadi hasil post test kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa pada akhir pelaksanaan pembelajaran dapat disajikan
dalam interval kriteria sebagai berikut:
rabiynet
Minggu, 05 September 2021
More From Author
ptk